Translate

Kamis, 01 September 2016

Wanita Gagak Putih





Dalam sebuah haditsnya Nabi SAW bersabda:

          الْمَرْأَةُ الْمُؤْمِنَةُ كَالْغُرَابِ اْلأَعْصَمِ فِى الْغُرْبَانِ ...
“Wanita beriman itu laksana gagak putih di kalangan burung – burung gagak...”[1]

Seperti dimengerti bahwa mayoritas warna burung gagak adalah hitam. Meski demikian ada pula burung gagak yang warna kedua sayapnya adalah putih yang dalam hadits ini disebut dengan al A’shom. Wanita, meski dalam kwantitas jauh melebihi pria akan tetapi dari segi kwalitas justru jauh berada di bawah kaum pria. Ini terbukti dengan rendahnya angka kesholehan di kalangan wanita sehingga dalam hadits di atas Nabi SAW memberitakan bahwa wanita beriman (wanita yang sholehah ) adalah seperti gagak yang sayapnya berwarna putih. Langka bukan berarti tidak ada, pngertian langka di sini adalah memang untuk menjadi wanita sholehah bukanlah suatu hal yang mudah. Perlu usaha keras dan maksimal untuk bisa menjadikan diri masuk dalam kriteria sholehah. Jika untuk menjadi anak sholeh seorang anak butuh bantuan orang tua[2] maka untuk bisa menjadi isteri yang sholehah juga dibutuhkan bimbingan suami yang sholeh. Artinya anda akan sulit menjadi anak sholeh jika orang tua tidak sholeh. Anda sulit menjadi isteri yang sholehah bila suami anda tidak sholeh. Di sinilah baru dimengerti salah satu maksud Islam menganjurkan agar para wali mencarikan jodoh lelaki sholeh untuk anak perempuannya.

Kendati demikian bukan suatu jaminan jika suami sholeh lantas isteri dengan mudah menjadi wanita sholehah. Inilah yang terjadi dan dialami oleh Wahilah isteri Nabi Nuh as dan Waa’ilah isteri Nabi Luth as[3]. Alloh berfirman: “Dan Alloh membuat perumpamaan bagi orang – orang beriman (berupa) isteri Nuh dan isteri Luth. Kedua wanita itu ada di bawah (dalam naungan) dua orang dari para hambaKu yang sholeh lalu mereka berdua berkhianat (kepada suami mereka) hingga kedua (suami mereka) sama sekali tidak bisa melindungi mereka sedikitpun dari (siksaan) Alloh dan diucapkan kepada mereka (berdua): Masuklah kalian ke nereka bersama orang – orang yang abadi (di sana)” QS at Tahriim: 10. Para ulama sepakat bahwa isteri para nabi seluruhnya terjaga dari perbuatan zina. Karena itulah para ahli tafsir memastikan bahwa bentuk pengkhianatan kedua wanita tersebut bukanlah tindakan selingkuh. Ibnu Abbas ra berkata: “Pengkhianatan kedua wanita tersebut berupa tidak beriman kepada suami mereka. Isteri Nabi Nuh as (Waahilah)  senantiasa membocorkan rahasia suaminya kepada orang – orang kafir seperti misalnya saat ada seorang beriman kepada Nabi Nuh as maka Wahilah segera melaporkan hal ini kepada pihak yang memusuhi dakwah suaminya. Sementara isteri Nabi Luth as (Waa’ilah) selalu mengabarkan kepada kaum kafir, kaum Gay yang memusuhi Nabi Luth as bahwa Nabi Luth sedang menerima tamu lelaki tampan di rumahnya sehingga mereka beramai – ramai datang ke rumah Nabi Luth as seperti diceritakan oleh Alqur’an, “ Dan penduduk kota datang dengan gembira ria. Luth as berkata, “Mereka adalah para tamuku maka jangan membuatku malu. Takutlah kalian kepada Alloh dan jangan menghinakan diriku!” mereka menjawab, “Bukankah kami telah melarngmu menjamu siapapun?” Luth berkata: “Itulah anak – anak perempuanku jika kalian ingin berbuat” QS al Hijr: 67 – 71. 

Dan bukan berarti kesempatan menjadi isteri sholehah hilang bila suami tidak sholeh. Asiyah binti Muzaahim telah membuktikan hal ini. Meski ia menjadi isteri dan berada dalam kekuasaan Fir’aun akan tetapi dengan mantap ia menyatakan diri beriman kepada Alloh di hadapan suaminya yang kejam dan lalim. Alloh befirman:

          وَضَرَبَ الله ُمَثَلاً لِلَّذِيْنَ آمَنُوْا امْرَأَتَ فِرْعَوْنَ إِذْ قَالَتْ رَبِّ ابْنِ لِيْ عِنْدَكَ بَيْتًا فِى الْجَنَّةِ وَنَجِّنِى مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِيْنَ
“ dan Alloh menjadikan isteri Fir’aun sebagai perumpamaan bagi orang – orang beriman ketika ia berdo’a, “Ya Tuhanku, bangunlah untukku rumah di sisimu di surga dan selamatkan aku dari Fir’aun dan para kaki tangannya dan selamatkankah saya dari kaum  yang zholim “QS at Tahriim: 11.

Proses keimanan Asiyah binti Muzahim bermula ketika dirinya melihat satu persatu anak Masyithoh dibunuh di hadapan Masyithoh lalu Alloh memberikan anugerah berupa roh kedua anak itu yang berbicara kepada ibundanya mengabarkan akan kedudukan dan kemuliaan mereka di surga sehingga dengan tabah Masyithoh menjemput kematian. Entah bagaimana sebenarnya yang jelas ada riwayat[4] bahwa Asiyah akhirnya beriman kepada Alloh begitu mendengar pembicaraan kedua roh anak itu kepada ibunda mereka. Tidak lama kemudian Fir’aun mengerti bahwa Asiyah beriman kepada Alloh dan tidak menyembahnya. Ia lalu mengumpulkan para petinggi istana dan bertitah, “Bagaimana Asiyah menurut kalian?” mereka serentak memuji Asiyah. Fir’aun berkata, “Dia telah menyembah Tuhan selainku “ Mendengar ini mereka mengusulkan,”Kalau begitu bunuh saja dia!” Asiyah lalu dipancangkan di atas tiang dengan tangan dan kaki terikat. Dalam kondisi seperti itu, wanita yang berjasa menyelamatkan Nabi Musa as dari pembunuhan ini berdo’a, “Ya Alloh, bangunlah rumah untukku di sisiMu di surga” seketika itupula Asiyah tertawa karena melihat tempatnya di surga. Fir’aun yang kebetulan hadir di situ dan melihat Asiyah tertawa segera berkata, “Lihatlah wanita yang menjadi gila ini, kita akan membunuhnya justru dia tertawa”.

Figur Qonitat

Selain mencari suami yang sholeh agar mudah menjadi isteri, seorang wanita juga harus mengerti dan memahami kriteria wanita sholehah. Alloh berfirman:

...فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللهُ ...
“…maka para wanita sholehah adalah yang taat dan yang menjaga …”QS an Nisa’: 33.

Dalam ayat ini ada dua garis besar yang menjadi kriteria wanita sholehah; 1) Qonitah. Kata ini mencakup tiga hal; a) wanita yang taat (Thoo’iaat) , “Jika wanita sholat lima waktu, puasa sebulan, menjaga kemaluan dan taat suaminya maka diucapkan kepadanya, “Masuklah surga dari pintu manapun yang kamu kehendaki” HR Ahmad, b) wanita yang pendiam tidak banyak protes kepada suami (Sakitat). Sungguh termasuk hal yang paling menyenangkan suami dan menjadi nilai plus isteri di mata suaminya adalah ketika wanita tersebut bersikap diam tidak mengeluh atau protes terutama dalam keadaan kekurangan. Sikap diam ini yang menjadikan cinta di hati suami senantiasa tumbuh dengan segar. Sebaliknya ketika isteri cerewet dan banyak protes maka sangat mungkin hal itu menjadi sebab terkikisnya cinta untuk isteri di hati suami. Dalam syair disebutkan:

          خُذِى الْعَفْـوَ مِنِّى تَسْتَدِيْمِى مَوَدَّتِى   وَلاَتَنْطِقِى فِى ثَوْرَتِى حِيْنَ أَغْضَبُ
          فَإِنِّى رَأَيْتُ الْحُبَّ فِى الْقَلْبِ وَاْلأَذَى   إِذَا اجْتَمَعَا لَمْ يَلْبَثِ الْحُبُّ يَذْهَبَ

(Hai isteriku) ambil maaf dariku agar kamu senantiasa merawat cintaku. Jangan berkata melawan ketika aku marah. Sungguh aku melihat bila cinta dan sakit hati  berkumpul dalam hati maka tak lama cinta itu akan musnah.

Tentang diam dan menjaga perasaan suami. Abul Faroj Ibnul Jauzi berwasiat, “Perempuan pandai (Aaqilah) bila mendapat suami sholeh tentu akan berusaha sekuatnya untuk selalu meraih ridho suami dan berusaha menghindari hal – hal yang bisa membuat suami tidak senang atau sakit hati. Sebab seringkali membuat suami kecewa dan sakit hati bisa menimbulkan perasaan bosan dalam hati suami kepada isteri hingga yang terjadi selanjutnya adalah keberpalingan suami dari isteri. Sungguh sesuatu yang bagus saja bisa membosankan apalagi sesuatu yang kurang bagus dan apalagi yang buruk” , c) wanita yang rajin beribadah (Abidat). Wanita memang tidak dituntut untuk banyak melakukan puasa atau sholat sunnah, tetapi cukup bagi wanita sholat lima waktu dan puasa romadhon serta mengabdikan diri kepada suami, anak dan keluarga. Dengan begitu wanita sudah dianggap sebagai orang yang banyak beribadah. 2) Hafizhoh. Artinya seorang wanita yang mampu menjaga diri, harta dan kehormatan suami ketika tidak sedang bersama suami. Tidak seenaknya membelanjakan harta suami kecuali atas izin suami, tidak banyak melakukan interaksi dengan lelaki lain kecuali atas izin suami. Salah satu pesan Nabi SAW dalam Hajjatul Wada’ adalah, “ Takutlah kalian kepada Alloh dalam urusan wanita, sungguh mereka di sisi kalian adalah sebagai teman yang membantu. Wajib atas mereka untuk tidak mempersilahkan siapapun yang tidak kalian sukai menginjak hamparan kalian. Jika mereka melakukan itu maka pukul mereka dengan pukulan yang tidak membahayakan. Dan bagi mereka biaya hidup dan pakaian” [5]

Dengan hal – hal tersebut, berarti wanita telah benar – benar menjadi seorang isteri yang sholehah yang mendapat Ridho suami dan Ridho Alloh SWT sebagaimana Rosululloh SAW bersabda:

          خَيْرُ النِّسَاءِ إِمْرَأَةٌ إِذَا نَظَرْتَ إِلَيْهَا سَرَّتْكَ وَإِذَا أَمَرْتَهَا أَطَاعَتْكَ وَإِذَا غِبْتَ عَنْهَا حَفِظَتْكَ فِى نَفْسِهَا وَمَالِكَ
“Sebaik – baik wanita adalah yang jika kamu melihat maka ia bisa menyenangkanmu, jika kamu memberikan perintah maka ia menurutimu, jika kamu pergi meninggalkannya maka ia menjaga dirinya dan hartamu”[6]










[1] Lihat Kanzul Ummaal 8 / 264  -  Majma’uz Zawaa’id 4 / 60 hadits dari Aisyah ra.
[2] Nabi SAW bersabda:
 رَحِمَ اللهُ وَالِدًا أَعَانَ وَلَدَهُ عَلَى بِرِّهِ
“Semoga Alloh Mengasihi orang tua yang menolong anaknya untuk bisa berbakti kepadanya” HR Abu Syekh.
[3] Tentang nama kedua wanita ini bisa dilihat Tafsir Jalalain surat at Tahriim / 10
[4] Riwayat ini berasal dari Abul Aliyah seorang ahli tafsir terkemuka dan salah satu murid Ibnu Abbas ra. Disebutkan bahwa sebelumnya Abul Aliyah seorang hamba sahaya dan ketika menjadi seorang ahli tafsir hebat maka Ibnu Abbas ra sempat mempersilahkan Abul Aliyah duduk di kursi kebesaran di pendopo pertemuan Quresy. Saat itu Ibnu Abbas ra berkata: “Beginilah ilmu, mnambah kemuliaan orang yang mulia dan memuliakan orang yang hina”
[5] HR Muslim dari Jabir bin Abdillah ra
[6] HR Ibnu Jarir dari Abu Said al Maqburi dari Abu Huroiroh ra. Lihat Ibnu Katsir Tafsir surat an Nisa’ /  34.

Tidak ada komentar: