Translate

Jumat, 31 Januari 2014

SINGKIRKAN RASA TAKUT


Jalan keberhasilan ini adalah milik anda. Pada saat anda menyadari bahwa anda bertanggung jawab sepenuhnya atas segala sesuatunya. Dan anda tak menemukan alasan apa pun untuk menyalahkan orang lain, atau alam sekitar. Disaat itulah anda menemukan jalan anda sendiri, disaat itulah anda menyadari perlunya hilangkan rasa ketakutan. Hanya anda yang mampu memikul hidup anda, bukan orang lain. Tak ada etika yang lebih buruk, lebih rendah, melebihi sifat takut ataupun pengecut. Betapa bijak apa yang dikatakan oleh Ferdinand Foch “Tidak ada kata yang tidak mungkin yang membuat sesuatu menjadi tidak mungkin, adalah manusianya sendiri”.

 أنا عَنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِى. 

“Aku bersama prasangka hambaku” 

Ketakutan atau rasa takut adalah KONDISI PIKIRAN dimana kebanyakan pikiran kawatir atau takut akan sesuatu yang belum di kenalnya. Ketakutan adalah KONDISI MENTAL, SIKAP MENTAL, dan bisa dipelajari. Jika anda ingin berani, anda harus berani. Jadi keberanian itu dihasilkan oleh keputusan anda, ide pikiran anda, dan sikap anda. Bukan oleh suatu objek dan bukan pula oleh kondisi lingkungan anda. Bila anda menganggap hidup adalah tugas, tunaikanlah. Bila anda menganggap hidup adalah beban, pikullah. Bila anda menganggap hidup adalah harta karun yang tak terhingga, berbagilah. Kerjakan yang terbaik dari diri anda. Tujuan hidup akan anda temukan disaat anda menjalani perjalanan anda. Dan yang terpenting, anda takkan menemukan apa-apa bila diam tak melakukan sesuatu. Anda harus berani mengambil sikap.

BERBAGI GEMBIRA DENGAN ORANG LAIN



  كُنْ جَمِيْلاً تَرى الكَوْنَ جَمِيْلاً

 “Berbuatlah indah, maka Alam sekitar akan nampak indah” Bayangkan, hidup akan terasa indah jika kita mau berbagi kebahagiaan dengan orang-orang di sekitar kita. Senyum ramah dan manis akan selalu menghiasi setiap bibir yang kita temui. Sapaan yang akrap akan sering terdengar di telinga kita. Jabat tangan yang bersahabat akan selalu kita temui, Keakrabaan akan semakin dekat nan hangat, sehingga semangat tolong menolong dan kebersamaan begitu terasa.

 Aaaah.... itu hanya angan –angan belaka...?? itu terserah anda, apakah anda mau mewujudkannya atau tidak . namun tidak ada salahnya untuk mencoba, memberikan kontribusi kesejukan meskipun hanya setetes. Bisa jadi yang setetes itu akan membawa manfaat baik bagi diri kita maupun orang-orang di sekitar kita. Tidak ada usaha yang sia-sia. 
Dalam sebuah Hadis dikatakan “Janganlah kau meremehkan kebaikan sedikitpun”

 تعاونوا على البِرّ والتقوى . 

“Saling tolong menolonglah kalian dalam hal kebaikan dan taqwa” Dalam ayat ini Alloh memerintahkan hambanya agar saling tolong menolong dalam berbuat baik pada sesamanya terlebih dahulu dari pada perintah takwa. Karena berbuat baik adalah hal yang lebih memberi manfaat pada orang lain ataupun alam lingkungan. Sementara sikap takwa bersifat lazim (bermanfaat untuk diri sendiri). Monggo hidup gotong royong….

Menyorot Kondisi Akidah Kita

Opini global seperti pluralisme ( paham kemajemukan ), humanisme ( paham kemanusiaan ), dan feminisme ( paham kesetaraan jenis kelamin ), dan lain sebagainya tampak cukup mewarnai kehidupan ummat manusia saat ini. Dengan opini-opini global itu jadinya tidak ditemukan lagi perbedaan yang signifikan ( berarti ) antara haq dengan batil. Opini yang selalu lahir dari negara maju ( Barat ) ini ternyata kini berimbas kepada pemahaman akidah yang dianut oleh sebagaian kaum muslimin. Akidah yang harus dibanggakan itu kini mengalami proses penggerogotan, pelunturan, dan pendangkalan. Beberapa waktu lalu kita mendapati gejala ummat Islam mengikuti natalan bersama pengikut Kristen, makan makanan mereka, hadir di gereja mereka dan tidak segan mengucapkan: selamat natal, 1 termasuk juga doa bersama antar agama, ta’jil puasa di vihara dan musik kosidah di hari Natal. Kita juga mendapati fenomena ridlo terhadap keberadaan Yahudi yang jahat, berikut para penyokongnya, China dan Amerika. Anehnya itu justru dilakukan oleh tokoh-tokoh yang dijadikan panutan oleh sebagian besar kaum muslimin. Dalam beberapa waktu mendatang jika ini tidak diantisipasi tentu fenomena ini akan semakin marak seiring dengan mendalamnya ide kemanusiaan dan kemajemukan. Dan pada akhirnya akan kaburlah identitas kaum muslimin yang luhur. Opini-opini yang menyesatkan di atas mendapat penerimaan yang baik di kalangan kaum muslimin seringkali dengan menggunakan alasan “serba fiqh”. Fiqh yang dalam sistem hukum Islam memiliki daya kelenturan, keluwesan, akomodasi dan kompromi yang tinggi kerap dipakai sebagai alat pembenaran (justifikasi) terhadap suatu sikap. Persoalannya kemudian adalah bagaimana teknis (standart) memilah antara urusan fiqh dan urusan akidah? Contoh soal asas organisasi dan natalan bersama itu kaitannya dengan akidah atau dengan fiqh? Imam Al Ghazali menyebut penerapan fiqh yang diikuti hilah (rekayasa) adalah fiqh dloror (fiqh yang berbahaya). Sementara Soekarno menyebut muslim yang meletakkan fiqh di depan tauhid dan akhlak sebagai muslim sontoloyo.(Di bawah Bendera Revolusi,493) Selain alasan fiqh, alasan yang sering digunakan untuk menerima opini-opini di atas ialah alasan sejarah. Kita melihat betapa Piagam Madinah (mitsaq Al Madinah) selalu dipakai alasan terhadap absahnya kesatuan ummat manusia tanpa memandang unsure agamanya. Jonathan Swift, seorang pastor menyatakan bahwa agama hanya membuat ummat manusia saling membenci tidak saling mencintai. Hal yang masih samar di sini ialah alasan sejarah itu sudah pas dan tepatkah penempatannya? Walhasil,kini kita melihat kecenderungan sebagian besar arus kaum muslimin dengan berbagai alasan agamanya untuk menerima ide-ide yang bertentangan dengan akidahnya, sebagai akibat dari proses penipisan akidah, setelah mendapati gempuran berbagai opini global berikut tuntunan sikap para tokoh panutannya. Farqon dan Nur Diantara sifat yang dianugerahkan oleh Allah subhanahu wata’ala kepada orang-orang yang beriman dan bertakwa ialah furqon, yaitu petunjuk yang dengan itu dapat dibedakan antara yang hak dan yang batil. Dengan memiliki sifat ini maka orang yang bertakwa dan beriman akan mendapati kejelasan hukum dalam perilakunya. Sehingga ia tidak sampai terkena jebakan upaya pengkaburan. Di dalam A Qur’an Allah subhanahu wata’ala berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu furqon dan menghapuskan kesalahan-kesalahanmu dan mengampuni dosa-dosamu. Allah mempunyai karunia yang besar.” (Q.R. Al Anfaal: 29) Anugerah furqon ini dalam sifat-sifat orang yang beriman dan bertakwa lainnya disebutkan dengan nur yang dengan nur ini dia mampu menapaki jalan yang terang dan lurus. Alloh subhanahu wata’ala berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada RasulNya, niscaya Alloh memberikan rahmatNya kepadamu dua bagikan, dan menjadikan untukmu cahaya yang dengan cahaya itu kamu bisa menapaki jalan dan Dia mengampuni kamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Q.S. Al Hadid: 28) Dengan adanya furqon dan nur ini berarti sebagai orang yang beriman dan bertakwa dituntut memiliki prinsip yang jelas sekaligus tegas di tengah arus besar (mainstream) kelembekan banyak orang dalam berakidah. Hal ini diperlukan supaya tergambarkan bahwa tidak pernah ketemu haq dan kebatilan dengan segala perbedaannya yang tajam. Berbagai upaya pengkaburan tentu dapat diantisipasi lewat sini. Sahabat Umar bin Khattab dalam hal ini adalah teladan kita yang begitu kuat intuisi (feeling) furqonnya sehingga ayah Sayyidah Hafshah ini mendapati gelar Al Faaruuq. Kecenderungan meniadakan antara hak dan batil serta kecenderungan menipiskan pemisah antara iman dan kekufuran memang berangkatnya dari minimnya keimanan dan ketakwaan (akidah). Untuk mereformasi ihwal ini tentulah dibutuhkan generasi yang memiliki akidah yang mapan sehingga bersamaan denga kemapanan akidahnya itu dianugrahkanlah kepadanya Furqon dan Nur dari Allah swt. Lewat organ kejama’ahan, semoga kita menjadi generasi model begini. Wallohu A’lam

Al KHOUF WAT TAWAQQUF

Setiap manusia tidak lepas dari memiliki naluri mempertahankan hidup (gorizatul baqo’). Ekspresi dari naluri itu bahwa sejak dulu manusia memiliki sikap Al khouf (takut).Dan adanya sikap ini pada diri manusia dengan berbagai tingkatanya; sedikit atau banyak,sama sekali tidak mempengaruhi tingkat keimanan.Namun begitu,sebagaimana naluri lawan jenis dan naluri ber agama,Islam tidak melenyapkan sikap itu di satu sisi,dan di sisi lain Islam juga tidak membiarkannya.Islam dengan ajaranya mengarahkan ekspresi naluri itu kepada yang benar ,yaitu hendaknya Al khouf tidak menghalangi aktivitas jihad fi sabilillah. Dari berbagai bentuk ketakutan-ketakutan yang ada,sesungguhnya yang paling ditakuti manusia adalah datangnya kematian.Al Qur'an menggambarkan bahwa kematian adalah musibah terbesar yang akan dialami manusia.Dari sinilah meski sadar bahwasanya kematian berada di tangan Allah SWT semata,manusia pada umumnya takut melakukan atau memasuki hal-hal yang menjadi jalaran datangnya musibah tersebut.Manusia tidak sadar,tentunya akan lebih ketakutan lagi.Karena itu,kenyataan menunjukan manusia takut dibunuh,takut disantet,takut diculik, takt diteror,dan lain sebagainya .Ini semua manusiawi,asal tidak berlanjut kepada sifat jubn.(lemah,bahasa jawa:jerih) Kepada kaum muslimin,khususnya kepada mereka yang berniat menjadi da'i,Islam mengarahkan hendaknya jangan takut mati manakala berdakwah di jalan Allah SWT.Karena menurut para ulama ,mati tak lebih adalah terputusnya hubungan ruh dengan badan ,pergantian suasana ,atau perpindahan dari rumah satu ke rumah yang lain.(Lihat; at Tadzkiroh.Imam al Qurthubi.hal 4.Juga Ar-Ruh.Imam Ibnul Qoyyim al JAuziyyah,hal 45).Mati bahkan adalah penghapus dosa bagi setiap orang Islam.(HR.Abu Nu’aim) Dalam berdakwah tidak boleh berharap bertemu musuh,tetapi jika bertemu,tawakkal dan bersabarlah.Berlari saat bertemu musuh (A l firor ninaz zahfi) adalah dosa besar dan termasuk perbuatanya orang-orang munafik. Arahan di atas memang tampak agung,namun amat berat rasanya.Tetapi dibalik itu Alloh SWT menyediakan balasan yang luar biasa bagi da'i yang mati syahid.(1) Kelak ruhnya berada pada burung hijau yang memiliki lampu-lampu bergantungan di arasy yang membawanya pergi dari surga kemana disukai.Nilai-nilai inilah yang mendorong para sahabat menyingkirkan perasaan takutnya manakala genderang jihad di tabuh bertalu-talu dengan penuh ketegaran .Sampai-sampai menjelang jihad yang paling sulit ,peperangan badar sekalipun mereka dahului dengan sikap kantuk massal, Sahabat abu Talhah bercerita; "aku termasuk salah seorang yang di landa rasa kantuk berat ,sampai pedangku lepas dari tanganku berulang-ulang .Tiap kali jatuh aku ambil,jatuh lagi, aku ambil lagi dan seterusnya" Sahabat Abdullah bin mas'ud berkata; (......................................................) “Kantuk dalam peperangan itu dari Allah SWT sedang kantuk dalam shalat itu dari syaitan” Ketidaktakutan pada kematian di atas tentu pas apabila di aktualisasikan pada saat merebak upaya teror dan isu penculikan aktivis pembinaan Islam yang langsung atau tidak langsung berkait dengan strategi Yahudi dan Nasrani memecah belah umat Islam itu.Kondisi yang mengarah pada percaturan siyasah yang cenderung kotor (2) ini menuntut kita semua membangkitkan sifat syajaa'ah (yang adil).Dalam arti sikap khouf jangan di jadikan alasan, misalnya,untuk tidak aktif mengaji,meliburkan pembinaan,dan mengurung diri di dalam rumah.Jika pasifitas ini yang di pilih ,dikhawatirkan proses dakwah membina umat yang teramat penting justru mengalami kemunduran .Sebuah kondisi yang di harap-harapkan oleh musuh-musuh Islam .Padahal jika tidak salah inilah kesempatan yang tepat untuk mulai memasukan materi pendidikan sabar,tawakkal,dan syaja'ah serta dzikir-dzikir, sehingga terbentuk kader untuk kejayaan Islam.Toh kita tidak akan mati ,jika ajal belum waktunya.Allah SWT berfirman: (......................................................................) “Janganlah kamu bersikap lemah ,dan janganlah kamu bersedih hati,padahal kamulah orang-orang yang paling berjaya,jika kamu orang-orang yang beriman” .(QS Ali Imron: 139) ***** Sikap at tawaquf yang kita telurkan sebagai ijtihad jama'ah menyikapi kondisi siyasah yang mengabaikan akhlakul karimah saat ini ,seperti tidak ikut (mendukung) partai berbasis umat Islam dan menghindari adanya tanazzu' kerap kali menimbulkan berbagai pertanyaan ,apalagi ketika partai politik saat ini di sebut – sebut sebagai sarana peruangan Islam di pentas nasional yang efektif ,sementara jamaah dakwah ini prioritasnya hanya tafaqquh fiddin.Pertama,jamaah dakwah ini tidak bergerak dengan menjadikan waaqiatul haal (kondisi yang ada) sebagai dalil, sehingga hukum di buat lentur menurut zaman dan tempat. Kedua,khittoh (garis perjuangan ) jamaah dakwah sekaligus konsep-konsepnya selama ini insya Allah ijtihadnya berdiri di atas landasan Al Quran dan as Sunnah .Sehingga ia adalah hukum syara' yang di situ terdapat maslahah ,yang mengikat setiap anggota jamaah atau individu yang lain berbeda. Mudah-mudahan dua sikap ini (al khouf tidak menjadi alasan menghentikan aktifitas dakwah dan keteguhan dalam at tawaqquf),menjadi modal kita semua menghadapi kondisi fitnah dalam percaturan siasah sekarang ini. Wallohu A’lam

Menuju Masyarakat Madani Islami

بسم الله الرحمن الرحيم Pada tanggal 14 Mei 1998 bangsa ini dikejutkan oleh sebuah peristiwa kerusuhan yang menelan banyak korban; terpanggangnya ratusan orang, kerugian materiil mencapai triliunan, pemerkosaan dan lain-lain.peristiwa tersbut sangat memprihatinkan. Peristiwa itu dan peristiwa-peristiwa serupa yang lainnya adalah simbol dari masyarakat vandalis atau masyarakat jahiliyah, suatu msyarakat yang bersistem materialis-kapitalis. Masyarakat Jahiliyah pada jaman Rasululloh SAW diubah ke arah masyarakat Madani Islami, yaitu masyarkat yang seluruh sistemnya berdasarkan pada nilai-nilai Islam. Masyarakat Madani Islami merupakan masyarakat yang berbeda dengan masyarakat manapun, baik keberadaannya maupun karakternya. Ia merupakan masyarakat yang 1) rabbani, 2) insani, 3) akhlaqi, dan 4) masyarakat yang berlaku seimbang (tawazun) Umat Islam dituntut untuk mendirikan masyarakat seperti ini sehingga mereka bisa memperkuat agama mereka, membentuk kepribadian mereka dan bisa hidup dibawah naunganNya dengan kehidupan Islami yang sempurna. Suatu kehidupan yang diarahkan oleh Aqidah Islamiyah dan dibersihkan dengan ibadah, dituntun oleh pemahaman yang shahih, digerakkan oleh semangat yang menyala, terikat kepada Adab Islami, serta diwarnai oleh nilai-nilai Islam, diatur oleh hukum Islam dalam perekonomian, seni, politik, dan seluruh sendi kehidupannya. Masyarakat inilah yang pernah dibangun oleh Rasululloh SAW di Madinah, suatu masyarakat yang benar-benar ideal dan belum ada yang bisa menandinginya pada jamannya. Kemudian yang dimaksud masyarakat Madani Islami yang tegak diatas nilai rabbani adalah masyarakat yang tegak di atas aqidah Islam, yaitu "Laailaaha Illallah wa Muhammadur Rasululloh.” Makna dari ungkapan tersebut adalah bahwa masyarakat Islam benar-benar memuliakan dan menghargai aqidah itu, dan berusaha memperkuatnya di dalam akal maupun hati. Serta dengan aqidah itu seorang muslim harus memiliki komitmen yang teguh dengan melepas setiap ikatan yang bertentangan dengan aqidah Islam. Sesungguhnya Aqidah Islamiyah dengan segala rukun-rukunnya adalah dasar yang kokoh untuk membangun masyarakat Madani Islami. Oleh karena itu, bangunan yang tidak tegak diatas Aqidah Islamiyah akan hancur. Lebih buruk lagi jika bangunan itu nampak Islami, namun fondasinya bukan aqidah Islam, maka bangunan itu bakal hancur seluruhnya dan menimpa seluruh yang ada di dalamnya. أَفَمَنْ أَسَّسَ بُنْيَانَهُ عَلَى تَقْوَى مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٍ خَيْرٌ أَمْ مَنْ أَسَّسَ بُنْيَانَهُ عَلَى شَفَا جُرُفٍ هَارٍ فَانْهَارَ بِهِ فِي نَارِ جَهَنَّمَ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ "Maka apakah orang-orang yang mendirikan bangunannya di atas dasar taqwa kepada Alloh dan keridhaanNya itu yang baik ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannnya itu jatuh bersama dengannya di dalam neraka Jahannam? Dan Alloh tidak akan memberikan petunjuk kepada orang-orang yang dzalim. (QS. At-Taubah : 109) Lalu yang dimaksud masyarakat Madani Islami yang tegak diatas nilai kemanusiaan (Al Qiyam Al Insany) adalah masyarakat yang tegak berdasarkan penghormatan terhadap hak-hak asasi dan kemuliaan manusia. Baik kebebasan dan kemerdekaannya, nama baik, eksistensinya, kehormatannya, juga memelihara darah, harta serta kerabat dan keturunannya dalam kedudukan mereka sebagai individu masyarakat. Rasulullah SAW bersabda: "orang-orang Islam itu darahnya saling menyuplai; yang lemah di antara mereka berusaha membebaskan tanggungannya dan yang kuat di antara mereka berusaha menyelamatkan yang lemah. Mereka adalah satu tangan (kekuatan) untuk menghadapi pihak-pihak selain mereka (musuh-musuh mereka); yang kuat membantu yang lemah dan yang cepat menolong yang lambat. (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah) Inilah nilai-nilai kemanusiaan yang harus tegak di atas masyarakat Madani Islami. Jika terjadi perampasan hak, pembunuhan atau pelanggaran yang lain, maka masyarakat itu telah melakukan kedzoliman. Jika kedzoliman itu diakibatkan oleh kedzoliman penguasa (sistem) maka masyarakat Madani Islami harus mencegah kedzoliman itu melalui Amar Ma'ruf Nahi Munkar, supaya kedzoliman itu tidak menjadi semakin menyebar, laksana ungkapan Al Bala' Yaumm, sebagaimana sabda Rasululloh SAW : "Sesungguhnya manusia itu apabila melihat oarang yang dzlim, lalu mereka tidak memegang kedua tangannya (mencegahnya), maka Alloh akan meratakan azab dari sisiNya." (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa'i) Adapun akhlak juga merupakan unsur penting yang turut membentuk masyarakat Madani Islami. Karena masyarakat yang tidak berakhlak (bermoral) akan menghasilkan masyarakat seperti kasus Jakarta di atas. Oleh karena itu, masyarakat Madani Islami sangat menekankan perbaikan hubungan antar manusia dengan saling tolong menolong, saling mengasihi, bersikap sabar dan tawakkal dalam mengahdapi setiap ujian dari Alloh SWt, serta semakin mendekatkan diri padaNya dengan selalu melakukan setiap kebajikan yang terikat pada hukum syara'. Namun demikian, masyarakat Madani Islami adalah masyarakat yang juga tegak pada prinsip tawazun, yaitu keseimbangan. Suatu masyarakat Islami yang mementingkan akhirat, tapi juga tidak melupakan bagiannya di dunia. Oleh karena itu Islam memerintahkan setiap individu muslim yang berada pada masyarakat Madani Islami untuk berlaku adil terhadap dirinya, yaitu dengan menyeimbangkan antara haknya dan hak Tuhannya, dan hak-hak orang lain. Sebagaimana sabda Rasululloh kepada Abdulloh bin Amr ketika mengurangi haknya sendiri yaitu dengan terus menerus berpuasa di siang hari dan sholat di malam hari. "Sesungguhnya untuk tubuhmu kamu punya hak (untuk beristirahat) dan sesungguhnya bagi kedua matamu kamu punya hak dan kepada keluargamu kamu punya hak, dan untuk orang yang menziarahimu juga kamu punya hak. (Muttafaq Alaih) Dari uraian di atas cukup jelas bahwa kondisi masyarakat di dunia ini, terlebih di Indonesia telah mengabaikan prinsip-prinsip masyarakat Madani Islami, yang pernah ditegakkan oleh Rasululloh SAW, sahabat-sahabatnya dan para tabi'in. Untuk itu Jama'ah Dakwah kita memiliki tugas penting utnuk mengantarkan masyarakat ini ke arah masyarakat Madani Islami, melalui thoriqoh-thoriqoh yang juga dilakukan oleh Rasululloh SAW yaitu pembinaan umat. والله أعلم

Kamis, 30 Januari 2014

JENJANG PERJUANGAN

Bismillahirrahmanirrahim Dalam berdoa memang afdholnya memakai Alfaadz Nabawiyah, namun mengingat tingkat hajat yang kompleks, maka diperbolehkan memakai lafadz doa apa pun sesuai dengan hajatnya. Alloh Ta’ala Berfirman : اُدْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ “Berdoalah kalian kepadaKu, niscaya Aku akan kabulkan untuk kalian (QS. Al-Ghofir : 60) Sahabat Ala’ bin Al Hadramy minta kepada Alloh Ta’ala bisa menguasai negeri Bahrain, minta diberi air dan berwudhlu tatkalan tiada air, minta bisa berjalan di atas lautan, dan minta tidak ditampakkan mayatnya, dengan membaca doa yang bukan Alfaadz Nabawiyah, ternyata permintaannya dikabulkan. Doanya berbunyi : “Wahai Dzat Yang Maha Ilmu, Wahai Dzat Yang Maha Santun, Wahai Dzat Yang Maha Luhur, Wahai Dzat Yang Maha Agung” Secara tersirat, doa jami’ yang bernuansa Asma’ul Husna ini juga meggambarkan secara global bagaimana jenjang (tahapan) perjuangan Islam yang mesti dilalui Jama’ah Dakwah dalam kaitannya dengan Izzul Islam wal Muslimin. Jenjang Pertama Dari lafadz “Ya Alimu” tersirat bahwa fundamen pertama adalah ilmu. Oleh karena itu anggota jama’ah dakwah dituntut memenuhi fundamen pertama ini. Dengan demikian upaya memacu ilmu melalui tatsqif bagaimanapun mesti dilakukan secara konsisten demi menyambut peran berikutnya. Jenjang Kedua Bersama memacu ilmu, ada kewajiban mengamalkannya. Peran sebagai bentuk mengamalkan ilmu adalah berdakwah merupakan peran khusus orang yang berilmu. Sementara dalam amanah mengamalkan ilmu mesti berjumpa tantangan dan hambatan yang menuntut dihadapi secara tabah dan sabar. Disiniah Jama’ah Dakwah harus memiliki sifat hilm (santun) sepert ditunjukkan oleh lafadz Halimu. Lantaran sifat hilm, Rasululloh memberikan pujian kepada sahabat Al-Asyaj Abdil Qais bin ‘Aid dalam sabdanya : “Sesungguhnya dalam dirimu ada dua perangai yang dicintai Alloh, yaitu Hilm dan sabar.” (HR. Muslim) Salah satu manifestasi dari sifat hilm adalah terbuka dalam mengamalkan ilmu, sementara saat ini tumbuh arah eksklusifisme ilmu yang berbahaya. Akan berbahayanya sikap eksklusifisme ini, khalifah Umar bin Abdul Aziz berkata : “Sesungguhnya ilmu tidak bersifat merusak kecuali ilmu yang dirahasiakan” (Riyadus Sholihin) Jenjang Ketiga Seperti ditunjukkan oleh lafadz Ya Aliyyu, maka sesuai dengan kedudukan Islam yang luhur. Jama’ah dakwah mesti mempunyai program-pogram Dakwah yang luhur pula. Program luhur artinya program yang bagus dan rapi yang ditunjang dengan keseriusan dan optimisme. Pada dasarnya dibalik menjalankan setiap ajaran Islam pasti ada keluhuran, sekalipun ajaran terlihat remeh, karena Islam itu luhur dan tidak ada yang lebih luhur daripadanya. Oleh karena itu Khalifah Umar bin Khottob ketika melihat Abu Ubaidah terkesan meremehkan Islam, beliau berkata : “Wahai Abu Ubaidah ! Sesungguhnya kamu dulu termasuk orang yang paling terbelakang dan terhina, lalu Alloh memuliakanmu dengan Islam. Oleh karena itu manakala kamu mencari kemuliaan dengan selain islam maka Alloh akan kembali merendahkan kamu.” Jenjang Keempat Bila ketiga jenjang diatas telah tercapai secara optimal, maka Insyaalloh secara otomatis akan tercapai cita-cita keagungan (keberhasilan) Dakwah Islam, sebagaimana ditunjukkan lafadz “Ya Adzim” , berkat fadlullah setelah ada kerja keras akhdzul asbaab di atas. Oleh karena bagusnya makna doa sahabat Al Alaa’ Al Hadramy tersebut maka adalah layak bagi setiap Anggota Jama’ah Dakwah untuk mengiltizaminya, sekaligus mengamalkan makna tersiratnya. Wa Allohu A’lamu Bis Showab

BERLAYARLAH DAN TERUS BERLAYAR

 

 Don’t till tomorrow what you can do taday ! 
 jangan menunggu hari esok apa-apa yang bisa kau kerjakan hari ini ! (Ibnu Umar)

 حرّك يدك أُنْزِلْ عليك الرزق 

“ Gerakkan tangan_mu niscaya aku akan menurunkan rizki atas_mu” “Allah memberi rezeki kepada hambaNya sesuai dengan kegiatan dan kemauan kerasnya serta ambisinya.” (HR. Aththusi) 
Anda adalah ibarat perahu kokoh yang sanggup menahan beban , terbuat dari kayu terbaik, dengan layar gagah menentang angin. Kesejatian hidup anda adalah berlayar mengarungi samudra, menembus badai dan menemukan pantai harapan. Sehebat apapun perahu diciptakan, tak ada guna bila hanya tertambat di dermaga pengangguran. 

Dermaga adalah masa lalu anda. Tali penambat adalah ketakutan dan penyesalan anda . Jangan buang percuma seluruh daya kekuatan yang dianugerahkan pada anda. Jangan biyarkan masa lalu menambat anda disitu. Lepaskan diri anda dari ketakutan dan penyesalan. Berlayarlah, bekerjalah dan terus bekerja. Sesungguhnya Allah suka kepada hamba yang berkarya dan terampil (professional atau ahli). 

Barangsiapa bersusah-payah mencari nafkah untuk keluarganya maka dia serupa dengan seorang mujahid di jalan Allah Azza wajalla. (HR. Ahmad) Janganlah kau biarkan dirimu terkuasai oleh kemalasan, terperdaya oleh rayuan kemalasan. “Pengangguran menyebabkan hati keras (keji dan membeku)”. (HR. Asysyihaab) Yang memisahkan perahu dengan pantai harapan adalah topan dan badai, gelombang dan batu karang. Yang memisahkan anda dengan keberhasilan anda adalah masalah yang menantang. 

Di situlah tanda kesejatian teruji. Hakikatnya perahu adalah berlayar menembus segala rintangan. Hakikat diri anda adalah berkereasi dan berkarya menemukan kebahagiaan. yah memang yang dinamakan hidup itu adalah sebuah pergerakan, tidak bergerak berarti tiadanya unsur kehidupan, jika unsur kehidupan lenyap maka yang ada hanya sebuah kematian. 

Namun, agar manusia hidup itu tidak melonjak menjadi makhluq yang sombong, di penghujung suroh al Insyiroh itu Allah mengajarkan : “ dan kepada Tuhanmu, maka berharaplah hanya kepada-Nya “, sehebat apapun usaha yang kita lakukan, secepat apapun langkah yang kita gerakkan, secanggih apapun alat yang kita gunakan, semua itu tidak pernah lepas dari ketentuan Sang Maha Penentu Pemilik kehidupan. Memang Usaha tanpa do’a hampa, kerja keras tanpa tawakkal sia sia, bergerak tanpa berpasrah diri kepada-Nya, bersiap siaplah untuk kecewa ! Ayo kerjaaaaaaa.

Rabu, 29 Januari 2014

JANGAN PERNAH BOSAN MENCINTAIKU

 

 Istriku… Taatlah engkau kepada Alloh dalam mentaati suamimu, maka Alloh akan memuliakanmu, janganlah engkau membangkang perintah Alloh dengan jalan mengingkari perintah suamimu, karenanya Alloh akan menghinakanmu, jadikanlah engkau sumber kenikmatan baginya, dan janganlah engkau merasa menjadi sumber bencana baginya. Janganlah engkau pernah membangkang perintahnya sebagai bentuk kesetiaanmu padanya.
Menurut Ibn hazm : “Kedudukan sikap setia itu adalah salah satu naluri yang terpuji, pengertian yang mulia, dan akhlaq yang luhur”.

Istriku... kesetiaan adalah petunjuk yang kuat, bukti yang paling jelas, sumber yang paling baik, dan unsur yang mulia. Siapa pun orangnya pasti mengharapkan pasangan yang setia, tetapi terkadang manusia larut dalam hawanafsunya dan mengingkari nalurinya.

Naluri dasar manusia adalah:
 Menghormati kebiasaan orang yang dicintai
 Memelihara diri kala dia tidak ada
 Menutupi keburukanya dan menceritakan kebaikannya
 Tidak menghiraukan kekhilafan yang tidak disengaja

Dalam Hadis dikatakan: “ Janganlah seorang isteri minta cerai dari suaminya tanpa alasan (sebab yang dibenarkan), niscaya dia tidak akan mencium bau surga yang baunya dapat dirasakan pada jarak tempuh empat puluh tahun.” (HR. Ibnu Majah) 

Untukmu yang setia menemaniku, 
Aku masih mencintaimu, seperti saat-saat kita bertemu dulu. 
Untukmu yang setia mendampingiku, 
Aku masih menyayangimu, Laksana bintang malam yang tak bosan-bosannya mendampingi rembulan. 
Untukmu yang tak bosan mencintaiku, 
Aku ingin mencintaimu dengan indah, seindah aneka bunga taman surga, sayang. 
Untukmu yang selalu mengagung-agungkanku, 
Aku masih mencintaimu, Layaknya embun pagi yang tak bosan-bosannya sejukkan alam. 
Untukmu yang termuliakan oleh-Nya, 
Aku masih menyayangimu, Cintaaa, Laksana atmosfir yang kokoh yang setia melindungi dari sengatan matahari. 

Istriku... aral dan rintangan dalam kehidupan rumah tangga selaksa ujian kesetiaan, sebagai pematang kesetiaan dalam berumah tangga. ulama’ salaf berpendapat: “Cinta pasangan suami istri yang tanpa diiringi dengan ujian dan cobaan, maka cinta itu ibarat sebuah bangunan yang tinggi terbuat dari batu bata yang dibubuhi jerami, sedangkan ujian dan cobaan seperti api yang didekatkan pada bangunan cinta itu, maka api itu akan mematangkannya” 

Terhadap istriku... 
jangan pernah takut sayang karena aku selalu disisimu.

Terhadap istriku... 
Aku ingin mencintaimu dengan tulus Layaknya malam menyambut sang rembulan.

Terhadap istriku... 
Aku ingin menyayangimu Laksana sang surya yang tak bosa-bosanya menyinari bumi. 

Terhadap istriku... 
Aku merasa puas dengan keberadaanmu sayang, Layaknya aku puas terhadap kehidupan ini.

Terhadap istriku... 
Aku ingin melihat engkau tetap tegar, Setegar mentari yang terbit dari timur dan tenggelam ke barat. 

Terhadap istriku... 
Jangan pernah bosan untuk tetap menyayangiku.

Heee kira-kira...

MUNGKIN INI SAATNYA

 
Mungkin ini saatnya... 
Jiwa ini terikat cinta... 
Tak lagi sekedar mainan... 
Namun sebuah perjanjian,, 
Cinta tulus ini... 
semoga terwujud dalam sebuah akad... 
Ikatan hati tuk saling setia... 
Sehidup semati, satukan jiwa... 
Saat akad terucap... 
Sebagai wujud cinta kita... 
Sepenuh hati ku... 
Resmi jiwa ini ku-serahkan untukmu... 
Sebagai buah akad... 
Sebagai bentuk setia... 
Berjanjilah Sayank,,, 
katakan yang sebenarnya... 
Bahwa kita saling CINTA... I Love U Honey.....

Dia Anugrah Terindah


Ya… Dina namanya,
Dia lembut budi pekertinya,
Dia indah bagai kuntum bunga,
Dia anugerah terindah yang pernah ada.
Parasnya teduhkan jiwa rapuhku,
Tutur katanya sejukkan nadiku,
Senyumnya hiasi taman hatiku,
Dan canda tawanya menghangatkan hidupku.
Dialah kekasih hatiku,
Aku mencintainya,
Aku menyayanginya,
Sepanjang usia.
Kini aku dapat mengenal cinta,
Kini aku mengerti artinya cinta,
Karenanya aku dapat merasakan indahnya cinta,
Dan kini hidupku penuh dengan cinta. Terima kasih Tuhan…
Kau telah kirimkan Dina untukku,
Walau aku tau aku belum tentu memilikinya,
Aku bahagia telah mengenalnya.
Thank you God…

Hargamu Adalah Surga

Allah tabaraka wata’aalaa berfirman: “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka...” QS At Taubah:111. Sesungguhnya dunia hanyalah titipan-titipan belaka sebagaimana dikatakan oleh Labid: Tiadalah harta benda dan keluarga kecuali hanya titipan Dan sudah pasti pada suatu hari titipan-titipan mesti dikembalikan Dunia tidak sebanding dengan diri seorang mukmin sebagai harga keimanannya yang merupakan sesuatu yang melekat dalam hati dan dibenarkan oleh amalan. Tidak pula sebanding dengan apa yang didapatkan seorang mukmin sebagai harga jihadnya yang didasari oleh keimanannya. Karena inilah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: 1) “Dunia ini terlaknat (tidak ada artinya karena tidak diajuhkan dari rahmat Allah); terlaknat pula apa yang ada di dalamnya kecuali dzikrullah dan segala sesuatu yang mengantarkannya serta orang alim dan orang yang berusaha jadi alim”(HR Turmudzi, Ibnu Majah dan Baihaqi) 2) “Dua rakaat fajar lebih baik daripada dunia dan isinya”(HR Turmudzi Nasa’i) Maha benar Allah yang berfirman: “Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.“QS al Ankabut:64. Jadi dunia dan segala yang ada di dalamnya berupa emas, perak, kedudukan, rumah-rumah dan istana-istana dll sama sekali tidak berhak mendapatkan setetes air mata karena semuanya ini tidak bisa memperlambat ajal manusia meski hanya sedetik saja. Sungguh telah dikatakan: Diriku yang memiliki banyak sesuatu pasti juga akan sirna Lantas mengapa aku menangisi sesuatu yang musnah? Imam Hasan al Bashri mengatakan: [Jangan jadikan selain surga sebagai harga untuk dirimu karena diri seorang mukmin itu mahal. (sayang) justru sebagian mereka menjualnya dengan harga murah]. Dalam pribahasa Makkah dikatakan: “Surga tidaklah gratis” Al Arif billaah As Sayyid Ahmad bin Idris al Maghribi mengatakan: [Seluruh upaya manusia demi dunia di dalamnya ada kesulitan dan kerepotan. Ia tidak mendapatkan keinginan kecuali dengan kepayahan. Dan (meski begitu) terkadang ia tidak mendapatkan apa yang diinginkan. Seluruh upaya manusia demi akhirat begitu mudah dan sama sekali tidak terdapat kesulitan di dalamnya. Manusia bisa mendapatkan taman-taman, pepohonan dan sungai-sungai di surga. Maka betapa mudah usaha untuk akhirat dan betapa susah usaha-usaha demi dunia .] Seorang muslim yang terbina tidak menyesalkan sesuatu yang sirna karena segala sesuatu dalam kehidupan ini akan sirna kecuali DzatNya subhaanahu wata’aalaa. Dan karena seorang yang menyesalkan dunianya adalah seperti anak kecil yang menangis karena kehilangan mainannya. Muslim yang terbina juga menyadari bahwa ia menjadi begitu remeh (rendah) sesuai kadar penyesalannya atas sesuatu yang sirna tersebut. Akan tetapi (semestinya) seorang muslim yang terbina menyesal dan bersedih atas keimanannya yang berkurang, kesalahan-kesalahan, dosa-dosa dan keteledorannya dalam menjalankan ketaatan kepada Tuhannya. Sungguh masalahnya di sini adalah masalah nilai-nilai dan norma-norma. Masalah sikap-sikap dan risalah. Ini berbeda dengan orang-orang yang mencintai dan memilih kehidupan dunia. Merekalah yang disebutkan Allah dalam firmanNya: “Sesungguhnya mereka (orang kafir) menyukai kehidupan dunia dan mereka tidak memperdulikan kesudahan mereka, pada hari yang berat (hari akhirat).”QS al Insan:27. =والله يتولي الجميع برعايته=

GENERASI RABBANI, Darimana Memulainya?

I. Dari Al-Qur’an al karim,adalah firman Allah ta’aalaa: 1. “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar” QS An Nisaa’:9 (anak-anak yang lemah) a. Dalam imam dan Ilmu mereka selaku sarana yang mengantar pada ketinggian derajat mereka (QS al Mujadilah:11) b. sebab mereka menyia-nyiakan salat dan memperturutkan syahwat (QS Maryam:59) 2. “...Akan tetapi (dia berkata): “Hendaklah kamu menjadi orang-orang Rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya” QS Ali Imran:79. (Rabbani),bahasa ini dinisbatkan kepada bahasa ar Rabb secara qiyasi (diluar qiyasnya) sebab orang tersebut mengenal Tuhannya (Ar Rabb) sekaligus selalu taat kepadaNya. Dikatakan bahwa Rabbaani adalah seorang yang mentarbiyah (mendidik) manusia ilmu-ilmu dasar (kecil) sebelum ilmu-ilmu yang besar dimana dia berakhlak sebagaimana akhlak Allah dalam urusan tarbiyah. Disebutkan pula bahwa Rabbaani ialah seorang yang mendidik manusia dengan ilmu, amal, semangat, dan mencontohkan kepribadianya. Hal-hal tersebut berdiri diatas dua dasar: a. Mengajarkan Al Qur’an (karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab). Karena inilah Rasululluh shallallohu ‘alaihi wasallam memiliki perhatian besar terhadap pengajaran Al Qur’an khususnya bagi anak-anak kecil. Ini adalah tingkatan bagi pemula (al mubtadi’) b. Mengkaji Al Qur’an (dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya) artinya membaca Al Qur’an dengan pelan agar bisa menghafal atau merenungi maknanya. Dari sini bisa dimengerti bahwa bahasa mempelajari (Ad Dars) lebih sepesifik dari pada bahasa yang pertama (Ta’lim). Bahasa Ad Dars juga menutut adanya kondisi betul-betul memahami dengan kuat (tamakkun). Ini adalah tingkatan bagi seorang yang telah berada di tingkatan atas (al muntahi) karena Al Qur’an adalah ensiklopedia dan gudang pengetahuan pertama kali yang dikenal oleh manusia. Prinsip-prinsip ini memberikan faedah: 1. Mengarahkan anak-anak untuk menyakini sesungguhnya Allah adalah Tuhan mereka dan bahwa Al Qur’an ini adalah firmanNya. 2. Meresapnya ruh Al Qur’an kepada hati mereka dan bersinarnya cahaya Al Qur’an dalam hati, pemahaman dan indera mereka . 3. Mentalqin mereka Aqidah Al Qur’an sejak usia dini. 4. Mereka akan tumbuh berkembang dalam kencintaan dalam Al Qur’an dan memiliki ikatan dengannya; menjalankan perintah-perintahnya, menjauhi larangan-larangannya, berakhlak dengan akhlaknya serta berjalan sesuai manhaj-manhajnya sehingga mereka tumbuh di atas fitrah dan berikutnya cahaya-cahaya hikmah akan menerangi hati mereka sebelum dikuasai oleh hawa nafsu dan sebelum hati menjadi hitam oleh kotoran-kotoran maksiat dan kesesatan sebagaimana dikatakan dalam syair: Cinta kepadanya datang kepadaku sebelum aku mengerti apakah cinta, cinta itu akhirnya mengenai hati yang kosong sehingga melekat begitu kuat. 3. “ Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu”Ayat ini memberikan isyarat Manhaj Rabbaani dalam mendidik generasi.Seperti dalam rumus ini: II. Dari hadits Nabawi,adalah sabda Beliau Shallallahu alaihi wasallam Pokok ilmu ada tiga macam,sedang selain ini adalah fadhal: Tiga itu adalah ayat muhkamat, sunnah qa`imah. Dan hukum warisan yang adil” (HR Abu Dawud,Ibnu Majah dan Hakim dari Ibnu Amr bin Ash ra.hadits shahih atau lihat faithul qadiir 4:386) (Muhkamah) artinya adalah jelas dan tak ada samar sama sekali,(qoimah) artinya tetap dan langgeng,terjaga dan terus diamalkan,(adilah) artinya adil dalam pembagian. (fadhil): -yang jamaknya adalah fudhuul yaitu sesuatu yang tiada kebaikan didalamnya sehingga orang yang sibuk dengan sesuatu tak berguna tersebutdisebut fudhuulii. - atau jamaknya fadhaa’il yaitu sesuatu yang ada kebaikan didalamnya dan memang dianjurkan.

KESUKSESAN POHON BERBUAH AMAL

Allah tabaraka wa ta’ala: قَالَ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى : (           ) “Katakanlah: "Tiap-tiap orang berbuat sesuai keadaannya masing-masing". Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalanNya”QS al Isra’:84. Ada beberapa makna terkait penafsiran firman Allah (Alaa Syaakilatih) dalam ayat ini: 1. Sesuai titian alamiah atau asal kejadiannya 2. Sesuai niat yang menjadi landasannya 3. Sesuai madzhab yang ia jalankan 4. Sesuai perilaku yang dibiasakan olehnya sejak masa perkembangannya 5. Sesuai jalan yang dipilih oleh dirinya sendiri Semua makna ini saling berdekatan (saling terkait) dan Allah memberikan balasan kepada setiap orang sesuai amal masing-masing. Allah lebih mengetahui untuk memberikan balasan (pahala) bagi orang yang lebih benar (terarah) jalur, niat, madzhab, perilaku dan jalannya. Dan karena sesungguhnya kita telah membentuk jamaah ini sejak pertumbuhannya sehingga hari ini dengan fenomena yang ada di dalamnya dari gerakan dan manhaj nya, dengan berkah amal yang berkesinambungan, terus memandu (mengawal) perjalanannya, saling memberikan kepercayaan di antara individu anggota jamaah maka jamaah yang pada mulanya adalah benih yang ditanam kini telah berubah menjadi sebuah pohon yang berbuah karena anugerah dan pertolongan Allah. Allah berfirman: “Katakanlah: "Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan “QS Yunus:58. Kita bergembira dan menghaturkan pujian kepada Allah atas hal tersebut. Iya, tetapi tidak semua pohon bisa berbuah, maka carilah pohon-pohon yang bisa berbuah. Apakah buahnya? Buahnya adalah amal. Amal sangat identik dengan kehidupan. Karena itulah selama anda sebagai seorang yang masih hidup maka harus menjadi seorang yang terus beramal. Tidak ada yang mendorong untuk beramal seperti dilakukan oleh Islam yang telah menilai sama antara jarum di tangan seorang wanita yang memperbaiki urusan rumahnya dengan pedang di tangan seorang mujahid yang berperang di jalan Allah. Sungguh Islam menilai seorang mukmin yang bekerja sebagai kekasih Allah sebagaimana disabdakan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam: “Sesungguhnya Allah ta’ala mencintai seorang hamba mukmin yang bekerja” (HR Thabarani-Baihaqi), “Sesungguhnya Allah ta’ala mencintai jika salah seorang kalian melakukan amal maka ia melakukannya secara profesional”(HR Baihaqi), “Sesungguhnya Allah ta’ala mencintai dari seorang yang bekerja dan ketika bekerja maka ia bekerja dengan sebaik mungkin”(HR Baihaqi) . Dan demi menunaikan hak sesuatu yang memang harus kita syukuri berupa anugerah yang telah dihadiahkan Allah kepada kita maka perlu secara seksama mendengarkan hikmah-hikmah penting berikut ini: 1. Jangan berhenti dari suatu amal oleh karena kamu menganggap tidak lagi membutuhkannya 2. Jika beramal maka jangan menjadi orang yang lambat melakukannya. Dan hendaklah amalmu teratur secara rapi. Kemudian tetapilah kejujuran (shidiq) dan Istiqamah. 3. Amal yang paling utama adalah yang mengumpulkan kecepatan dan profesionalitas 4. Andai bukan karena langkah yang terus terayun dalam fase-fase amalan niscaya segala sesuatu yang terserak tidak pernah akan berubah menjadi sebuah rangkaian-rangkain (yang rapi), dan rahasia-rahasia kehidupan yang tidak diketahui juga tetap tidak pernah bisa terungkap. 5. Sekiranya sudah sampai pada harapan maka teruslah berusaha mencari tambahan. Jangan menghentikan amalan dalam batas tertentu, karena seringkali berhenti menjadi sebab kemunduran, dan seringkali tidak adanya usaha menambah menjadi sebab kemerosotan . Dan kami menutup (tulisan) ini dengan wasiat guru kami Abuya As Sayyid Muhammad bin Alawi al Maliki al Hasani yang pernah mengatakan: 1. Barang siapa melihat (dirinya) telah sampai (wushul) maka sesungguhnya ia telah terputus 2. Barang siapa melihat (dirinya) telah sampai maka sesungguhnya ia belum pernah memulai 3. Kamu senatiasa terus mencari dan mencari Dan kami memohon kepada Allah agar menyempurnakan amal serta penerimaan ketulusan amal. Amin.

Selasa, 28 Januari 2014

Iktirotsulloh Bi ‘ibaadih (Syarat Kepedulian Alloh kepada Manusia)

Alloh Subhanahu Wa Ta'ala befirman: قُلْ مَا يَعْبَأُ بِكُمْ رَبِّي لَوْلا دُعَاؤُكُمْ فَقَدْ كَذَّبْتُمْ فَسَوْفَ يَكُونُ لِزَامًا Katakanlah (keada orang-orang musyrik). "Tuhanku tidak mengindahkan kamu kalau bukan karena doamu." (Tetapi bagaimana kamu berdoa kepada-Nya), padahal sungguh kamu telah mendustakan-Nya? Karena itu kelak (azab) pati (menimpamu). (Q.S. Al Furqan: 77) Ya'ba'u : Memperdulikan Lizam : Menetapkan siksa, kehancuran, dan kerusakan di dunia dan akhirat. Bahasa doa dalam ayat di atas memiliki tiga kemungkinan makna: 1. Doa (Permohonan) Ini berarti ayat di atas adalah peringatan keras terhadap keberpalingan dari berdoa karena Alloh telah memberikan kabar gembira kepada kita terkait keutamaan berdoa dan sifat pemurah-Nya dalam memberikan pengabulan doa (istijabah). Dia berfirman, "Dan apabila hamba-hambaku bertanya kepadamu, maka (jawablah) bahwasannya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka beriman kepada-Ku agar mereka selalu berada dalam kebenaran." (Q.S. Al-Baqoroh: 186) "Dan Tuhanmu berfirman, 'Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.' " (Q.S. Al-Mu'min: 60) Jika demikian, berarti makna ayat di atas adalah: Katakan kepada mereka wahai Muhammad, "Alloh tidak akan peduli kepada kalian andai bukan karena doa dan permohonan pertolongan kalian kepada-Nya saat bencana (syada'id) melanda." (Lihat Shafwatut Tafasir : 2 / 371) Hadist-Hadits Doa a. Kewaspadaan tidak akan pernah bermanfaat dari qodar, tetapi doa bisa selalu bermanfaat dari sesuatu yang telah dan akan terjadi. Maka tetapilah doa oleh kalian. (H.R. Ahmad – Thobaroni) b. Sesungguhnya Alloh Dzat Maha Pemalu dan Maha Pemurah. Dia malu ketika salah seorang dari kalian mengangkat kedua tangan kepada-Nya lalu mengembalikan keduanya dalam keadaan kosong dan rugi. (H.R. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Hakim) c. Barangsiapa yang senang jika Alloh mengabulkan untuknya di waktu bencana dan susah maka hendaknya ia memperbanyak doa pada masa senang. (H.R. Turmudzi dan Hakim) Disebut oleh Ahmad Abdul Jawwad dalam buku Ad-Du'a Al Mustajab min Al Hadits wal Kitab, hal 50-51) d. Berusahalah mengenal Alloh di waktu senang maka Dia akan mengetahuimu di waktu susah." (H.R. Abul Qosim dalam Al-Jami' As Saghir 1/131) e. Tidak menolak qodho' kecuali doa dan tidak menambah umur kecuali kebaikan. (H.R. Turmudzi dan Hakim dalam Al Jami' As Saghir 1 / 205). Di sini ada petunjuk supaya bertawajjuh kepada Alloh dengan doa agar Dia memberikan kelembutan-Nya dalam qodho' dan qodar-Nya. Bentuk-Bentuk Pengabulan Doa Doa sudah pasti dikabulkan sebagaimana diberitakan oleh Alloh Subhanahu Wa Ta'ala sesuai dengan kehendak-Nya. Ada kalanya disegerakan, ditunda, atau berupa peleburan dosa. Berdasarkan sabda Rosululloh Shollallohu 'Alaihi Wasallam: Tiada seorang yang berdoa dengan doa tertentu kecuali dikabulkan untuknya; ada kalanya disegerakan baginya di dunia, ada kalanya ditunda (ditangguhkan) untuk di akhirat dan ada kalanya dosa-dosa dilebur darinya sesuai kadar doanya. (Hal itu) selama ia tidak berdoa dengan dosa, memutus sanak famili atau tergesa-gesa dengan berkata, 'Aku telah berdoa kepada Tuhanku dan Dia tidak mengabulkan untukku.' (H.R. turmudzi) Di sini ada pelajaran bahwa terburu-buru (isti'jal) dan menganggap lambat pengabulan doa adalah sebab tidak dikabulkannya doa. Selain itu, ada lagi sebab-sebab lain doa tidak dikabulkan. Sebab-Sebab Doa Ditolak a. Makanan, minuman, dan pakaian yang tidak halal. Wahai manusia, sesungguhnya Alloh Dzat Yang Bersih, tidak menerima kecuali yang bersih. Dan sesungguhnya Alloh memerintahkan orang-orang beriman hal yang telah Dia perintahkan kepada para utusan. Maka Dia berfirman, "Wahai para utusan, makanlah kalian dari yang bersih dan beramallah yang sholih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kalian perbuat." (Q.S. Al-Mu'minun: 5). Wahai orang-orang beriman, makanlah kalian dari yang bersih yang telah Aku rizqi-kan kepada kalian. (Q.S. Al Baqoroh: 172). Kemudian Beliau menyebut seorang lelaki yang melakukan perjalanan panjang dalam keadaan rambut awut-awutan dan berdebu seraya menjulurkan kedua tangan ke langit, 'Ya Tuhan, Ya Tuhan' sementara makanannya haram, minumannya haram, da ia dibesarkan dengan yang haram. Maka bagaimana mungkin ia dikabulkan? (H.R. Ahmad Muslim dan Turmudzi) b. Tidak mantap dengan pengabulan. Nabi Shollallohu 'Alaihi Wasallam bersabda: Berdoalah kalian kepada Alloh seraya kalian meyakini akan dikabulkan. Mengertilah bahwa sesungguhnya Alloh tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai dan lupa. (H.R. Turmudzi dan Hakim) Jangan salah seorang kalian berkata, "Ya Alloh, ampunilah saya jika Engkau berkenan, ya Alloh kasihanilah saya jika Engkau berkenan." Seharusnya ia memantapkan permintaan karena sesungguhnya tidak ada kebencian baginya. (H.R. Abu Dawud) c. Tidak Memperhatikan Tatacara dan Etika Berdoa Di antaranya adalah membaca tahmid dan sholawat kepada Rosululloh Shollallohu 'Alaihi Wasallam, seperti dalam hadits: Jika salah seorang kalian berdoa maka hendaklah memulainya dengan memuji Alloh ta'ala kemudian bersholawat kepada Nabi Sholalllohu 'Alaihi Wasallam kemudian ia bisa berdoa sesuai keinginannya." (H.R. Abu Dawud, Turmudzi, Ibnu Hibban, Hakim dan Baihaqi). Dalam riwayat Ibnu Syaikh yang artinya, "Doa terhalang dari Alloh sehingga dibacakan sholawat atas Muhammad dan ahli baitnya." Selain itu, masih banyak lagi etika berdoa yang semestinya harus dijaga. Hanya saja di sini bukan kesempatan untuk menyebutkannya. 2. Keimanan Ibnu Abbas berkata, "Andai bukan karena doamu" maksudnya andai bukan karena imanmu. (lihat Mukhtasar Ibnu Katsir 2/ 642) karena inilah Alloh tidak butuh pada kekafiran yang merupakan lawan keimanan dan kekafiran yang mengeluarkan pelakunya dari agama Islam yang terkait dengan orang-orang kafir, Alloh berfirman: وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا Dan Kami datang kepada amal yang mereka lakukan lalu Kami jadikan amal itu debu yang bertaburan (Q.S. Al Furqan: 23) Dalam ayat lain, Alloh juga berfirman, "... maka Kami tidak mendirikan timbangan untuknya pada hari Qiamat." (Q.S. Al-Kahfi: 105). "Dan orang-orang kafir adalah amal-amal mereka laksana fatamorgana di padang sahara yang disangka oleh orang kehausan sebagai air, tetapi ketika ia mendatanginya maka ia tidak menemukan sesuatu apapun.." (Q.S. An-Nuur : 39) Tentu yang dimaksudkan sebagai kekafiran di sini bukanlah kekafiran yang tidak menyebabkan pelakunya keluar dari Islam (kufur majaz) yang biasa disebut dengan maksiat seperti dijelaskan oleh Alloh, "Barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Alloh maka mereka adalah orang-orang kafir." (Q.S. Al-Maidah: 44). Ditanyai tentang ayat ini, Ibnu Abbas menjawab, "Mereka adalah orang-orang kafir, tetapi mereka tidak seperti orang yang mengingkari Alloh dan hari akhir. Dan seperti sabda Rosululloh Shollallohu 'Alaihi Wasallam, "Aku melihat mereka dan ternyata kebanyakan penduduknya adalah para wanita yang kufur." Dikatakan, "Apakah mereka kufur kepada Alloh?" Beliau menjawab, "Mereka kufur kepada suami dan mengingkari kebaikan." (H.R. Bukhori dari Ibnu Abbas). Juga seperti hadits: Mencaci seorang muslim adalah kefasikan dan memeranginya adalah kekafiran." (Silsilah Syu'abul Iman Bab Al Hubb Fillah) Cukup menjadi bukti kepedulian Alloh kepada hamba sebagi hadiah dari keimanan adalah ketika Dia menyelamatkan dan memberikan jaminan bebas dari keabadian tinggal di neraka kepada manusia beriman meski keimanan tersebut tidak disertai dengan amalan. Seperti dalam hadits, "Akan keluar dari neraka orang yang mengucapkan laa ilaah ilalloh sementara dalam hatinya ada sebobot atom keimanan." (H.R. Bukhori). "Tiada hamba yang berkata laa ilaaha ilallohu kemudian mati menetapi itu kecuali ia pasti masuk surga." (H.R. Muslim) Perawi hadits (Abu dzar) bertanya, "Meski ia berzina meski ia mencuri?" Beliau Sholallollohu 'Alaihi Wasallam menjawab, "Meski ia berzina meski ia mencuri" Ucapan hamba "Laa ilaaha illallohu" ini maknanya adalah pengakuan secara lisan serta pembenaran dalam hati dan bukan hanya sekadar mengucapkan dengan lisan. Selain itu, iman juga bisa menyelamatkan pemiliknya dari masuk neraka jika dibarengi dengan amal seperti disebutkan dalam hadits Abu Hurairah RA bahwa ada seorang Badui datang dan berkat, "Wahai Rosululloh, tunjukkanlah amal yang bila saya kerjakan saya akan amsuk surga!" Rosululloh Shollallohu 'Alaihi Wasallam bersabda: "Kamu menyembah Alloh dan jangan menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Kamu dirikan sholat. Kamu tunaikan zakat wajib. Dan kamu berpuasa Romadhon." Badui itu berkata, "Demi Alloh, selamanya saya tak akan menambah lebih dari ini sedikitpun dan juga tak akan mengurangi." Setelah badui pergi, Rosululloh Shollallohu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Siapa yang ingin melihat seorang dari penduduk surga maka lihatlah lelaki ini." (H.R. Muslim dalam Kitabul Iman) Dengan iman, manusia berhak menerima anugerah dan kemurahan Alloh berupa aneka ragam nikmat yang tidak terhitung, tidak terbilang seperti halnya syafaat dengan segala modelnya, peleburan dan pengampunan dosa, peningkatan derajat, dan lain-lain. Iman adalah sumber ketaqwaan dengan seluruh tingkatannya yang menjadikan manusia satu sama lain menjadi kekasih (al akhilla') kelak di hari kiamat sebagaimana firman Alloh: الأَ َخِلأَّءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلاَّ الْمُتَّقِينَ Para kekasih pada hari itu satu dengan yang lain adalah musuh kecuali orang-orang yang bertaqwa. (Q.S. Az Zukhruf: 67) Dan semestinya orang-orang yang saling mengasihi memiliki ciri-ciri seperti disebutkan Rosululloh Shollallohu 'Alaihi Wasallam terkait karakter kaum beriman, "Perumpamaan kaum beriman dalam keadaan saling memberikan mawaddah, rahmah, dan kasih sayang adalah laksana tubuh yang jika satu dari anggotanya sakit maka seluruh anggota ikut merasakan dengan tidak bisa tidur dan panas." (H.R. Ahmad Muslim) Tawaddud (saling memberikan mawaddah) adalah mewujudkan cinta di antara mereka dengan saling mengunjungi dan memberi hadiah ,Tarohum (memberi rahmat) adalah dengan menguatkan tali persaudaraan seiman (ruhama' bainahum). Ta'athuf (memberikan kasih sayang) adalah dengan satu sama lain saling memberikan pertolongan. Dengan itu semua maka kedengkian akan hengkang diantara mereka. Dan perlu diketahui bahwa sikap membiarkan kedengkian dan tidak berusaha mengusirnya dari hati adalah sia-sia belaka karena setiap orang diperintahkan untuk memohon ampunan bagi saudara Islam yang telah terlebih dahulu meninggal dunia. Alloh berfirman,                     •   "Dan orang-orang yang datang setelah mereka berdoa, 'Ya Tuhan kami, ampunilah kami dan saudara-saudara yang telah mendahului kami dengan keimanan, dan jangan jadikan kedengkian kepada orang-orang beriman (bersarang) di hati kami. Sungguh Engkau Maha Belas Kasih dan Maha Mengasihi." (Q.S. Al Hasyr : 10) 3. Ibadah Ibadah merupakan sebuah gambaran atau performa ketaatan seorang hamba. Maksudnya, Tuhan kalian tidak akan peduli dan tidak akan memperhatikan urusan kalian andai bukan karena ibadah dan ketaatan kalian. Sungguh, kemuliaan manusia bergantung pada kadar ma'rifah dan ketaatannya. Jika ini tidak ada maka antara dirinya dan hewan tidak ada perbedaan. Imam Az Zajjaj berkata, "Nilai dan standar apa yang kalian miliki jika memang kalian tidak beribadah kepada Alloh?" (Tanwirul Adzhan: 3 / 97). Ini karena manusia diciptakan Alloh agar mereka beribadah."       "Dan tak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka selalu beribadah kepada-Ku." (Q.S. Adz Dzaariyat : 56) Betapapun ibadah menjadi syarat perhatian dan kepedulian Alloh kepada hamba, akan tetapi yang mesti harus selalu diingat oleh seorang penyembah (al 'abid) adalah terlebih dahulu melihat dzat yang disembah, dan bukan melihat ibadah yang dilakukan. Seorang 'abid harus lebih mendahulukan melihat ibadah sebagai sarana dan penghubung antara dirinya dengan Alloh sebagaimana tersirat dari bacaan yang sering kita lantunkan, "Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepad-Mu kami memohon pertolongan." Disini maf'ul bih (obyek) didahulukan dan mengakhirkan kata kerja yang memberi faedah hashr (hanya) yang maksudnya bahwa ibadah adalah hak Alloh yang maknanya seorang muslim tidak boleh terperdaya (ightiror) melihat ibadah, tetapi harus melihat Alloh semata sebagai Dzat yang disembah. Apalagi dasar ibadah adalah ikhlas.         "Dan mereka tidak diperintahkan kecuali agar mereka menyembah Alloh dengan memurnikan agama untuknya.” (Q.S. Al-Bayyinah: 5). Disamping ikhlas dasar ibadah lainnya adalah ittiba',      •          "Katakanlah, jika kalian mencintai Alloh maka ikutilah aku dan Alloh akan mencintai kalian serta mengampuni dosa-dsa kalian." (Q.S. Ali Imron: 31). Rosululloh Shollallohu 'Alaihi Wasallam bersabda: Barangsiapa yang memperbarui dalam urusan kami apa-apa yang bukan bagian darinya maka ia ditolak. (Muttafaq 'Alaih) Adanya ikhlas dan ittiba' merupakan pertanda seseorang mampu berbuat ihsan dalam ibadah seperti diajarkan oleh Rosululloh Shollallohu 'Alaihi Wasallam kepada Mu'adz, "Wahai Mu'adz, Demi Alloh sungguh aku mencintaimu. Lalu aku berwasiat kepadamu, setiap selesai sholat maka jangan pernah meninggalkan doa, 'Ya Alloh berikanlah pertolongan kepadaku untuk berdzikir, bersyukur, dan beribadah dengan baik kepada-Mu." (H.R. Ahmad, Abu Dawud, Nasa’i, Ibnu Huzaimah, Ibnu Hibban, dan Hakim). Abu Hurairah juga meriwayatkan sabda Rosululloh Shollallohu 'Alaihi Wasallam, "Apakah kalian ingin bersungguh-sungguh dalam berdoa? Ucapkanlah: Ya Alloh berikanlah pertolongan kepadaku untuk berdzikir, bersyukur dan beribadah dengan baik kepada-Mu. (H.R. Ahmad)

PARADIGMA RIYA’ DALAM IBADAH,PENAMPILAN & JABATAN

Riya’ merupakan etika tercela dalam Islam.Riya’ yang berarti berbuat untuk dipuji orang lain berangkat dari pola manusia ingin tingkah lakunya dilihat,dipuji dan disanjung disatu sisi,dan disisi lain tidak ingin tingkah lakunya dicela dan dipandang remeh,yang ujung-ujungnya adalah keinginan untuk mendapat tempat di hati manusia dalam bentuk sanjungan,jabatan maupun materi. Riya’ termasuk perilaku yang bisa menghapus pahala beramal (al-muhlikat) seperti halnya iri,dendam dan sebagainya.Karena sokoguru beramal adalah ikhlas,sementara riya’ mengesampingkan keikhlasan.Riya’ dikenal dengan syirik ashghor (syirik kecil) karena riya’ seakan-akan menciptakan sekutu sebagai tujuan dalam beramal di samping Alloh swt.Riya’ juga disebut dengan syirik khofi (syirik tersamar) karena godaannya dalam memalingkan manusia dari keikhlasan sangat halus dan lembut.Dalam sebuah hadis qudsi,Alloh swt berfirman: “Aku adalah Dzat yang paling tidak butuh dengan persekutuan.Barangsiapa mengerjakan amalan yang mempersekutukan orang lain dengan-Ku,maka Aku mengabaikan dia dan persekutuannya.”(HR.Muslim) Dalam Hadis yang lain disebutkan: “Sesungguhnya hal yang paling aku cemaskan terhadap kamu adalah syirik ashghor.Mereka bertanya: “Apakah syirik ashghor itu? Beliau menjawab: “Riya”. (HR.Ahmad) Riya’ Dalam Ibadah Riya’ yang jelas-jelas tercela sebagaimana dimaksud dalam hadis dan keterangan di muka adalah riya’ dalam ibadah.Riya’ dalam pola ibadah ini tercela karena ibadah selayaknya hanya diperuntukkan bagi Alloh swt (lillah),ikhlas karena-Nya.Sementara tujuan ibadah itu,oleh perilaku riya’ dipalingkan menjadi agar dilihat,dipuji dan disanjung manusia. Alloh swt berfirman: “Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya,maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya.”(QS.Al Kahfi:110) Pada ayat yang lain Alloh swt berfirman: “Dan mereka tidak disuruh kecuali supaya beribadah kepada Alloh,dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam menjalankan agamanya,dengan lurus.”(QS.Al Bayyinah; 5) Gambaran riya’ dalam ibadah tampak seperti diilustrasikan Rosululloh saw dalam hadis berikut: الا اخبركم بما هو اخوف عليكم “Maukah kamu aku beritahu tentang sesuatu yang lebih aku cemaskan terhadapmu daripada Dajjal al-Masih? Sahabat menjawab serentak: “Iya”.Beliau menerangkan: Syirik yang tidak kentara.Seseorang berdiri melakukan sholat lalu memperindah sholatnya sedemikian rupa karena mengetahui ada orang lan melihatnya”.(HR.Ahmad) Semua yang dimaksudkan sebagai ibadah,seperti sholat,puasa,sedekah,menuntut ilmu,memberikan mau’idzoh,penyembelihan,dsb agar mendapatkan penerimaan maka harus dihindarkan dari unsure-unsur riya’.Untuk itu,solusinya adalah ibadah itu disamarkan,kecuali untuk tujuan tertentu yang lebih mashlahah atau kecuali bila hakekat suatu ibadah memang menuntut keterusterangan dan keterbukaan.Namun,sesunguhnya solusi yang paling elegan (indah) dari itu semua adalah menata niat dan menata hati. Riya’ Dalam Penampilan Berbeda dengan riya’ dalam ibadah yang tercela,riya’ (ingin dilihat dan diperhatikan) dalam hal penampilan bisa dikatakan wajar.Orang ingin berpakaian,berkendaraan,berumah,dan berpenampilan yang indah.Naluri manusia mengatakan dirinya ingin terlihat indah di depan manusia.Sebagian besar manusia juga ingin tidak terlihat kurang di depan manusia yang lain. Ingin dilihat dan diperhatikan (riya’) dalam penampilan semacam itu diberikan toleransi,selama ukurannya adalah pola tajmil (bersikap indah),tak menjurus kepada pola tazyin (berhias) yang berarti melampaui batas dan berlebih-lebihan.Imam Al Ghozali yang bersikap keras terhadap riya’ pun di awal-awal karya terbesarnya,Ihya’ Ulumiddin,menulis bahwa Alloh swt menyukai seorang hamba berpenampilan indah dalam rangka hendak bertemu teman-tenmannya.Sabda Rosululloh saw: “Sesungguhnya Alloh suka melihat pengaruh nikmat yang diberikan kepada hamba-Nya.”(HR.Ahmad) Orang yang berpenampilan indah dalam pakaian,kendaraan,rumah dan sebagainya lalu membuatnya sombong,angkuh,bangga diri,maka arogansi itu adalah persoalan lain.Tercelanya adalah karena sombong,angkuh dan bangga diri.Tidak ada kaitannya dengan ingin dilihat dan diperhatikan (riya’).Karena ada juga orang yang tidak berpenampilan indah namun juga sombong,angkuh dan banggga diri.Rosululloh saw bersabda: “Tidak masuk surga orang yang dalam hatinya terdapat sebiji kecil kesombongan.Seorang bertanya: “Bagaimana dengan orang yang berupaya baju dan sandalnya tampak bagus? Beliau menjawab; Sesungguhnya Alloh adalah Dzat yang indah.Dia menyukai keindahan.Kesombongan adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.” (HR.Muslim) Riya’ Dalam Jabatan Jabatan,selama ini tampak menjadi ajang riya’,dalam arti ingin dipuji dan diperhatikan.Pamer kekuatan,unjuk kebolehan,pamer kekuasaan dsb.Atas dasar ini,sebagian orang alergi dengan melamar,mendaftar,menawarkan dan mengajukan diri untuk suatu jabatan tertentu. Sebetulnya,keinginan untuk menggapai jabatan tertentu dengan melamar dan menawarkan diri hukumnya diperbolehkan sebagaimana keinginan berpenampilan yang indah juga diperbolehkan.Walalupun diminta dan diberi jabatan,tanpa harus meminta,terasa lebih tenteam dari pada pola meminta,melamar dan menyodorkan diri.Asal tidak menghalalkan segala cara seperti filsafat Machiavelis dan tidak super konfiden (ekstra yakin dan kelewat percaya diri) yang dikenal dengan post power syndrome (sindrom puncak kekuasaan). Jika menawarkan diri dan menyodorkan diri untuk suatu jabatan tidak boleh,tentulah Nabi Yusuf ‘alaihis salam tidak melakukannya.Kenyataannya,beliau menyodorkan diri menduduki jabatan bendahara Negara.Firman Alloh swt: “(Yusuf) berkata: Jadikanlah aku bendaharawan Negara (Mesir),sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga lagi berpengetahuan.”(QS.Yusuf: 55) Alasan beliau melamar jabatan itu adalah karena beliau “pandai menjaga lagi berpengetahuan”,seperti disebutkan dalam penghujung ayat.Ini menunjukkan selama memiliki kelayakan (layaqoh,kapabilitas) untuk mengelola suatu jabatan tertentu,maka tidak ada salahnya seseorang melamar dan menawarkan diri.Hal ini demi menutup pintu orang-orang yang tidak layak memasukinya.Suatu kekhawatiran adalah manakala jabatan diisi oleh orang-orang yang tidak memiliki kelayakan. Kaitannya dengan larangan Rosululloh saw kepada Abu Dzar Al Ghifari menjadi Amir karena beliau memahami ketidakcocokan sahabat yang dicintainya itu mengelola kekuasaan.Walaupun diakui sisi akseptabilitas (moralitas) sahabat besar itu sangat agung dan luhur.Rosululloh bersabda: “Abu Dzar! Sesungguhnya aku melihatmu lemah,sedang aku mencintaimu sebagaimana mencintai diriki sendiri.Janganlah sekali-kali kamu menjadi Amir atas dua orang,juga jangan sekali-kali menjadi pengurus harta anak yatim.”(HR.Abu Dawud) Hal yang sama pernah disampaikan Rosululloh kepada sahabat Abdurrohman bin Samuroh dan golongan para sahabat Anshor.Karena mayoritas latar belakang mereka adalah bertani dan berternak yang lazim tidak memiliki kecakapan dibidang kekuasaan. Sebagai kesimpulan uraian di muka,dalam hal ibadah,riya’ harus dihindari.Karena ibadah tidak akan diterima dengan riya’.Sementara berkaitan dengan penampilan dan jabatan,riya’ didalamnya terasa lebih longgar dibanding dengan riya’ dalam hal ibadah. Hal ini sesuai dengan pendapat Imam Ibnu Qudamah Al Maqdisi dalam Minhajul Qoshidin.Dia mengelompokkan riya’ dalam dua kategori.Pertama,riya’ yang haram,yaitu riya’ dalam hal ibadah.Kedua,riya’ yang tidak bisa dianggap haram serta merta,yaitu riya’ dalam hal non ibadah. Menarik apa yang disampaikan oleh Imam Ja’far As Shodiq.Beliau mengatakan: “Sesuatu yang aku peruntukkan untuk Alloh (ibadah),aku merahasiakannya.Sedang sesuatu yang aku peruntukkan bagi kalian (non ibadah),aku menampakkannya.” Wallohu A’lam

Senin, 27 Januari 2014

JADILAH ANDA SEPERTI BAHU

 

Shobat... jadilah anda seperti bahu, bukan karena fungsinya sebagai penopang kepala, bukan pula berfungsi sebagai pemikul harta, bukan. Tapi lebih karena bahu dapat menahan kepala seorang teman atau orang yang anda sayangi disaat mereka menangis, disaat mereka sedang dilanda kesedihan. Kadang-kadang dalam hidup ini, semua orang butuh bahu untuk menangis. Aku cuma berharap , supaya anda punya cukup kasih sayang dan teman-teman, agar anda punya bahu untuk menangis kapan pun anda membutuhkan. 

Shobat... jadikanlah keberadaan anda di dunia ini seperti keberadaan bahu, agar anda tidah menjadi orang yang egois, yang mementingkan diri sendiri tanpa menghiraukan orang lain. Tetapi jadilah anda orang yang simpati terhadap penderitaan yang dialami oleh orang lain, sekalipun hanya sebatas menjadi pendengar curhat. 

Orang akan melupakan apa yang anda katakan. Orang akan melupakan apa yang anda lakukan. Tapi, orang TIDAK akan pernah LUPA bagai mana anda membuat mereka ber’arti.
 تعاونوا على البِرّ والتقوى . 

Dalam ayat ini Alloh memerintahkan hambanya agar saling tolong menolong dalam berbuat baik pada sesamanya terlebih dahulu dari pada perintah takwa. Karena berbuat baik adalah hal yang lebih memberi manfaat pada orang lain ataupun alam lingkungan. Sementara sikap takwa bersifat lazim (bermanfaat untuk diri sendiri). 

Betapa banyak orang yang masuk surga karena akhlaknya, karena sikap toleransinya pada sesama dari pada shalat dan puasanya. Seseorang yang gemar dengan ibadahnya, sholat, puasa, zakat, dll namum enggan bergaul dengan sesama, menutup diri tanpa memberi kesempata pada sesamanya untuk berbuat baik, tidak peduli dengan urusan orang lain, tidak ingin mengurangi beban yang dipikul shahabatnya. 

Maka karena sikap egonya - sekalipun dengan pahalanya yang melimpah ruah - akan menghambat laju dirinya untuk masuk ke surga. Dari Ibn Umar “Sungguh telah datang suatu masa atas kita dimana tidak ada satupun seseorang yang lebih berhak atas hartanya dari pada saudaranya, sedang sekarang ini dinar dan dinar lebih dicintai dari kita dari pada saudara kita muslim, saya telah mendengar baginda Rasul saw bersabda;
 (كَمْ مِن جارٍ مُتَعَلِّقٍ بجارِه يومَ القيامة. يقول ياربِّ هذا أغْلَقَ بابَه دُوْنِى فمَنَعَ مَعْرُوفَه) 

“Betapa banyak tetangga yang terikat dengan tetangganya yang lain di hari kiyamat. Mereka berkata: ya Tuhan, orang ini (selama di dunia) selalu menutup pintunya dari kami, sehinga dia menghalangi kami untuk berbuat baik” Yuk saling Tolong…

Minggu, 26 Januari 2014

BAHAYA KEKOSONGAN

“Jangan ada kekosongan dalam hidup kita, karena kekosongan bisa membinasakan.” Orang yang melewati satu hari dalam hidupnya tanpa ada satu hak yang ia tunaikan atau suatu fardhu yang ia lakukan atau kemuliaan yang ia wariskan atau kebaikan yang ia tanamkan atau ilmu yang ia dapatkan, maka ia telah durhaka kepada harinya dan menganiaya terhadap dirinya. (Dr. Yusuf Al Qordhowi, Al Waqtu fi Hayatil Muslimin, hlm.13) Hidup dengan melakukan kesalahan akan tampak lebih terhormat, dari pada selalu benar karena tidak pernah melakukan apa-apa. Ada tiga macam kekosongan yang kita harus senantiasa waspadai: 1. Kekosongan akal 2. Kekosongan hati 3. Kekosongan jiwa. “Hari-hari adalah lembaran baru untuk goresan amal perbuatan. Jadikanlah hari-harimu sarat dengan amalan yang terbaik. Kesempatan itu akan segera lenyap secepat perjalanan awan, dan menunda-nunda pekerjaan tanda orang yang merugi. Dan barangsiapa bersampan kemalasan, ia akan tenggelan bersamanya.” (Ibnul Jauzy, Al Muhdisy, hlm.382) Dikatakan: من علامة المَقْتِ إضاعةُ الوقتِ “Di antara tanda kemurkaan Alloh adalah mensia-siakan waktu” Bukankah Nabi kita Muhammad SAW memberi motivasi pada umatnya, supaya selalu berkarya. Memanfaatkan waktu untuk mencari bekal esok hari. Bahkan beliau benci terhadap pemuda yang leha-leha tanpa aktifitas yang jelas, sebagai mana dikatakan didalam Hadis: “Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan engkau hidup selamanya. Dan Beramalah untuk akhiratmu seolah-olah engkau mati esok hari” (HR. Tirmidzi) Maka bekerjalah dengan memberi manfaat untuk dunia dan akhirat anda, pada alam sekitar anda, ukirlah nama anda dipapan kehidupan, catatlah dalam lembar sejarah kehidupan umat manusia “Orang paling kreatif” .

Sabtu, 25 Januari 2014

JANGAN SERAKAH

 

 Kalau kita mencoba untuk merenung sejenak dan melupakan semua kesibukan sehari-hari maka kita akan menyadari bahwa manusia jaman sekarang ini paling lama umurnya 80 tahun. Itupun sudah termasuk panjang umur. Tapi kita sering lupa akan hal ini, sehingga kita mati-matian mengejar uang, harta, jabatan dan mengabaikan hati nurani kita. Kita menginjak dan menghina orang yang tidak seberuntung kita dan kita menjilat serta mencari muka terhadap orang kaya dan berpangkat. Kita menilai orang dari mobil, rumah, harta, atau jabatannya dan bukan pada pribadi seseorang. Ini yang membuat kita menjadi orang yang egois, serakah, sombong, materialis dan membutakan hati nurani kita sendiri. Masing-masing orang bersaing untuk saling melebihi dan pamer kekayaan, pamer rumah, pamer mobil, dan lain sebagainya. Padahal itu semua hanya membuat orang yang tidak seberuntung kita menjadi panas hati dan iri hati.

     • 

 “kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan” (yang kamu megah-megahkan di dunia itu). (At Takatsur: 8) 

Dari ayat tersebut dapat kita fahami bahwa Allah tidak akan menanyakan apa-apa yang memang menjadi kebutuhan kita ( Makan, Minum, Pakaian, Rumah dll). yang akan Allah tanyakan adalah yang lebih dari kebutuhan pokok (primer). Bahkan Allah melarang hambanya yang berbuat aniaya, dengan jalan mengharamkan sesuatu yang Allah halalkan, Dalam firman-Nya: 

       •           

 Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (Q.S Al Maa’idah: 87)

          

 Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (Q.S Al A’raaf: 31) 

 janganlah melampaui batas yang dibutuhkan oleh tubuh dan jangan pula melampaui batas-batas makanan yang dihalalkan. Untuk itu kita harus sadar dan ingat bahwa hidup ini tidak semata-mata mengejar uang, harta, jabatan, tapi yang utama hidup ini harus kita isi dengan perbuatan-perbuatan yang berguna dan bermanfaat bagi diri kita sendiri, orang lain, maupun bagi alam lingkungan. Itu semua akan membuat kita merasa puas, bahagia, rendah hati dan mempunyai empati terhadap orang yang tidak seberuntung kita. Rezeki kita tidah akan habis, malahan rezeki kita akan lancer dan tidak terputus bila kita mau membagi sebagian dari rezeki kita untuk orang-orang yang memang benar-benar membutuhkan bantuan kita. Marilah hidup ini kita isi dengan perbuatan-perbuatan yang berguna dan bermanfaat bagi diri kita sendiri, orang lain, maupun bagi alam lingkungan.

Jumat, 24 Januari 2014

SATU LANGKAH KE DEPAN

فَإِذَا فَرَغْتَ فَانْصَب “Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain”. Tetaplah bergerak maju, sekalipun lambat. Karena keadaan tetap bergerak, sama halnya anda menciptakan kemajuan. Adalah lebih baik bergerak maju , sekalipun pelan. Dari pada tidak bergerak sama sekali. Dalam hidup kita sering merasa buntu hanya karena kita ingin mengambil satu langkah yang teramat besar. Akibatnya, masalah kita jadi terlihat besar sekali, kompleks dan tak terselesaikan. Hasilnya, anda hanya termenung dan tidak bergerak. Sabar dan coba mundur sebentar, perhatikan tantangan anda. Tidahkah lebih memungkinkan bagi anda untuk mengambil langkah-langkah pendek terus menerus, ketimbang berusaha menelan semua masalah sekaligus. Satu langkah kecil demi satu langkah kecil, asalkan anda tidak berhenti, adalah cukup, karena anda masih memiliki hari esok dan masih ingin bergerak maju. Dan bukan berhenti. • حَبَّة حبة بارك فيها المولى تلقى حبوب . – ابوي “Sebiji demi sebiji yang senantiasa mendapat berkah, lama-kelamaan akan menjadi beberapa biji” (Abuya As Sayyid Muhammad Al Maliky) Pepatah mengatakan “Ribuan kilometer langkah dimulai dengan satu langkah. Dan sebuah langkah besar sebenarnya terdiri dari banyak langkah-langkah kecil” Dalam islam tak ada kata berhenti, atau kata pension. لا تُقاعِدَ فى الإسـلام “Tidak ada istilah pensiun dalam Islam” وقد قيل : مُتْ قاعِدا أيّها المُتَقاعِدُ !! “Dikatakan “Matilah dengan keadaan duduk , wahai... orang yang pensiun.”

SIKAP OPTIMIS

   “Bukankah subuh itu sudah dekat?” (Q.S Huud: 81) Membaca ayat diatas seolah-olah kita mendengarkan Alloh berfirman kepada kita, seolah Allah memerintahkan kita dan memperingatkan pada kita, menceritakan pada kita suatu kisah yang tidak kita ketahui sebelumnya, dan mengajari kita supaya kita jadi pihak yang selalu optimis dan selalu berusaha untuk melihat kesempatan disetiap kegagalan, melihat terang disetiap kegelapan, menegur kita janganlah bersikap pesimis yang hanya melihat kegagalan di setiap kesempatan. Dalam hidup ini ada kalanya tiba masa-masa sulit, yang membuat hidup serasa penuh kepedihan dan keluh kesah. Namun pada saatnya jua tibalah masa-masa kegembiraan ; yang membuat hidup terasa ringan dan terang. Tanpa sadar bibir kita akan basah dengan senyuman. Sesungguhnya kesedihan kegembiraan itu ada saatnya. Masing-masing; kekecewaan, keriangan dan emosi-emosi lainya hanyalah bersifat sementara. Sebagaimana sesaatnya malam di hapus siang, atau sebaliknya. Tak selamanya kesedihan dan kegembiraan akan melanda anda. Semua itu datang silih berganti, Tanpa selalu dapat di nanti. “Orang positif selalu melihat donat sedangkan orang pesimis melihat lobangnya saja”. Pandanglah setiap masalah sebagai kesempatan. Hanya bila cuaca cukup gelaplah anda dapat melihat bintang, bagaimana mungkin anda dapat melihat bintang di siang hari ?? itulah sebabnya kenapa agama menganjurkan pada pemeluknya agar senantiasa optimis. Anda dapat mengembangkan keberhasilan dari setiap kegagalan yang anda temui. Keputus_asaan dan kegagalan adalah dua batu loncatan saja untuk menuju keberhasilan. Belajar dari kegagalan membuat kita menjadi arif, bijak sana dalam menyikapi setiap permasalahan hidup. Setiap manusia tak akan pernah lepas dari masalah, karena masalahlah yang justru akan mendewasakan kita. Jadi “Bukan bagaimana kita terlepas dari masalah, tapi bagaimana sikap kita dalam menghadapi sebuah masalah”. Sampai kapanpun kita tidak akan dapat lepas dari masalah, tapi kita hnya dapat menyikapinya saja . Dikisahkan : “konon ada seorang arif yang pergi jauh dengan berjalan kaki, Cuma yang aneh, setiap dia dihadapkan jalan yang menurun , sang arif konon agak murung, tetapi ketika jalan sedang mendaki ia tersenyum.” Hikmah apakah yang bisa kita petik dari kisah ini..?? Itu adalah gambaran manusia yang telah matang dalam meresapi asam garam kehidupan. Itu perlu kita jadikan cermin. Ketika bernasib baik, sesekali perlu kita sadari bahwa suatu ketika kita akan mengalami nasib buruk, kita pasti akan temui permasalahan yang tidak dapat kita hindari, tidak kita ingini, yang bisa menimpa kapan saja, dimana saja. Dengan demikian hendaknya kita tidak terlalu gembira dengan apa yang telah kita peroleh sampai lupa bersyukur pada sang maha Pencipta. Ketika nasib sedang buruk, kita memandang masa depan dengan tersenyum optimis. Optimis saja tidak cukup, kita harus mengimbangi optimisme itu dengan kerja keras, tidak pernah menyerah dan putus asa. Go Optimis…

Senin, 13 Januari 2014

Seputar Qunut

Siapa tak kenal Imam Syafi’i? Bapak ushul fiqih ini tak hanya tenar karena kepakarannya di bidang hukum Islam. Sejumlah ulama menilai, Imam Syafi’i juga layak dianggap pelopor disiplin keislaman lainnya, seperti ilmu tafsir dan musthalah hadits. Terlahir dengan nama Muhammad ibn Idris, Imam Syafi’i tumbuh sebagai pribadi yang cerdas dan kritis. Memang ia sangat memuliakan dan mengagumi guru-gurunya. Namun, proses pencarian kebenaran yang gigih membawanya ke panggung ijtihad yang mandiri. Imam Syafi’i sukses membangun mazhabnya sendiri, terutama fiqih. Tak pelak, Imam Syaf’i pun berbeda pandangan dengan para pendiri mazhab fiqih lain, baik gurunya sendiri, Imam Malik; pendahulunya, Imam Hanafi; ataupun muridnya, Imam Hambali. Soal qunut misalnya. Imam Hanafi dan Imam Hambali tegas bahwa qunut tak sunnah pada sembahyang shubuh, kecuali pada sembahyang witir. “Dalam sembahyang shubuh, Nabi melaksanakan qunut hanya selama satu bulan. Setelah itu tidak,” dalihnya. Imam Syafi’i menolak pendapat ini. Dengan dalil yang tak kalah kuat, ia meyakini qunut shubuh juga berstatus sunnah. Sebagai ulama yang konsekuen, Imam Syafi’i tak putus membaca qunut shubuh sepanjang hidupnya. Selalu. Kecuali pada suatu hari yang aneh. Ya, saat itu Imam Syafi’i meninggalkan qunut shubuh. Perilaku ganjil yang sepintas tampak mengkhianati buah pikirannya sendiri ini terjadi di Baghdad, Iraq. Persisnya, di dekat sebuah makam. Mengapa? Ternyata Imam Syafi’i sedang menaruh hormat yang tinggi kepada ilmu dan jerih payah pemikiran ulama lain, kendatipun berseberangan dengan pahamnya. Karena di tanah makam di sekitar tempat ia sembahyang itu telah bersemayam jasad mujtahid agung, Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit alias Imam Hanafi..

ISLAM AGAMA YANG SEMPURNA

"Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Kuridhoi Islam itu menjadi agama bagimu" [QS. Al Maidah (5) : 3] Islam adalah agama yang sempurna diantara sekian banyaknya agama-agama di muka bumi; entah itu agama samawi atau agama produk manusia sendiri dan konsep yang ditawarkan merupakan konsep yang sempurna bagi kehidupan manusia dalam setiap orientasinya (hal mencari pedoman). Bahkan dalam kenyataannya pun, Islam merupakan konsep yang sempurna bagi alam semesta, kehidupan, dan manusia. Yaitu konsep yang sempurna dan peraturan yang mengurus dan mengatur kehidupan. Mengurus masalah ekonomi, sosial, jasmani dan ruhani. Mengarahkan pemikiran, perasaan, dan ritual keagamaan, serta meluruskan prilaku dan perbuatan dalam realitas kehidupan. Sebenarnya kita hidup berislam ini, diatur oleh Islam agar kita menjadi kholifah yang baik di muka bumi, agar kita meramaikan kehidupan ini dengan misi kasih sayang. Betapa dalam shalat Allah mengajari kita supaya kita sebagai hamba-Nya menteladani sifat kasih saying-Nya. Islam adalah agama yang mempunyai visi dan misi yang jelas Islam adalah Agama social, karena Islam diturunkan untuk manusia sebagai makhluk social Islam menjadikan Al Qur’an dan As Sunah sebagai pedoman. Al Qur’an adalah tuntunan yang tak pernah lekang oleh ruang dan waktu, Ia tak pernah lekang bagai manapun majunya sebuah perekonomian, bagai manapun majunya pradaban, atau bagai manapun majunya sebuah kebudayaan setempat. Disampin Al Qur’an sebagai pegangan utama, Hadis Nabi adalah penyempurnanya Al Qur’an secara : 1. Intelektual : Memberikan ilmu yang mencerahkan, Al Qur’an adalah lautan ilmu yang tak pernah surut, gudang yang tak akan pernah habis sekalipun jin dan manusia berbondong-bondang hendak mengurasnya. 2. Emosional : Memberikan belaian dan obat hati yang dapat menentramkan bagi siapa saja yang mau membaca dan mendengarkannya. Member seteguk air yang dapat menghilangkan dahaga. 3. Spiritual : Dengan membacanya seolah mendengar Tuhan berfirman kepada kita, seolah Allah memerintahkan kita dan melarang kita, menceritakan pada kita suatu kisah yang tidak kita ketahui sebelumnya. Bagaimana belanda telah menjauhkan kita dari konsep islam , mereka berusaha menghapus akidah islam dari dada kita, mereka berencana memasung pikiran-pikiran anak bangsa, dengan cara melarang kitab-kitab tafsir, mereka dengan ketat menyeleksi keluar masuknya kitab-kitab tafsirs

Jumat, 10 Januari 2014

BUNDA PUISI HIDUPKU

 
 Ibu sedikit sekali mengajari puisi untukku, 
bahkan hampir tak pernah, 
tapi semakin lama kuamati dan kurenungi, 
ternyata senyuman Ibu adalah puisi, 
tatapan Ibu adalah puisi, 
teguran Ibu adalah puisi, 
belaian dan doanya adalah puisi, 
setiap apa yang diperbuatnya adalah puisi, 
bahkan semuanya lebih dari puisi, 
aku sadar betapa banya puisi yang beliau sampaikan dalam kehidupanku, 
terima kasih Ibu atas puisi-puisi kasih sayang yang pernah Ibu ciptakan untukku, 
hingga membentukku begini rupa. 
SELAMAT MALAM Bu… 
aku rindu…

Senin, 06 Januari 2014

Madza Nuqoddimu Li Godd??

Alloh Swt berfirman: k‰r'¯»tƒ šúïÏ©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# öÝàZtFø9ur Ó§øÿtR $¨B ôMtB£‰s% 7‰tóÏ9 ( (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 ¨bÎ) ©!$# 7ŽÎ7yz $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÇÊÑÈ Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS al Hasyr: 18) Berkaitan dengan momentum tahun Baru Hijriyah yang disebut-sebut banyak orang sebagai momentum introspeksi dan momentum kebangkitan,mari kita renungkan petikan ayat di atas yang berbunyi: 7‰tóÏ9MtB£‰s% $¨B §øÿtRÝàZtFø9ur dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang Telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); Ayat ini bermakna seruan kepada kita masing-masing unutk memperhatikan apa yang telah kita perbuat di dunia hari ini untuk hari esok,yaitu kehidupan di akhirat.Perbuatan untuk hari akhirat dijadikana ukuran karena akhiratlah kehidupan yang hakiki (al hayawan) ,sementara dunia adalah kehidupan yang fana yang diciptakan justru sebagai ladang amal menuju akhirat..Alloh swt berfirman: tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#rãy_$ydur (#r߉yg»y_ur ’Îû È@‹Î6y™ «!$# ôMÏlÎ;ºuqøBr'Î/ öNÍkŦàÿRr&ur ãNsàôãr& ºpy_u‘yŠ y‰YÏã «!$# 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ç/èf tbrâ“ͬ!$xÿø9$# ÇËÉÈ Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta, benda dan diri mereka, adalah lebih Tinggi derajatnya di sisi Allah; dan Itulah orang-orang yang mendapat kemenangan.(QS at Taubah:20) Ayat ini menggambarkan generasi Islam pertama,yaitu para sahabat Rodliyallohu ‘anhum,yang telah menyuguhkan perbuatan-perbuatan terbesar di dunia untuk hari esok.yaitu iman,hijrah dan jihad.Mereka beriman di tengah dominasi syirik dan kekufuran.Dan alangkah banyaknya ujian yang berat atas keimanan mereka saat itu.Mereka juga berhijrah demi untuk menguji,mengokohkan,dan mensyiarkan keimanan.Dan betapa berat sejarah perjalanan hijrah itu.Keimanan dan hijrah itu mereka padu pula dengan jihad,yaitu perjuangan (peperangan) untuk membela dan menyebarluaskan syiar agama Islam,dengan merelakan harta benda sekaligus dengan merelakan nyawa mereka.Peperangan-peperangan besar mereka lewati bersama dengan Rosululloh saw.Itu belum termasuk peperangan-peperangan/ekspedisi-ekspedisi (sariyah) yang mereka lakukan tanpa Rosululloh saw. Atas dasar perbuatan-perbuatan besar yang telah di persembahkan tersebut,generasi sahabat mendapatkan penghargaan yang luar biasa dari Alloh swt (seperti diabadikan di dalam banyak ayat-ayat suci Al Quran) dan bahkan penghargaan dari kaum muslimin hingga saat ini. Pertanyaannya sekarang: …… Jika para sahabat telah menyuguhkan perbuatan-perbuatan yang istimewa tersebut,maka sekarang perbuatan-perbuatan apa yang telah kita persembahkan bagi kehidupan akhirat kita kelak? Dalam sebuah hadis sohih yang terkenal,Rosululloh saw bersabda: Tidak ada hijrah setelah fathu Makkah,tetapi yang tetap ada adalah (hijrah disebabkan) jihad dan niat (yang baik) HR Bukhori Ungkapan “Tidak ada hijrah setelah fathu Makkah” dalam hadis ini menunjukkan bahwa hijrah yang bernilai seperti nilai hijrahnya para sahabat Rosululloh saw sudah tidak ada lagi.Tidak ada lagi hijrah setelah terbukanya kota Makkah yang nilainya sama dengan hijrah yang dilakukan generasi Islam pertama sebelum fathu Makkah.Ungkapan tersebut juga menggambarkan bahwa apa yang telah dilakukan para sahabat dengan hijrah itu merupakan hal yang tidak bisa ditandingi di masa-m,asa berikutnya. Seandainya ungkapan dalam hadis itu tidak diikuti oleh ungkapan: Niscaya tertutup bagi kita pintu apapun untuk melakukan hijrah atau hal-hal yang berkaitan dengan hijrah yang dilakukan para sahabat.”Lakin” …. Adalah huruf istidrok …. Yang bermakna menyusuli ucapan sebelumnya.Dengan demikian Rosululloh saw masih membuka peluang bagi kita semua untuk melakukan hal yang bernilai luhur,walaupun tentunya tidak dapat menyemai nilai luhur para sahabat.Hal yang bernilai luhur yang menjadi peluang bagi kita semua untuk memasukinya ada dua,yakni jihad dan niat. Dua peluang inilah yang mesti kita masuki dan kita rebut,untuk kita persembahkan sebagai bekal bagi kita pada kehidupan esok hari.Pertama,jihad.Untuk jihad,tentunya diperlukan semangat,latihan-latihan dan tempaan /pembinaan (kaderisasi).Jihad bahkan juga memerlukan koordinasi dan komando.Disinilah pentingnya berjamaah dan pentingnya pembinaan.Kedua,niat,yakni niat yang baik.Ada dua kategori niat yang baik,yaitu 1) mencari ilmu dan menyebarkannya,serta 2) berdakwah.Ilmu adalah kehidupan Islam.Bisa dibayangkan bagaimana keberadaan kaum muslimin bila mereka dibiarkan tanpa ilmu.Sementara berdakwah,tidak ada tugas yang lebih baik daripadanya,karena ia menjadi misi utama para Rosul. Ilmu dan dakwah adalah faktor penting yang bisa menghidupkan hati dan jiwa kita,sementara hal-hal yang yang bisa menghidupkan hati dan jiwa yang diserukan oleh Alloh swt dan Rosululloh saw,kita diperintahkan untuk menyambutnya (istijabah).Hidupnya hati dan jiwa merupakan modal kebahagiaan hidup kita di dunia dan di akhirat. Alloh swt berfirman: $pkš‰r'¯»tƒ z`ƒÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qç7ŠÉftGó™$# ¬! ÉAqß™§=Ï9ur #sŒÎ) öNä.$tãyŠ $yJÏ9 öNà6‹ÍŠøtä† ÇËÍÈ Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu (QS al Anfal: 24) Dengan mencari dan menyebarluaskan ilmu serta berdakwah inilah semangat dan ghiroh melakukan jihad tumbuh dan berkembang.Semangat dan ghiroh jihad tidak akan lahir sekonyong-konyong / tiba-tiba.Semangat dan ghiroh itu hanya bisa lahir melalui proses panjang,yaitu pembinaan dan kaderisasi.Para sahabat siap berjihad di medan Badar,Uhud,Khondaq,tentu tidak lepas dari kaderisasi lama yang mereka terima dari Rosululloh saw.Dengan demikian ada hubungan yang kuat antara jihad dan niat,dan sebaliknya antara niat dan jihad. Pada kenyataannya,saat ini kita mendapati ruh jihad kaum muslimin di sekeliling kita bahkan dimana- mana kendor dan lemah.Hal ini tidak terlepas dari pemahaman-pemahaman yang buruk dan propaganda-propaganda busuk mengenai jihad yang sudah melekat pada jiwa.Jihad dimaknai sekedar bekerja secara sungguh-sungguh.Ada pemahaman menyatakan,jihad tidak hanya perang.Ada jihad di bidang ekonomi,politik dan sosial.Bekerja mencari nafkah bahkan juga adalah jihad.Jihad terbesar justru adalah melawan nafsu yang ada pada diri masing-masing orang.Inilah pemahaman-pemahaman yang menjadikan kendornya ruh jihad.Lemahnya ruh jihad juga diakibatkan propaganda yang demikian deras dari musuh-musuh Islam.Mereka mempropagandakan bahwa Islam adalah agama yang cinta damai dan santun,tidak menyukai kekerasan dan senjata,serta Islam adalah rohmatan lil ‘alamin (rahmat bagi semesta alam).Padahal,Islam membawa rahmat bagi semesta alam dengan cinta kasih dan kedamaian sekaligus dengan ketegasan dan keperkasaan.Ketegasan dan keperkasaan Islam adalah rahmat sebagaimana cinta kasih dan kedamaiannya juga adalah rahmat. Di sisi lain,kita mendapati sebagian orang memaknai dan melakukan jihad secara salah.Mereka meneror non muslim dengan bom-bom,menghancurkan tempat-tempat domisili mereka,atas nama jihad.Tindakan ini tentu merusak makna jihad yang demikian mulia dan luhur. Saat ini kita juga mendapati kenyataan bahwa niat yang baik untuk mencari ilmu,menyebarluaskan ilmu dan berdakwah juga kendor dan melemah sebagaimana kendor dan melemahnya ruh jihad.Minat terjun dan menekuni ilmu berkurang.Banyak orang merasa kenyang / puas/ pintar diri dari ilmu sehingga berhenti atau enggan belajar.Sayyidina Ali bin Abi Tholib menyatakan: Aku tidak bertambah ilmu kecuali aku bertambah bodoh. Dalam hikmah dinyatakan: Engkau mengetahui sesuatu yang sedikit,sementara lepas darimu sesuatu yang banyak. Kalau pun ada yang tekun mencari ilmu,maka hal yang dikejar hanya ijazah dan gelar.Ilmu dan dakwah tidak mendapatkan respon.Susah orang diajak mengaji dan diseur baik.Orang makin berpikir nafsi nafsi alias individualis.Kita bisa membandingkan minat anak-anak yang belajar di pesantren dan madrasah-madrasah dengan minat anak-anak yang belajar di lembaga-lembaga pendidikan yang menyediakan gelar dan peluang kerja.Kita bisa membandingkan pula sepinya majelis-majelis ilmu dan ramainya forum-forum bisnis,kemaksiatan dan foya-foya. Di saat seperti ini,di tambah dengan dominannya penyakit al-wahan yang menimpa kaum muslimin,lengkap dengan gaya matrealistik dan individualistik,tentu,kedudukan jihad dan niat menjadi penting artinya,sangat luhur dan amat mulia.Lahir dan berkembangnya kader-kader yang memiliki ruh jihad yang tinggi dan kader-kader yang memiliki niat yang tulus dalam mencari ilmu,menyebarluaskannya,dan niat tulus di dalam berdakwah ilalloh,dengan demikian menjadi sangat penting dan semakin penting.Peran yang mulia dan luhur.Oleh karena itu kembali kita ingatkan,semangat belajar,ruh jihad,dan jalannya pembinaan melalui halaqoh-halaqoh jangan pernah mati dan berhenti.Harus terus kita lestarikan.ISLAM ADALAH AGAMA DAKWAH DAN JIHAD Mudah-mudahan jihad dan niat itu semua dapat menjadi bekal yang bisa dipersembahkan untuk (kebahagiaan) hari esok.Aamiin Wallohu A’lam 6 Maret 2005 M 25 Muharrom 1426 H