Situasi kesehatan jiwa saat ini ,sebagaimana dinyatakan oleh badan
Kesehatan Dunia ( WHO) ,merupakan krisis yang tidak terungkap yang akan semakin
buruk di masa-masa yang akan datang.
Di zaman maju ini,betapa banyak orang menderita ketegangan,
kecemasan, panik, depresi, tidak puas, disharmoni, gelisah,kecewa,curiga
berlebihan, dan lainnya sebagai akibat dari tekanan-tekanan yang mengganggu
jiwa atau batinnya. Dengan kenyataan ini, ketenangan jiwa semakin mahal
harganya dan akan semakin didamba banyak orang.
Dulu, ada pepatah : “Dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat
(men sana in corpora sano),” kini
justru dipercaya kebalikannya, bahwa “ dalam jiwa yang sehat terdapat
tubuh yang sehat,” karena ternyata banyak orang yang tubuhnya segar bugar tapi
jiwanya sakit, sementara ada orang yang meski tubunya sakit tapi jiwanya tetap
sehat.
Keimanan dan ketaqwaan kepada Allah swt. merupakan modal utama
mencapai dan menjaga kesehatan jiwa. Penelitian menunjukkan masyarakat yang
religius lebih kecil resiko terkena gangguan kejiwaan di banding mereka yang
tidak religius dalam kehidupan sehari-harinya.
Berikut ini adalah kiat-kiat untuk menggapai ketenangan jiwa
sebagaimana diajarkan atau disemangati oleh agama kita, Islam, yang bersumber
dari al Qur’an dan hadits Nabi saw. Dalil-dalilnya terpaksa tidak kami tulis
demi kepraktisan.
UMUM
1.
Tidak
memaksakan diri diluar batas kemampuan.tidak ada “ takalluf “ ( pemaksaan
diri ) dalam agama Islam.Islam justru menyeru bermadya ( al-qosda); berlaku sedang, tengah, dan wajar.
2.
Menghindari
dosa. Pelanggaran terhadap aturan agama atau dosa memberikan pengaruh yang
tidak baik pada jiwa. Dosa menjadikan kita tidak tenang, takut, dan was-was.
Kita takut dosa itu diketahui orang lain.
3.
Dzikir,
mengingat Allah swt. Ia menumbuhkan keyakinan diri, mendekatkan komunikasi diri
kepada Allah swt., dan menjadikan hati tidak kering. Dzikir bisa berupa sholat,
( paling tidak sholat lima waktu, apalagi bila ditambah tahajjud ), membaca
al-Qur’an, membaca doa-doa, dan sebagainya.
4.
Melihat,membaca,
menyimak, dan memperhatikan perilaku atau sejarah keteladanan orang-orang
shaleh. Pepatah mengatakan, “ saat
orang-orang shaleh dituturkan, turunlah rahmat-rahmat.”
5.
Ringan
tangan, suka menolong, dan demawan ( sakho’). Tidak melihat diri. Tidak
melihat apa yang dia keluarkan bagi orang lain. Bermanfaat bagi orang banyak.
6.
Lapang
dada ( salamatus sadhri ). Hatinya dijauhkan dari dengki, iri hati,
dendam, takabur, prasangka buruk, dan semacamnya.
7.
Menasehati
khalayak ( an-nushu lil ummah ) atau berdakwah atau ta’lim. Alangkah
bahagia melihat ilmu yang kita berikan diterima dan diamalkan orang lain.
Orang-orang awam menjadi lepas dari kebodohannya. Dikatakan, “ amal yang menyebar manfaatnya kepada
khalayak lebih utama daripada amal yang manfaatnya terbatas pada diri sendiri.”
8.
Berlaku
santun ( al-hilmu ) dan tidak tergesa-gesa ( al-anah ). Teburu-buru
dan reaktif terhadap situasi yang mengelilinginya merupakan tanda ketidak
tenangan jiwa. Dengan berfikir jernih, terencana, dan tidak gegabah, jiwa
menjadi tenang.
9.
Puasa
dalam arti khusus maupun puasa dalam arti umum yaitu menahan diri ( imsak ).
Puasa bisa menstabilkan jiwa. Para ulama memaknai sabar dalam al-Qur’an sebagai
puasa.
TERKAIT DENGAN KEILMUAN
10.
Menambah
ilmu. Wawasan menjadi luas, tidak berpikiran sempit. Kapan dan dimana pun kita
adalah tholib ( pencari ilmu ). Tidak meras puas diri ibarat merasa besar di
dalam akuarium kecil. Di atas orang yang alim ada yang lebih alim lagi. Betapa
tinggi ilmu Nabi Musa as., namun Allah swt, memerintahkannya tetap memburu ilmu
dari Nabi Khidlir as.
11.
Memahkotai
ilmu yang di miliki dengan akhlak tepuji, meliputi makrifat ( kesadaran ),
tawadhu’ ( kerendahan hati ), amal, dan taqwa. Ilmu tidak akan bermanfaat
dengan sendirinya. Orang yang berilmu harus sadar diri. Ikhlash. Berilmu tapi
sombong dibenci masyarakat. Ilmu tanpa amal, jiwa terasa dikejar-kejar.Dan
seandainya ilmu menjadi baik tanpa taqwa, maka makhluk termulia di bumi adalah
Iblis.
TERKAIT DENGAN KEKAYAAN / MATERI
12.
Melihat
kepada orang/ tingkatan yang berada di bawahnyA.
13.
Menyadari
kekayaan yang hakiki dan atau tempat kembali yang hakiki, bahwa harta yang kita
makan akan menjadi kotoran dan yang kita pakai akan menjadi rusak,dan begitu
kita mati, itu semua menjadi milik ahli waris, sementara yang kekal adalah
sedikit harta yang kita sedekahkan untuk perjuangan/ dhuafa’.
14.
Ridho dan
puas terhadap pembagian yang diterimannya. Apa yang ada ini dinikmati.
TERKAIT DENGAN UJIAN
15.
Sabar dan
tegar menerima ujian, karena semua telah diatur oleh Allah swt.
16.
Ihtisab, yakni mengharap
pahala dari Allah swt, atas musibah yang menimpanya.
17.
Menyakini
di balik ujian anda pelajari ( hikmah ) dan setelah kesusahan pasti ada
kegembiraan.
TERKAIT DENGAN KEHIDUPAN BERUMAH TANGGA
18.
Suami tasamuh ( toleran ) terhadap isteri
19.
Suami taghoful ( melupakan perangai isteri
yang tidak disukai) karena dibalik satu hal yang tidak dia sukai masih begitu
banyak hal yang dia sukai dari isterinya.
20.
Suami
memenuhi hak-hak isteri.
21.
Suami
tabah,sabar, dan tahan atas gangguan dari isterinya.
22.
Suami
mendidik dan membimbing isteri dengan baik dan lembut, sebab bila pendidikan dilakukan
dengan keras niscaya terjadi cerai, sedangkan bila tidak dididik atau dibiarkan
sama sekali,isteri akan tetap pada kebengkokannya
23.
Isteri
patuh pada suami.
24.
Isteri
tidak banyak bicara.
25.
Isteri
tekun beribadah.
26.
Isteri
menjaga kehormatan dirinya, memelihara kehormatan suami dan hartanya, serta
menjaga anak-anaknya.
TERAIT DENGAN KEHIDUPAN BERJAMAAH
27.
Hidup berjamaah
dengan suatu misi kebenaran yang mengikatnya.Indah.Penelitian
menyatakan hidup mengisolir diri atau individual adalah sumber berbagai penyakit kejiwaan. Di
setiap jamaah manapun pasti ada konflik. Tapi bila kita pandai mensikapinya,
itu akan membuat kita dewasa dan matang. “ seburuk-buruk kehidupan berjamaah lebih
baik daripada hidup sendrian”.
28.
Taat pada
Murabbi sekaligus pada sistem yang dibina olehnya.Kita bergaul dengan
orang-orang yang jujur. Kita mempunyai pembibing. Ada yang meningkatkan begitu kita
teledor dan menyimpang. Perhatikanlah orang yang tidak patuh pada
komondan/komando, jauh dari murobbi, jiwanya bisa goncang.
29.
Silaturrahim.
Memperbanyak teman, melenyapkan permusuhan.
30.
Menghilangkan
ghill dan mengedepankan husnuddzon
kepada sesama jamaah. Kedengkian dan prasangka buruk adalah belengu dalam jiwa.
UMUM
31.
Tafakkur
dan tadabbur alam dalam rangka menyegarkan jiwa yang lelah (refreshing).
32.
Istiqomah
dalam arti ulet, tekun, konsisten, teguh memegang prinsip, dan
bersungguah-sungguh. Tanguh.
33.
Optimis.
Percaya diri. Tidak berputus asa. Patang menyerah. Ibarat dian (pelita) yang tak kunjung padam. Tentu,setelah kiat-kiat
tersebut di atas dilaksanakan. Sebab, optimisme tanpa kerja keras tak ubahnya
mimpi.
Wallahu
subhanahu wata’ala a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar