Dalam sebuah haditsnya Nabi SAW bersabda:
الْمَرْأَةُ الْمُؤْمِنَةُ
كَالْغُرَابِ اْلأَعْصَمِ فِى الْغُرْبَانِ ...
“Wanita beriman itu laksana gagak
putih di kalangan burung – burung gagak...”[1]
Seperti dimengerti bahwa mayoritas warna burung gagak adalah hitam. Meski
demikian ada pula burung gagak yang warna kedua sayapnya adalah putih yang
dalam hadits ini disebut dengan al A’shom. Wanita, meski dalam kwantitas jauh
melebihi pria akan tetapi dari segi kwalitas justru jauh berada di bawah kaum
pria. Ini terbukti dengan rendahnya angka kesholehan di kalangan wanita
sehingga dalam hadits di atas Nabi SAW memberitakan bahwa wanita beriman
(wanita yang sholehah ) adalah seperti gagak yang sayapnya berwarna putih.
Langka bukan berarti tidak ada, pngertian langka di sini adalah memang untuk
menjadi wanita sholehah bukanlah suatu hal yang mudah. Perlu usaha keras dan
maksimal untuk bisa menjadikan diri masuk dalam kriteria sholehah. Jika untuk
menjadi anak sholeh seorang anak butuh bantuan orang tua[2] maka untuk bisa
menjadi isteri yang sholehah juga dibutuhkan bimbingan suami yang sholeh.
Artinya anda akan sulit menjadi anak sholeh jika orang tua tidak sholeh. Anda
sulit menjadi isteri yang sholehah bila suami anda tidak sholeh. Di sinilah
baru dimengerti salah satu maksud Islam menganjurkan agar para wali mencarikan
jodoh lelaki sholeh untuk anak perempuannya.
Kendati demikian bukan suatu jaminan jika suami sholeh lantas isteri dengan
mudah menjadi wanita sholehah. Inilah yang terjadi dan dialami oleh Wahilah
isteri Nabi Nuh as dan Waa’ilah isteri Nabi Luth as[3]. Alloh
berfirman: “Dan Alloh membuat perumpamaan bagi orang – orang beriman
(berupa) isteri Nuh dan isteri Luth. Kedua wanita itu ada di bawah (dalam
naungan) dua orang dari para hambaKu yang sholeh lalu mereka berdua berkhianat
(kepada suami mereka) hingga kedua (suami mereka) sama sekali tidak bisa
melindungi mereka sedikitpun dari (siksaan) Alloh dan diucapkan kepada mereka
(berdua): Masuklah kalian ke nereka bersama orang – orang yang abadi (di sana)”
QS at Tahriim: 10. Para ulama sepakat bahwa isteri para nabi seluruhnya
terjaga dari perbuatan zina. Karena itulah para ahli tafsir memastikan bahwa
bentuk pengkhianatan kedua wanita tersebut bukanlah tindakan selingkuh. Ibnu
Abbas ra berkata: “Pengkhianatan kedua wanita tersebut berupa tidak beriman kepada
suami mereka. Isteri Nabi Nuh as (Waahilah)
senantiasa membocorkan rahasia suaminya kepada orang – orang kafir
seperti misalnya saat ada seorang beriman kepada Nabi Nuh as maka Wahilah
segera melaporkan hal ini kepada pihak yang memusuhi dakwah suaminya. Sementara
isteri Nabi Luth as (Waa’ilah) selalu mengabarkan kepada kaum kafir, kaum Gay
yang memusuhi Nabi Luth as bahwa Nabi Luth sedang menerima tamu lelaki tampan
di rumahnya sehingga mereka beramai – ramai datang ke rumah Nabi Luth as
seperti diceritakan oleh Alqur’an, “ Dan penduduk kota datang dengan gembira
ria. Luth as berkata, “Mereka adalah para tamuku maka jangan membuatku malu.
Takutlah kalian kepada Alloh dan jangan menghinakan diriku!” mereka menjawab,
“Bukankah kami telah melarngmu menjamu siapapun?” Luth berkata: “Itulah anak –
anak perempuanku jika kalian ingin berbuat” QS al Hijr: 67 – 71.
Dan bukan berarti kesempatan menjadi isteri sholehah hilang bila suami
tidak sholeh. Asiyah binti Muzaahim telah membuktikan hal ini. Meski ia menjadi
isteri dan berada dalam kekuasaan Fir’aun akan tetapi dengan mantap ia
menyatakan diri beriman kepada Alloh di hadapan suaminya yang kejam dan lalim.
Alloh befirman:
وَضَرَبَ الله ُمَثَلاً
لِلَّذِيْنَ آمَنُوْا امْرَأَتَ فِرْعَوْنَ إِذْ قَالَتْ رَبِّ ابْنِ لِيْ
عِنْدَكَ بَيْتًا فِى الْجَنَّةِ وَنَجِّنِى مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِيْنَ
“ dan Alloh menjadikan isteri
Fir’aun sebagai perumpamaan bagi orang – orang beriman ketika ia berdo’a, “Ya
Tuhanku, bangunlah untukku rumah di sisimu di surga dan selamatkan aku dari
Fir’aun dan para kaki tangannya dan selamatkankah saya dari kaum yang zholim “QS at Tahriim: 11.
Proses
keimanan Asiyah binti Muzahim bermula ketika dirinya melihat satu persatu anak
Masyithoh dibunuh di hadapan Masyithoh lalu Alloh memberikan anugerah berupa
roh kedua anak itu yang berbicara kepada ibundanya mengabarkan akan kedudukan
dan kemuliaan mereka di surga sehingga dengan tabah Masyithoh menjemput
kematian. Entah bagaimana sebenarnya yang jelas ada riwayat[4]
bahwa Asiyah akhirnya beriman kepada Alloh begitu mendengar pembicaraan kedua
roh anak itu kepada ibunda mereka. Tidak lama kemudian Fir’aun mengerti bahwa
Asiyah beriman kepada Alloh dan tidak menyembahnya. Ia lalu mengumpulkan para
petinggi istana dan bertitah, “Bagaimana Asiyah menurut kalian?” mereka
serentak memuji Asiyah. Fir’aun berkata, “Dia telah menyembah Tuhan selainku “
Mendengar ini mereka mengusulkan,”Kalau begitu bunuh saja dia!” Asiyah lalu
dipancangkan di atas tiang dengan tangan dan kaki terikat. Dalam kondisi seperti
itu, wanita yang berjasa menyelamatkan Nabi Musa as dari pembunuhan ini
berdo’a, “Ya Alloh, bangunlah rumah untukku di sisiMu di surga” seketika
itupula Asiyah tertawa karena melihat tempatnya di surga. Fir’aun yang
kebetulan hadir di situ dan melihat Asiyah tertawa segera berkata, “Lihatlah
wanita yang menjadi gila ini, kita akan membunuhnya justru dia tertawa”.
Figur
Qonitat
Selain
mencari suami yang sholeh agar mudah menjadi isteri, seorang wanita juga harus
mengerti dan memahami kriteria wanita sholehah. Alloh berfirman:
...فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا
حَفِظَ اللهُ ...
“…maka para wanita sholehah adalah yang taat dan yang menjaga …”QS
an Nisa’: 33.
Dalam ayat ini ada dua garis besar yang menjadi kriteria wanita sholehah;
1) Qonitah. Kata ini mencakup tiga hal; a) wanita yang taat (Thoo’iaat) , “Jika
wanita sholat lima waktu, puasa sebulan, menjaga kemaluan dan taat suaminya
maka diucapkan kepadanya, “Masuklah surga dari pintu manapun yang kamu
kehendaki” HR Ahmad, b) wanita yang pendiam tidak banyak protes kepada suami
(Sakitat). Sungguh termasuk hal yang paling menyenangkan suami dan menjadi
nilai plus isteri di mata suaminya adalah ketika wanita tersebut bersikap diam
tidak mengeluh atau protes terutama dalam keadaan kekurangan. Sikap diam ini
yang menjadikan cinta di hati suami senantiasa tumbuh dengan segar. Sebaliknya
ketika isteri cerewet dan banyak protes maka sangat mungkin hal itu menjadi
sebab terkikisnya cinta untuk isteri di hati suami. Dalam syair disebutkan:
خُذِى الْعَفْـوَ مِنِّى
تَسْتَدِيْمِى مَوَدَّتِى وَلاَتَنْطِقِى
فِى ثَوْرَتِى حِيْنَ أَغْضَبُ
فَإِنِّى رَأَيْتُ الْحُبَّ
فِى الْقَلْبِ وَاْلأَذَى إِذَا
اجْتَمَعَا لَمْ يَلْبَثِ الْحُبُّ يَذْهَبَ
(Hai isteriku) ambil maaf dariku agar kamu
senantiasa merawat cintaku. Jangan berkata melawan ketika aku marah. Sungguh
aku melihat bila cinta dan sakit hati berkumpul dalam hati maka tak lama cinta itu
akan musnah.
Tentang diam dan menjaga perasaan suami. Abul Faroj Ibnul Jauzi berwasiat,
“Perempuan pandai (Aaqilah) bila mendapat suami sholeh tentu akan berusaha
sekuatnya untuk selalu meraih ridho suami dan berusaha menghindari hal – hal
yang bisa membuat suami tidak senang atau sakit hati. Sebab seringkali membuat
suami kecewa dan sakit hati bisa menimbulkan perasaan bosan dalam hati suami
kepada isteri hingga yang terjadi selanjutnya adalah keberpalingan suami dari
isteri. Sungguh sesuatu yang bagus saja bisa membosankan apalagi sesuatu yang
kurang bagus dan apalagi yang buruk” , c) wanita yang rajin beribadah (Abidat).
Wanita memang tidak dituntut untuk banyak melakukan puasa atau sholat sunnah,
tetapi cukup bagi wanita sholat lima waktu dan puasa romadhon serta mengabdikan
diri kepada suami, anak dan keluarga. Dengan begitu wanita sudah dianggap
sebagai orang yang banyak beribadah. 2) Hafizhoh. Artinya seorang wanita yang
mampu menjaga diri, harta dan kehormatan suami ketika tidak sedang bersama
suami. Tidak seenaknya membelanjakan harta suami kecuali atas izin suami, tidak
banyak melakukan interaksi dengan lelaki lain kecuali atas izin suami. Salah
satu pesan Nabi SAW dalam Hajjatul Wada’ adalah, “ Takutlah kalian kepada
Alloh dalam urusan wanita, sungguh mereka di sisi kalian adalah sebagai teman
yang membantu. Wajib atas mereka untuk tidak mempersilahkan siapapun yang tidak
kalian sukai menginjak hamparan kalian. Jika mereka melakukan itu maka pukul
mereka dengan pukulan yang tidak membahayakan. Dan bagi mereka biaya hidup dan
pakaian” [5]
Dengan hal – hal tersebut, berarti wanita telah benar – benar menjadi
seorang isteri yang sholehah yang mendapat Ridho suami dan Ridho Alloh SWT
sebagaimana Rosululloh SAW bersabda:
خَيْرُ النِّسَاءِ إِمْرَأَةٌ
إِذَا نَظَرْتَ إِلَيْهَا سَرَّتْكَ وَإِذَا أَمَرْتَهَا أَطَاعَتْكَ وَإِذَا
غِبْتَ عَنْهَا حَفِظَتْكَ فِى نَفْسِهَا وَمَالِكَ
“Sebaik – baik wanita adalah yang
jika kamu melihat maka ia bisa menyenangkanmu, jika kamu memberikan perintah
maka ia menurutimu, jika kamu pergi meninggalkannya maka ia menjaga dirinya dan
hartamu”[6]
[1] Lihat Kanzul Ummaal 8 /
264 - Majma’uz Zawaa’id 4 / 60 hadits dari
Aisyah ra.
[2] Nabi SAW bersabda:
رَحِمَ اللهُ وَالِدًا أَعَانَ وَلَدَهُ عَلَى
بِرِّهِ
“Semoga Alloh Mengasihi orang tua yang
menolong anaknya untuk bisa berbakti kepadanya” HR Abu Syekh.
[3] Tentang nama kedua wanita ini
bisa dilihat Tafsir Jalalain surat at Tahriim / 10
[4] Riwayat
ini berasal dari Abul Aliyah seorang ahli tafsir terkemuka dan salah satu murid
Ibnu Abbas ra. Disebutkan bahwa sebelumnya Abul Aliyah seorang hamba sahaya dan
ketika menjadi seorang ahli tafsir hebat maka Ibnu Abbas ra sempat
mempersilahkan Abul Aliyah duduk di kursi kebesaran di pendopo pertemuan
Quresy. Saat itu Ibnu Abbas ra berkata: “Beginilah ilmu, mnambah kemuliaan orang
yang mulia dan memuliakan orang yang hina”
[5] HR Muslim dari Jabir bin
Abdillah ra
[6] HR Ibnu Jarir dari Abu Said al
Maqburi dari Abu Huroiroh ra. Lihat Ibnu Katsir Tafsir surat an Nisa’ / 34.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar