Translate

Selasa, 19 Agustus 2014

Menolak Mafsadah Lebih Didahulukan daripada Menarik Maslahah




                Dakwah amar makruf nahi munkar yang kita ikut serta menggalakkannya harus terus berlangsung. Aktivitas-aktivitas keagamaan tak boleh berhenti. Pendidikan dan pembinaan harus tetap berjalan. Umat islam yang mayoritas di negeri ini membutuhkan dakwah itu di samping dakwah merupakan tuntutan utama keberagamaan dan kejama'ahan kita.
                Para ulama dan ormas-ormas keagamaan yang semestinya menjadi penggerak di bidang ini ternyata banyak terjebak pada kegiatan dukung-mendukung di wilayah politik praktis. Suatu politik yang orientasinya tak lebih dari antara kekuasaan (kursi), materi, dan kepentingan sesaat lainnya. Pesantren menjadi ajang kampanye. Sikap dan pernyataan berubah-ubah laksana "pagi tahu, sore tempe" Umat akhirnya menjadi menjaga jarak  dengan ulama. Dianggapnya yang alim tidak berbeda dengan yang awam.
                Sisi lain, kita perhatikan negeri muslim Irak dan Afghanistan hancur dan dipenuhi konflik berdarah-darah manakala Amerika Serikat (Barat, yahudi, kristen) memasuki negeri itu dan mencengkeramnya. Sekian banyak ulama ditangkap dan wafat. Lembaga-lembaga pendidikan porak-poranda. Kegiatan dakwah sulit. Dan masyarakat diliputi rasa tidak aman. Alloh swt. berfirman:

قَالَتْ إِنَّ الْمُلُوكَ إِذَا دَخَلُوا قَرْيَةً أَفْسَدُوهَا وَجَعَلُوا أَعِزَّةَ أَهْلِهَا أَذِلَّةً وَكَذَلِكَ يَفْعَلُونَ
"Sesungguhnya raja-raja apabila memasuki suatu negeri niscaya mereka membinasakannya, dan menjadikan penduduknya yang mulia jadi hina." (QS. An-Naml: 34)

                Demikianlah Al Qur'an menggambarkan. Di Indonesia yang belum secara nyata Amerika Serikat (AS) memasukinya saja, potensi untuk menuju kerusakan begitu tampak dengan ditangkapinya ulama-ulama atas tuduhan terorisme. Bagaimana kedaannya khususnya di bidang dakwah Islam bila AS sudah memasuki dan menancapkan kukunya di negeri ini? Wallahu a'lam.
                Pada pemilu presiden tahap kedua tanggal 20 September mendatang, kita disuguhi dua pasang calon presiden. Bagaimana kita bersikap nantinya? Hal ini sesungguhnya menjadi pilihan yang dilematis, karena dua calon presiden tampak sama-sama mengandung mafsadah dan dhoror. Kepribadian/tingkat keislaman mereka. Keberpihakan mereka pada Islam. Siapa bithonah-bithonah mereka. Jawaban-jawabannya senantiasa mengandung mafsadah dan dhoror. Dan bagaimana tidak mengandung mafsadah dan dhoror, sedang kedua calon itu dan kita semua ternyata masih berada pada sistem kufur. Firman Alloh swt :
وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ
 Dan barangsiapa tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Alloh, maka mereka itu adalah orang-orang kafir. (QS Al-Maidah : 44)
                Siapapun yang memimpin dan atau akan memimpin negeri ini selama masih dengan sistem yang ada saat ini tentu tidak lepas dari predikat kufur. Tetapi kufur yang bagaimana, perlu ditelaah. Sahabat Abdulloh bin Abbas ra. ketika ditanya mengenai kategori "Al-Kafiruun" pada ayat ini, beliau menajwab: "Mereka orang-orang kufur (kafarah) tetapi bukan seperti orang-orang yang kufur terhadap Allah dan hari akhir." (Ash Shagharji, Al Hubbu fillah wa Al Bughdu fillah:20)
                Kufur dengan demikian terbagi menjadi dua macam, yakni kufur yang mengeluarkan seseorang dari agama islam (kufur hakiki) dan ada kufur yang tidak mengeluarkan seseorang dari agama Islam (kufur majazi), akan tetapi termasuk kategori fujur (menyimpang dari kebenaran) atau ma'shiat (durhaka) pada Alloh swt.
                Rasululloh saw menyatakan perlunya memberikan penghargaan tersendiri atas pengakuan keislaman seseorang, betapapun sehari-hari katakanlah dia fujur dan ma'shiat. Sabda beliau:

Barangsiapa yang sholat sebagaimana sholat kita dan menghadap kiblat kita serta memakan sembelihan kita, maka dia adalah muslim yang baginya tanggungan Alloh dan tanggungan RasulNya. Maka, janganlah tidak menepati janji kepada Alloh di dalam tanggunganNya. (HR. Bukhari jilid 1/102)
                Seorang pemimpin atau calon pemimpin kategori fujur dan ma'shiat bisa jadi dia mengganggu atau setidaknya menghambat perkembangan dakwah islam, namun bisa jadi pula (terbuka kemungkinan) dia akan menyokong atau setidak-tidaknya tidak mengganggu aktivitas dakwah Islam, betapapun dia fujur dan ma'shiat.
                Kemungkinan kedua ini ada (terbuka) karena rasululloh saw menyebutkan bahwa bisa jadi agama ini mendapatkan ta'yid´ (sokongan atau dukungan) dari seseorang yang termasuk kategori fujur (al imam al fajir) dan ma'shiat. Sabda beliau:
Sesungguhnya Alloh (bisa jadi) menyokong agama ini dengan seorang yang fajir. (HR. Thobarani)
                Sekarang mari kita cermati dan kita analisis dua pasang calon presiden yang ada itu. Sama-sama fujur dan ma'shiat, sipakah diantara keduanya yang lebih berpeluang memberikan ta'yid atas perkembangan dakwah di negeri ini. Sama-sama dhoror, siapakah yang lingkup kedhororannya diyakini lebih minim. Kaidah fiqh menyatakan:
Jika ada dua dhoror berkumpul, maka dipeliharalah salah satunya yang lebih ringan.
                Satu pasangan calon presiden dalam platformnya jelas-jelas menganggap sistem barat lebih unggul dari sistem islam. Dia memiliki komitmen yang kuat dnegan Amerika Serikat. Amerika Serikat sendiri berupaya keras (ngebet) memenangkannya. AC Manulang (seorang aktifis intelejen) dan Reza Sihabuddin (Peneliti LIPI) menyatakan bahwa SBY memiliki komitmen (al wala') dengan AS. Dia menyatakan di depan para pendeta niat meninjau hubungan diplomatik negara ini kelak dengan Israel. Bila calon presiden ini menang tentunya peluang masuknya AS ke negeri ini besar sekali. Dan kembali kita ingat bagaimana kondisi suatu negeri manakala AS sudah memasuki negeri itu. Apalagi calon presiden yang menang di tahap pertama ini sejak awal telah diliputi bithonah-bithonah yang buruk dari kalangan non-Islam.
                Sementara satu pasangan calon presiden dalam kebijakannya selama ini tampak beranjak mengambil jarak dengan AS. Ini dapat dilihat dari kebijakannya memutus hubungan dengan IMF dan pilihan membeli pensenjataan dari rusia  daripada AS. Di sisi lain dia menyetujui penerapan Syariat Islam di Aceh. Dakwah dan cita-cita menegakkan syariat islam pun tampak mendapatkan kebebasan.
                Kini jelaslah siapa yang lebih berpeluang memberikan sokongan terhadap dakwah dan siapa yang lebih berpeluang membatasi gerak AS di negeri ini dan itulah dia yang akan kita pilih.
                Sikap golput tidak akan efektif dan bisa jadi justru berpotensi memenangkan satu calon yang memiliki komitmen dengan AS karena calon itu telah meraih suara terbanyak pada tahap pertama lalu.
                Kalau dikatakan kita perlu perubahan kepemimpinan saat ini, karena pemimpin yang baru akan bisa menegakkan keadilan hukum dan pemberantasan korupsi. Ini memang harapan kita semua. Ini maslahah. Tapi maslahah ini baru sebatas  harapan, belum teruji dan belum terbukti (ghoiru muhaqqoqoh). Siapa menjamin bahwa pemimpin yang baru nanti bisa memenuhi hal tersebut? Masih disangsikan. Sementara dhoror besar dari pemimpin yang selalu mengkampanyekan perubahan itu tampak jelas dan diyakini, yaitu komitmennya yang kuat dengan AS.
                Kita diperintahkan meninggalkan hal yang masih disangsikan beralih kepada hal yang meyakinkan. Sabda Rasulululloh saw:
Tinggalkanlah apa yang meragukanmu menuju hal yang tidak meragukanmu.
 (HR. Tirmidzi dan nasai. Hadits ke-11 dari Arbain Nawawi)

                Kaidah fiqh juga menyatakan didahulukannya sikap menolak mafsadah daripada usaha-usaha menggaet maslahah:
Menolak mafsadah lebih didahulukan daripada mengggaet maslahah.

                Soal jenis kelamin wanita. Hukumnya memang jelas dalam syara' bahwa dalam sistem pemerintahan Islam (khilafah) tidak dibolehkan pemimpin wanita sebagai al-imam al-a'dhom. Tapi kita berbicara dalam konteks Indonesia, sebuah negara yang bukan khilafah, undang-undang dasar yang mengatur hal itu disini belum ada, sementara kepemimpinan bukanlah masalah pribadi ataupun kelompok tapi masalah arang banyak (kolektif). Kalau banyak orang masih mendukung si wanita itu kenapa? Kita bukan berbicara soal hukum, namun kita berbicara soal meletakkan hukum pada posisinya.
                Dengan demikian, kita akan memilih calon presiden yang memungkinkan dakwah Islam bisa terus berlangsung dan bebas, dan capres itu tidak membuka peluang AS dan sekutunya makin menancapkan kukunya di negeri ini.
                Inilah sikap kita terhadap realitas politik kontemporer, sebagai sebuah hasil ijtihad, karena dalam hal apapun apalagi dalam masalah yang penting, seorang muslim harus memiliki sikap yang tumbuh dari nash-nash syara'. Bukan sekedar menuruti kata hati, ikut-ikutan yang sumbernya tak jelas, terpesona penampilan lahiriah, atau atas dasar kepentingan yang sesaat. Kita berikhtiar, sementara soal menang kalahnya kekuasaan nanti adalah kewenangan Alloh swt. Mudah-mudahan Alloh swt memberikan taufiq kepada kita semuanya.
                Sikap ini sebatas sebuah sikap memilih capres-cawapres. Lebih dari itu, seperti dukung-mendukung dengan berkampanye, penggalangan massa, atau unjuk kekuatan (show of force) dan semacamnya tidak perlu kita lakukan. Zaman ini penuh fitanh. Tidak menonjolkan keberpihakan kepada sana dan sini (al hirman) merupakan jalan yang aman. Sementara kita memiliki tugas yang besar, yaitu pendidikan dan pembinaan kader masyarakat yang tak boleh mati, dan yang untuk itu dibutuhkan perhatian lebih serius dan energi yang lebih besar lagi.
                Sahabat Abdulloh bin umar ra meriwayatkan : "Suatu hari, Rasululloh saw menuturkan soal fitnah-fitnah dengan segala karakteristiknya, dan bersabda:
"Jika kamu melihat manusia (masyarakat) sifat memenuhi janjinya telah kacau (rusak) dan amanatnya telah menipis (lemah), dan lalu mereka seperti ini (beliau mentasybik antara jari-jari tangan beliau [sebagai pertanda keadaan kacau-balau]). "Aku (Abdulloh bin umar ra) bertanya: "Apa yang Engkau perintahkan kepadaku?" Beliau bersabda "Tetapilah Rumahmu..." (al-hadits) (HR. Al Hakim. Jami'us Shaghir I : 1/41)
                Dan pepatah mengatakan:
"barangsiapa memaklumatkan "al-hirman" (netral; tidak memihak sana dan sini) kepda manusia maka manusia seluruhnya akan sama senang (lega/puas) kepadanya. (Ibnu Qudamah, Mukhtasar Minhajul Qashidin:114)
                Tansiq jamaah dakwah ini dengan demikian menetapkan memilih salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden  pada pilpres putaran kedua nanti, dengan didasari niat untuk menghadang pasangan calon yang diyakini mudhorrotnya lebih besar bagi perkembangan dakwah Islam di masa yang akan datang, yaitu pasangan calon yang memiliki komitmen dengan Amerika Serikat, Israel, dan sekutunya.


Wallahu Subhanahu wata'ala a'lam

Tidak ada komentar: