Masalah
yang maha penting tentang manusia adalah tentang ruh atau roh . Tubuh manusia
sekalipun susunannya demikian hebat, penuh dengan rahasia di balik rahasia,
tetapi bila dibanding dengan ruh, maka ruh jauh lebih hebat, lebih rahasia, dan
lebih penting. Karena itu, keberadaan ruh menjadi lebih penting untuk
diperhatikan dan direnungkan .
Ruh Sebagai Rahasia Kehidupan
Firman
Allah subhanahu wata`ala dalam Al-Qur`an surat Al-Isra` ayat 85; “Dan mereka bertanya
kepadamu tentang ruh . Katakanlah:”Ruh itu termasuk perintah Tuhan-ku, dan
tidaklah kamu diberi ilmu pengetahuan melainkan hanya sedikit saja.”
Makna
dari “arruh min amri rabbi” adalah “arruh makhluqatun bi amrin minallah”, yakni
bahwa ruh itu diciptakan dengan suatu perintah dari Allah swt .
Keberadaan ruh sebagai suatu perintah
dari Allah swt . ini dapat dibuktikan antara lain :
(1) Diciptakan Nabi
Adam as. Dari tanah. Setelah telah itu disempurnakan kejadiannya, maka pada
saat itu, ditiupkan ruh pada tanah itu. Dalam A-Qur`an disebutkan : (Ingatlah),
ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku menciptakan
seorang manusia dari tanah . Maka apabila Aku telah meniupkan ke dalamnya ruh
(ciptaan)-Ku , maka tundulah kamu kepadanya dengan bersujud.”(Q.S. Shaad:71-72)
Ruh yang ditiupkan oleh Allah swt. Pada
tanah (asal kejadian Adam as.) itu adalah ruh ciptaan Allah swt. Ruh itu
bukanlah bagian dari Zat Allah swt. Kata “min ruuhi” maknanya adalah “ruuhan
min khalqi” yakni suatu ruh yang berasal dari ciptan Allah swt. Ruh di sini
berarti makhluk. Ditiupkannya ruh pada Adam berarti Allah swt. Memerintahkan
kepadanya untuk hidup .
(2) Proses kejadian
manusia pada umumnya. Empat bulan setelah terjadinya proses ( talqih ), yaitu pertemuan sperma laki –
laki dengan ovum perempuan, Allah swt. Mengutus malaikat untuk meniupkan ruh
pada janin, seperti di terangkan pada sebuah hadis shahih, maka sejak itu
hiduplah manusia dengan adanya ruh tersebut. Dia lalu lahir, tumbuh, dan
berkembang menjadi manusia yang sempurna setelah menggalami sekian banyak fase.
Begitu pula kehidupan makhluk selain manusia.
(3) Proses kejadian
Nabi Isa as. Allah swt. Meniupkan ruh pada putera Maryam ini tanpa proses Perkawinan
(talqih), yaitu ketika Allah swt. Memerintahkan ruh untuk berdiam pada jiwanya
spontanitas. Allah swt dengan perintah –Nya menitipkan ruh pada Isa as. dari
yang asalnya tidak ada, sebagaimana Allah swt.menitipkan ruh pada tanah yang
dari tanah itu di ciptakan Nabi Adam as.
Firman Allah swt:
Sesungguhnya missal (penciptaan) Isa disisih
Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari
tanah.(Q.S.Ali Imran:59)
Manusia
tidak sangup memahami dan mengindera hakikat dari ruh tersebut. Namun,mereka
memahami dan mempercayai keberadaan (eksitensi) ruh itu, karena mereka dapat
merasakan fenomena dan indikasi dari keberadaan ruh, seperti
bergerak,berkembang,bersaing,dan sebagainya, yang semuanya menunjukan eksitensi
dari ruh. Selama manusia bisa bergarak,berkambang dan bersaing,di katakan lah
bahwa manusia itu hidup. Ada ruh didalam nya. Sementara bila frnomena dan
indikasi itu tidak ada pada diri manusia,maka dikatakan dia adalah mati, tidak
memiliki ruh.
Dari
sini, ruh adalah suatu rahasia kehidupan . ia merupakan suatu perintah dari
Allah swt. Kepada jasad untuk hidup. Dia berhak meletakan ruh itu pada manusia,
sekaligus berhak mencabutnya. Di sinilah peran malaikat Izrail sebagai petugas
Allah swt .
Opini Umum Manusia Terbentuk dari Jasad dan Ruh
Opini
umum yang berkembang menyatakan bahwa manusia terbentuk dari jasad dan ruh.
Opini ini agaknya dipengaruhi oleh falsafah Yunani .
Bangsa
Yunani memiliki persangkaan bahwa ruh merupakan bagian dari manusia. Mereka
katakan bahwa manusia terbentuk dari jasad dan ruh; bahwa ruh berasal dari
limpahan Zat Allah; bahwa bila ruh bisa mengalahkan materi maka luhurlah
manusia dan perilakunya mendekati kesempurnaan ilahiah, sebaliknya bila materi
mengalahkan ruh maka terpuruklah perilaku manusia .
Opini
ini perlu diluruskan, pertama, karena alasan-alasan yang telah disebutkan di
muka . Kedua, ruh yang disangka mereka seperti itu faktanya adalah tidak ada,
karena fakta menyatakan bahwa manusia terbentuk hanya dari materi belaka.
Ketiga, persangkaan itu membatalkan ruh sebagai rahasia kehidupan, karena
sesungguhnya rahasia kehidupan tidaklah bisa bertambah dan berkurang disebabkan
terpuruk atau luhurnya manusia .
Makna Lain dari Ruh, yaitu :
Ruh
di sini adalah suatu sifat yang datang dan baru yang untuk meraihnya harus
diupayakan oleh manusia dalam rangka mempengaruhi perilakunya. Dengan ruh ini
manusia bisa menjadi luhur dalam memenuhi naluri-naluri dan kebutuhan-kebutuhan
anggota badannya .
Sifat ini tidak akan datang pada
manusia kecuali manusia bisa menguasai amal perbuatannya sehingga sesuai dengan
aturan atau kekuatan yang lebih tinggi dari manuia, yaitu allah swt. Ini hanya
bisa terjadi bila manusia beriman kepada Allah swt. dan selalu menjalin shilah (hubungan) dengan-Nya. Dengan
demikian ruh yang penting untuk dicari yang bisa menjadikan manusia luhur
bukanlah suatu rahasia kehidupan, melainkan adanya shilah billah ( hubungan dengan Allah swt )
Sementara itu, shilah billah pada diri manusia tidak akan terwujud sehingga
manusia mengimani bahwa di balik alam semesta ( makhluk ) ini ada Pencipta yang
menciptakan sekaligus mengerti ada hubungan antara makhluk itu dengan Pencipta.
Jika manusia melihat bulan misalnya dan ia memahami bahwa bulan itu di ciptakan
oleh Allah swt, maka pemahaman inilah yang di namakan ruh pada diri manusia.
Jika ia tidak memahami hubungan ini maka jadilah dia tidak memiliki ruh.
Orang
Kafir Tidak Memiliki Ruh
Oleh karena orang – orang kafir
tidak beriman, tidak memahami bahwa ada keterkaitan alam semesta ini dengan Allah swt. Maka mereka di
dalam Al – Qur`an di sebut sebagai al-Mauta
( orang – orang yang mati ), di anggap tidak memiliki ruh meski hidup.
Firman Allah swt : Sesungguhnya
kamu tidak dapat menjadikan orang – orang yang mati itu mendengar dan ( tidak
pula ) menjadikan orang – orang yang tuli mendengar panggilan, apabila mereka
telah berpaling membelakang. ( Q. S. An
– Naml : 80 )
Di samakannya orang
kafir dengan orang mati, karena orang mati tidak mempunyai ruh sebagai Sirrul
Hayah, sementara orang kafir tidak mempunyai ruh dalam arti shilah billah.
Ruhaniah dan Ruhiyah
Berangkat
dari shilah billah ini, manusia akan merasakan kebesaran, kekuasaan, dan ilmu
Pencipta yang tiada tara. Perasaan ini disebut ruhaniah. Perasaan ini bila
berlanggsung terus-menerus pada diri manusia, maka manusia akan hidup dalam
nuansa dan suasana keimanan, yang bisa membantunya untuk terikat dengan segala
perintah dan larangan allah secara teguh dan legawa.
Selain
ruhaniah, ada juga istilah yang disebut sisi-sisi ruhiah (nahiyah ruhiyah)
sesuatu, yakni bahwa segala sesuatu diciptakan oleh Pencipta. Sisi ruhiyah
gunung, bintang, atau manusia adalah bahwa adanya makhluk-makhluk itu
diciptakan oleh Allah swt. Sisi ruhiyah ini hanya bisa dipahami orang yang
beriman kepada wujudnya Allah swt.
Panduan Islam
Pertama, al-Islam menekankan manusia
memahami sisi-sisi ruhiyah sesuatu dan sisi-sisi ruhiyah dirinya sendiri. Hal
ini dalam rangka memperkuat ruh (taqwiyatur
ruh) yang berarti memahami adanya shilah semua makhluk dengan allah swt.
Firman-Nya dalam A-Qur`an:
Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta
bagaimana dia diciptakan . Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan
gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi, bagaimana ia dihamparkan? (Q.S. al-Ghasyiyah:17-20)
Segera
setelah rangkaian ayat-ayat ini, allah swt. Memerintahkan Rasulullah saw. Untuk
memberi perigatan manusia akan adanya shilah antara Allah dan semua makhluk.
Ini dalam rangka memperkuat ruh pada jiwa mereka .
Maka berilah perigatan, karena sesungguhnya
kamu hanyalah orang yang memberi peringatan. (Q.S. al-Ghasyiyah:21)
Aktivitas
kita sehari-hari, sholat, misalnya, puasa, zakat, dakwa, infaq, dan lainnya,
dengan demikian haruslah dicari sisi-sisi ruhiyahnya, agar tercapai keluhuran,
bisa menunaikan ruhus sholah, ruhus shiyam, ruhur jihad, dll.
Selain
memahami ruhiyah sesuatu, a-Islam juga menekankan perlunya memahami sisi-sisi
ruhiyah diri manusia sendiri. Allah swt. Berfirman:
Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu Yang
Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. (Q.S. Al- Alaq:1-2)
Kedua, memadukan materi dan ruh.
Al-Islam menyeru kita berupaya memadukan antara materi dan ruh, sekali lagi ruh
yang dimaksudkan di sini adalah shilah billah, dengan cara mengikatkan diri
pada perintah dan larangan Allah swt. Firman Allah swt:
Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari
Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. (Q.S. al-A`raaf: 3)
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin
dan tidak pula bagi perempuan yang mukmin, apabila allah dan Rasul-Nya telah
menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang
urusan mereka. (Q.S. al-Ahzaab:36)
Allah
swt. Telah menjelaskan hukum perbuatan dan hukum sesuatu pada kita secara
lengkap.
Firman-Nya:
Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan
mengharamkan bagi mereka segala yang buruk. (Q.S. al-A`raaf:157)
Terikat
dengan hukum pada saat melakukan suatu amal perbuatan adalah bentuk memadukan
ruh dengan materi, karena orang yang terikat dengan hukum pada saat melakukan
suatu amal perbuatan, dia berarti memahami shilahnya dengan Allah swt. Di
samping melaksanakan adab-adabnya, yang kemudian menjadikannya orang yang
bertakwa kepada Allah swt.
Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baiknya
bekal adalah takwa. (Q.S. Al-Baqarah:197)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar