Translate

Kamis, 14 Agustus 2014

AR-RUH



                Masalah yang maha penting tentang manusia adalah tentang ruh atau roh . Tubuh manusia sekalipun susunannya demikian hebat, penuh dengan rahasia di balik rahasia, tetapi bila dibanding dengan ruh, maka ruh jauh lebih hebat, lebih rahasia, dan lebih penting. Karena itu, keberadaan ruh menjadi lebih penting untuk diperhatikan dan direnungkan .

Ruh Sebagai Rahasia Kehidupan

 Firman Allah subhanahu wata`ala dalam Al-Qur`an surat Al-Isra` ayat 85; “Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh . Katakanlah:”Ruh itu termasuk perintah Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi ilmu pengetahuan melainkan hanya sedikit saja.”
                Makna dari “arruh min amri rabbi” adalah “arruh makhluqatun bi amrin minallah”, yakni bahwa ruh itu diciptakan dengan suatu perintah dari Allah swt .
        Keberadaan ruh sebagai suatu perintah dari Allah swt . ini dapat dibuktikan antara lain :
(1)    Diciptakan Nabi Adam as. Dari tanah. Setelah telah itu disempurnakan kejadiannya, maka pada saat itu, ditiupkan ruh pada tanah itu. Dalam A-Qur`an disebutkan : (Ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku menciptakan seorang manusia dari tanah . Maka apabila Aku telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Ku , maka tundulah kamu kepadanya dengan bersujud.”(Q.S. Shaad:71-72)
        Ruh yang ditiupkan oleh Allah swt. Pada tanah (asal kejadian Adam as.) itu adalah ruh ciptaan Allah swt. Ruh itu bukanlah bagian dari Zat Allah swt. Kata “min ruuhi” maknanya adalah “ruuhan min khalqi” yakni suatu ruh yang berasal dari ciptan Allah swt. Ruh di sini berarti makhluk. Ditiupkannya ruh pada Adam berarti Allah swt. Memerintahkan kepadanya untuk hidup .
(2)    Proses kejadian manusia pada umumnya. Empat bulan setelah terjadinya proses ( talqih ), yaitu pertemuan sperma laki – laki dengan ovum perempuan, Allah swt. Mengutus malaikat untuk meniupkan ruh pada janin, seperti di terangkan pada sebuah hadis shahih, maka sejak itu hiduplah manusia dengan adanya ruh tersebut. Dia lalu lahir, tumbuh, dan berkembang menjadi manusia yang sempurna setelah menggalami sekian banyak fase. Begitu pula kehidupan makhluk selain manusia.
(3)    Proses kejadian Nabi Isa as. Allah swt. Meniupkan ruh pada putera Maryam ini tanpa proses Perkawinan (talqih), yaitu ketika Allah swt. Memerintahkan ruh untuk berdiam pada jiwanya spontanitas. Allah swt dengan perintah –Nya menitipkan ruh pada Isa as. dari yang asalnya tidak ada, sebagaimana Allah swt.menitipkan ruh pada tanah yang dari tanah itu di ciptakan Nabi Adam as.
Firman Allah swt:
Sesungguhnya missal (penciptaan) Isa disisih Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah.(Q.S.Ali Imran:59)
                Manusia tidak sangup memahami dan mengindera hakikat dari ruh tersebut. Namun,mereka memahami dan mempercayai keberadaan (eksitensi) ruh itu, karena mereka dapat merasakan fenomena dan indikasi dari keberadaan ruh, seperti bergerak,berkembang,bersaing,dan sebagainya, yang semuanya menunjukan eksitensi dari ruh. Selama manusia bisa bergarak,berkambang dan bersaing,di katakan lah bahwa manusia itu hidup. Ada ruh didalam nya. Sementara bila frnomena dan indikasi itu tidak ada pada diri manusia,maka dikatakan dia adalah mati, tidak memiliki ruh.
                Dari sini, ruh adalah suatu rahasia kehidupan . ia merupakan suatu perintah dari Allah swt. Kepada jasad untuk hidup. Dia berhak meletakan ruh itu pada manusia, sekaligus berhak mencabutnya. Di sinilah peran malaikat Izrail sebagai petugas Allah swt .

Opini Umum Manusia Terbentuk dari Jasad dan Ruh

                Opini umum yang berkembang menyatakan bahwa manusia terbentuk dari jasad dan ruh. Opini ini agaknya dipengaruhi oleh falsafah Yunani .
                Bangsa Yunani memiliki persangkaan bahwa ruh merupakan bagian dari manusia. Mereka katakan bahwa manusia terbentuk dari jasad dan ruh; bahwa ruh berasal dari limpahan Zat Allah; bahwa bila ruh bisa mengalahkan materi maka luhurlah manusia dan perilakunya mendekati kesempurnaan ilahiah, sebaliknya bila materi mengalahkan ruh maka terpuruklah perilaku manusia .
                Opini ini perlu diluruskan, pertama, karena alasan-alasan yang telah disebutkan di muka . Kedua, ruh yang disangka mereka seperti itu faktanya adalah tidak ada, karena fakta menyatakan bahwa manusia terbentuk hanya dari materi belaka. Ketiga, persangkaan itu membatalkan ruh sebagai rahasia kehidupan, karena sesungguhnya rahasia kehidupan tidaklah bisa bertambah dan berkurang disebabkan terpuruk atau luhurnya manusia .

Makna Lain dari Ruh, yaitu :

          Ruh di sini adalah suatu sifat yang datang dan baru yang untuk meraihnya harus diupayakan oleh manusia dalam rangka mempengaruhi perilakunya. Dengan ruh ini manusia bisa menjadi luhur dalam memenuhi naluri-naluri dan kebutuhan-kebutuhan anggota badannya .
Sifat ini tidak akan datang pada manusia kecuali manusia bisa menguasai amal perbuatannya sehingga sesuai dengan aturan atau kekuatan yang lebih tinggi dari manuia, yaitu allah swt. Ini hanya bisa terjadi bila manusia beriman kepada Allah swt. dan selalu menjalin shilah (hubungan) dengan-Nya. Dengan demikian ruh yang penting untuk dicari yang bisa menjadikan manusia luhur bukanlah suatu rahasia kehidupan, melainkan adanya shilah billah ( hubungan dengan Allah swt )
Sementara itu, shilah billah pada diri manusia tidak akan terwujud sehingga manusia mengimani bahwa di balik alam semesta ( makhluk ) ini ada Pencipta yang menciptakan sekaligus mengerti ada hubungan antara makhluk itu dengan Pencipta. Jika manusia melihat bulan misalnya dan ia memahami bahwa bulan itu di ciptakan oleh Allah swt, maka pemahaman inilah yang di namakan ruh pada diri manusia. Jika ia tidak memahami hubungan ini maka jadilah dia tidak memiliki ruh.

     
Orang Kafir Tidak Memiliki Ruh
                                                                                                                                                                              Oleh karena orang – orang kafir tidak beriman, tidak memahami bahwa ada keterkaitan alam  semesta ini dengan Allah swt. Maka mereka di dalam Al – Qur`an di sebut sebagai al-Mauta ( orang – orang yang mati ), di anggap tidak memiliki ruh meski hidup.
  Firman Allah swt :                                                                                                                          Sesungguhnya kamu tidak dapat menjadikan orang – orang yang mati itu mendengar dan ( tidak pula ) menjadikan orang – orang yang tuli mendengar panggilan, apabila mereka telah berpaling membelakang. ( Q. S. An – Naml : 80 )
                Di samakannya orang kafir dengan orang mati, karena orang mati tidak mempunyai ruh sebagai Sirrul Hayah, sementara orang kafir tidak mempunyai ruh dalam arti shilah billah.

Ruhaniah dan Ruhiyah

                Berangkat dari shilah billah ini, manusia akan merasakan kebesaran, kekuasaan, dan ilmu Pencipta yang tiada tara. Perasaan ini disebut ruhaniah. Perasaan ini bila berlanggsung terus-menerus pada diri manusia, maka manusia akan hidup dalam nuansa dan suasana keimanan, yang bisa membantunya untuk terikat dengan segala perintah dan larangan allah secara teguh dan legawa.
                Selain ruhaniah, ada juga istilah yang disebut sisi-sisi ruhiah (nahiyah ruhiyah) sesuatu, yakni bahwa segala sesuatu diciptakan oleh Pencipta. Sisi ruhiyah gunung, bintang, atau manusia adalah bahwa adanya makhluk-makhluk itu diciptakan oleh Allah swt. Sisi ruhiyah ini hanya bisa dipahami orang yang beriman kepada wujudnya Allah swt.

Panduan Islam

                Pertama, al-Islam menekankan manusia memahami sisi-sisi ruhiyah sesuatu dan sisi-sisi ruhiyah dirinya sendiri. Hal ini dalam rangka memperkuat ruh (taqwiyatur ruh) yang berarti memahami adanya shilah semua makhluk dengan allah swt.
Firman-Nya dalam A-Qur`an:
Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan . Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi, bagaimana ia dihamparkan? (Q.S. al-Ghasyiyah:17-20)
                Segera setelah rangkaian ayat-ayat ini, allah swt. Memerintahkan Rasulullah saw. Untuk memberi perigatan manusia akan adanya shilah antara Allah dan semua makhluk. Ini dalam rangka memperkuat ruh pada jiwa mereka .
Maka berilah perigatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan. (Q.S. al-Ghasyiyah:21)
                Aktivitas kita sehari-hari, sholat, misalnya, puasa, zakat, dakwa, infaq, dan lainnya, dengan demikian haruslah dicari sisi-sisi ruhiyahnya, agar tercapai keluhuran, bisa menunaikan ruhus sholah, ruhus shiyam, ruhur jihad, dll.
                Selain memahami ruhiyah sesuatu, a-Islam juga menekankan perlunya memahami sisi-sisi ruhiyah diri manusia sendiri. Allah swt. Berfirman:
Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu Yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. (Q.S. Al- Alaq:1-2)

                Kedua, memadukan materi dan ruh. Al-Islam menyeru kita berupaya memadukan antara materi dan ruh, sekali lagi ruh yang dimaksudkan di sini adalah shilah billah, dengan cara mengikatkan diri pada perintah dan larangan Allah swt. Firman Allah swt:
Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. (Q.S. al-A`raaf: 3)
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak pula bagi perempuan yang mukmin, apabila allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. (Q.S. al-Ahzaab:36)
                Allah swt. Telah menjelaskan hukum perbuatan dan hukum sesuatu pada kita secara lengkap.
Firman-Nya:
Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk. (Q.S. al-A`raaf:157)
                Terikat dengan hukum pada saat melakukan suatu amal perbuatan adalah bentuk memadukan ruh dengan materi, karena orang yang terikat dengan hukum pada saat melakukan suatu amal perbuatan, dia berarti memahami shilahnya dengan Allah swt. Di samping melaksanakan adab-adabnya, yang kemudian menjadikannya orang yang bertakwa kepada Allah swt.
Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baiknya bekal adalah takwa. (Q.S. Al-Baqarah:197)



Tidak ada komentar: