Translate

Kamis, 31 Oktober 2013

Mendudukkan Opini “Jodoh Di Tangan Tuhan”‎

Opini umum di masyarakat menyatakan jodoh di tangan Tuhan. Kesannya kemudian jodoh ‎bukanlah ruang ikhtiar manusia, karena berada di dalam kekuasaan Tuhan. Jika perjodohan (ziwaj) ‎termasuk wilayah di mana manusia terkuasai dan tersetir, artinya pemahaman ini cenderung ‎mengkategorikan perjodohan bagian dari qodlo dan qodar, sebagaimana ajal dan rizki.‎ Pandangan umum yang menyatakan “jodoh ditangan Tuhan” ini ternyata menyimpan ‎beberapa musykilah (keganjilan). Seperti diyakini bahwa ruang lingkup qodlo dan qodar tidak ada ‎kaitanya dengan dosa dan pahala (taklif syar’i), karena manusia melakoninya secara terpaksa atau ‎tersetir. Kalau demikian halnya, bagaimana mensikapi kasus perjodohan antara Ira Wibowo, seorang ‎muslimah dengan Katon Bagskara, seorang Nasrani ? apakah kasus perjodohan ini tidak ada kaitannya ‎dengan dosa, karena perjodohan itu bagian dari qodlo dan qodar ?‎ Musykilah (keganjilan) lainnya. Dalam persoalan agama yang sifatnya akidah, ghaibiyah, ‎tauhid, atau ushuluddin, mesti di dasarkan pada nash-nash yang qoth’I (yang jelas dan tegas), setidak-‎tidaknya berderajat hadits ahad yang shohih, kalau tidak mutawatir. Ternyata berbeda dengan rizki ‎dan ajal yang jelas didukung nash-nash yang qoth’I, perjodohan ternyata tidak di sebut-sebut sebagai ‎wilayah takdir (istilah qodlo dan qodar singkat) secara tegas dan jelas, baik di dalam Al Qur’an maupun ‎Al Hadits. ‎ Selama ini, dasar pijakan perjodohan termasuk kategori takdir adalah bahwa dalam hal ‎perjodohan terdapat 2 proses, yaitu kholaqo (proses perjodohan sebagai takdir atau sunnah yang ‎datang dari Allah swt) dan ja’ala (proses penyelenggaraan rumah tangga ideal sebagai ruang ikhtiar ‎manusia), sebagaimana firman Alloh swt:‎ ‎“Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu jodoh-jodohmu dari ‎jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikanNYa di ‎antaramu kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda ‎bagi kaum yang berfikir.” (Q.S. Ar Rum:21)‎ Dasar pijakan yang didasarkan pada rahasia pemakaian teks bahasa ni (antara teks kholaqo dan ‎teks ja’ala) ternyata tidak ditemukan didalam kitab-kitab tafsir dan masyhur. Kalaupun rahasia teks ‎bahasa ini ada, kiranya pun belum bisa di pakai hujjah bagi suatu keyakianan, karena sifatnya dzonni ‎‎(tidak tegas dan jelas) atau ijtihadi. Apalagi pada ayat-ayat lain, teks bahasa “ja’ala” (ruang ikhtiar) ‎sebagaimana teks bahasa “kholaqo” (ruang takdir) juga di pakai untuk ruang lingkup proses takdir, ‎seperti dalam Al Qur’an surat Al Furqon: 62, surat An Nahl: 78, surat Yunus: 5, dan lain sebagainya.‎ Jikalau perjodohan bukan takdir berarti masuk kategori ruang ikhtiar ? Rasanya di dalam ‎perjodohan ada sisi-sisi di mana manusia bisa memilih dan bisa menguasai, seperti rencana ‎melangsungkan perjodohan dalam jangka waktu tertentu (misalnya kalau sudah berumur 25 tahun), ‎memilih jodoh yang ideal, memilih jodoh yang tumbuh dari akar yang baik, memilih membujang dan ‎menduda, atau memilih jodoh secara dini (umur 19 tahun), dsb. Kalau seandainya ada manusia tidak ‎ingin jodoh pada jangak waktu tertentu, itu ikhtiarnya, dan bukan atas setiran atau pengusa takdir. ‎ Terkait dengan ini, seyogyanya manusia dalam proses perjodohan agar sebisanya menerapkan ‎ketentuan dan cara-cara yang sesuai dengan syara’ agar mendapatkan nilai pahala dan tidak berdosa, ‎seperti memilih jodoh yang bukan mahramnya, memproses jodoh dengan pernikahan, memilih jodoh ‎secara moral dengan mempertimbangkan agama, dll. Dalam hal ini tampaknya kasus Ira wibowo dan ‎Katon Bagaskara jelas-jelas tidak mengidahkan kententuan dan cara-cara yang sesuai dengan syara’, ‎maka tentunya di sana ada dosa, jika diteruskan. ‎ Di balik lingkaran manusia bisa memilih dan menguasai ihwal perjodohan, di sana ada ‎kekuatan, kehendak dan kekuasaan, (otoritas) yang disebut dengan al khoshois ar rububiyah ‎‎(kekhususan-kekhusuan ke Tuhanan) yang meliputi lima hal, yaitu : 1) al kholqu (menciptakan), 2) al ‎ijad (mewujudkan), 3) al imatah (mematikan), 4) ar rizqu (memberikan rizki), dan 5) at tadbir ‎‎(mengatur). Hal ini dikemukakan ulama atas dasar nash-nash qoth’i dari Al Qur’an dan Al Hadits.‎ Kaitanya dengan kegagalan di dalam perjodohan, baik proses menjelang, sedang atau sesudah ‎perjodohan, misalnya sudah mempersiapkan perjodohan dengan baik, nyatanya gagal. Sudah sekian ‎lama mencari, namun tidak ketemu jodoh. Sudah lama berjodoh, di kemudian hari pisah. Maka diyakini ‎di balik kegagalan ini terdapat tadbir (pengaturan) dari Allah swt, sesuai dengan otoritas ‎ketuhananNya. Allah swt berfirman:‎ ‎“Katakanlah: “Siapakah yang memberi rizki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa ‎‎((menciptakan ) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan dari yang hidup dan ‎yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan ? ‎maka mereka akan menjawab : “ Allah”. Maka katakanlah :” mengapa kamu tidak bertaqwa ‎‎((kepadaNya)?.”(QS. Yunus :31, periksa juga ayat 3)‎ Jadi,konteksnya dalam perjodohan kalau terjadi kegagalan ( tidak sesuai rencana semula), ‎maka bahasanya : “manusia bisa ikhtar, Allah swt yang mengatur”. Jika pandamgan akan adanya ‎otoritas tadbir ini diyakini, kiranya akan tumbuh buah yang bisa dipetik, yaitu sabar, ridlo, tawakal, tidak ‎mengeluh dan tidak putus asa manakala terjadi kegagalan. Dan dengan pandangan sisi manusia bisa ‎menguasai dan memilih dalam perj0dohan, nantinya tidak akan ada manusia memperalat qodlo dan ‎qodar untuk membenarkan kesalahan untuk dan menyalahkan kebenaran. Di dalam hadits disebutkan ‎‎:‎ ‎“Akan ada di akhir zaman kaum yang melakukan ma’shiat, lalu beralasan : “Allah telah mentakdirkan ini ‎atas kami”. Orang yang mengkritik mereka pada hari itu laksana orang yang menghunus pedang di jalan ‎Allah.” (Al Aqoid Al Islamiyah,Sayyid Sabiq.Hal 99)‎ Wallahu subhaanahu wat’aala A’lam

Tasawuf dan Pemantapan Semangat Hijrah

Sabda Rosululloh saw:‎ ‎“Tidak ada hijroh setelah Fathu Makkah.Tetapi jihad dan niat.”(HR.Abu Dawud)‎ Dalam pertemuan bersama para sahabat, tanggal 8 Rabi’ul awal tahun ke-17 hijriyah, Khalifah ‎Umar bin Khottob, setelah mendapatkan saran dari sahabat Abu Musa Al Asy’ari,memutuskan hendak ‎menetapkan kalender tahun baru islam. Sahabat Ali bin Abi Tholib saat itu mengusulkan agar peristiwa ‎hijrah di jadikan tonggak untuk mengawali tahun baru islam itu. Usul Abu Hasan ini di setujui para ‎sahabat yang hadir pada pertemuan. Alasannya hijrah merupakan titik pemisah periode Makkah dan ‎periode Madinah dan merupakan awal keberhasilan perjuangan Rosululloh saw dalam menegakkan ‎agama Islam.‎ Hijrah dari Makkah ke Madinah yang monumental itu agaknya telah berakhir, seperti dikatakan ‎oleh hadits di atas, bersamaan dengan peristiwa Fathu Makkah pada bulan Muharrom tahun ke-8 ‎Hijriyah.Akan tetapi, semangat hijrah ( berpindah tempat, menjauhi dosa ) harusnya tidak boleh ‎pupus dari jiwa kaum muslimin. Hadis tersebut secara terang dan jelas ( eksplisit ) menyebutkan ‎eksistensi hijrah yang bisa dilakukan oleh kaum muslimin sampai kapan pun, yaitu hijrah dalam rangka ‎jihad dan hijrah dalam rangka niat yang baik, yang disebut dengan hjrah lahiriyah.‎ Jihad maknanya mengeluarkan segenap kemampuan dalam rangka menegakkan kalimat Alloh ‎dan menegakkan masyarakat muslim. Mengeluarkan segenap kemampuan di dalam peperangan ‎melawan musuh adalah bagian dari jihad, namun jihad bukan berarti hanya perang melulu saja. ‎Sementara target yang hendak di capai dengan jihad ialah tegaknya masyarakat muslim dan ‎terbentuknya Daulah Islamiyah ( pemerintahan islam ) yang benar.( Fiqih Siroh, Al Buthi, hal. 170, ‎Darul Fikr, Damaskus, 1990 )‎ Sebagaimana jihad, berpindah tempat tinggal dengan niat yang baik juga bagian dari hijrah. ‎Berpindah tempat untuk mencari ilmu ( tholabul ilmi ). Berpindah tempat untuk memperbaiki diri ( ‎ishlahun nafs ). Berpindah tempat untuk amal lillah ( beraktifitas karena Alloh swt ), dan lain ‎sebagainya merupakan bagian dari hijrah karena niat yang baik. Pembentukan jamaah dakwah kiranya ‎tidak lepas dari niat untuk mencari ilmu, niat memperbaiki diri, dan niat beraktifitas karena Alloh swt. ‎Karena itu, semoga pembentukan jama’ah berikut aktifitas kita di dalamnya dikategorikan bagian dari ‎hijrah lillah wa lirosulihi shollallohu ‘alaihi wasallam.‎ Secara implisit ( tersirat ), hijrah juga berarti melepaskan dan menjauhkan diri dari dosa dan ‎apa saja yang diserukan oleh setan dan nafsu ammaroh bis suu’. Hijrah dalam bentuk ini disebut hijrah ‎batiniyah. Rasululloh saw bersabda :‎ ‎“Orang yang berhijrah ialah orang yang menjauhi apa yang dilarang oleh Allah.” ( Abu Dawud, hadis ‎nomor 2481, jilid 111/4 )‎ Hijrah secara batiniyah ini merupaka tuntutan keimanan. Sebab, bergelimang dengan dosa, ‎bertekuk lutut terhadap nafsu ammaroh bis suu’, dan melanggar larangan Allah swt menyebabkan hati ‎keras dan beku ( qosawatul qolbi ). Padahal hati yang keras dan beku ini sumber dari hampir seluruh ‎penyakit hati, seperti kibir, ujub, hasud dan riya’. Fir’aun,karena asalnya bergelimang dosa; berlaku ‎dzalim, mengingkari ayat-ayat Allah dan membantai kebenaran, akibatnya hati dia membatu. Dari hati ‎membatu inilah Fir’aun menjadi arogan, ujub, hasud dan riya’, walaupun sudah kalah dan terpampang ‎jelas kebenaran di depannya.‎ Ketika misalnya 70.000 pakar sihir yang di datangkannya kalah dengan nabi Musa as, dan ‎mereka justru beriman, Fir’aun malah membabi buta. Puluhan ribu pakar sihir itu di potong kaki dan ‎tangannya secara bersilang, lalu di salib ramai-ramai. Tidak cukup itu, berikutnya Fir’aun juga membuat ‎kebijakan yang tidak bijak, yaitu membunuhi semua anak laki-laki, untuk yang kedua kalinya. Juga ‎ketika di timpa adzab, Fir’aun tidak malah sadar, tapi justru menyombongkan diri dan menimpakan ‎sebab kesialan ( tathoyyur )kepada Musa as. Padahal kala tumbuh kondisi tentram ( tidak ada adzab ), ‎dia mengklaim sebagai hasil usahanya. ( QS.Al A’raaf : 113-133 )‎ Ajaran tasawuf, ihsan,atau menurut Ibnu Taimiyah disebut dengan suluk, agaknya merupakan ‎media yang bisa mengatasi kebekuan hati. Praktek dari ajaran tasawuf, ihsan, atau suluk, seperti ‎dihasilkan oleh Rosulullah saw dari “bertapa” di gua Hiro,yaitu mahabbatullah ( cinta Alloh ) ‎muhasabatun nafsi ( menghitung, meneliti diri ), muroqobah ( mawas diri ), serta tafkir madzohiril ‎kaun ( berfikir terus tentang keagungan alam ).Empat hal ini kalau berproses dan bergerak, niscaya ‎menghasilkan shofa’ul qolb ( kondisi hati yang bersih ) atau salamatul qolbi (keselamatan hati ) dari ‎penyakit hati yang menghinggapinya. (Fikih Siroh, Al Buthi, hal. 79-81, Darul Fikr, Damaskus 1990 ). ‎Jikalau kaum muslimin secara umum saja butuh terapi ini, maka lebih-lebih kader dai.‎ Menapaki tahun baru hijriyah 1422 H ini merupakan momentum yang tepat untuk ‎memantapkan hijrah baik lahiriyah maupun batiniyah melalui wadah kejamaahan ini. Hijrah telah ‎terbukti menjadi babak pendahuluan ( prelude )bagi setiap kebangkitan perjuangan. Tetapi tidak Cuma ‎hijrah, melainkan harus diimbangi dengan upaya diri membersihkan hati ( tazkiyatun nafs ) lewat ‎praktek tasawuf, ihsan dan suluk. Karena inti kekuatan yang mendasari keberhasilan Rasululloh saw ‎dan para sahabatnya terdapat pada kekuatan hati ( ruhiyah ). Hati yang bersih inilah modal yang ‎berguna kala kita semua sowan kepada Alloh subhanahu wata’ala.‎

MEMBANGUN “KEBAIKAN” SECARA BERKARAKTER

Allah subhanahu wata’alaa berfirman:‎ ‎“Barang siapa membawa kebaikan maka ia memperoleh balasan yang lebih baik daripadanya, sedang ‎mereka itu adalah orang-orang yang aman tetram dari kejutan yang dahsyat pada hari itu”. (QS.An-‎Naml: 89)‎ Ayat ini mendorong kita untuk melaksanakan kebaikan (al-hasanah). Dengan melaksankan ‎kebaikan, kita akan meraih keuntungan: pertama, mendapatkan pahala yang lebih baik kelak di akhirat ‎di samping mendapatkan buah atau hasil mulia yang bisa dipetik di dunia sebagai balasannya. Ukuran ‎satu kebaikan pahalanya adalah sepuluh kali lipat kebaikan.Firman Alloh swt:‎ ‎“Barang siapa membawa kebaikan maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat dari kebaikan itu”. (QS. Al-‎An’aam: 160)‎ Menurut para ulama, satu kebaikan dibalas sepuluh kali lipat kebaikan adalah ukuran nilai ‎kebaikan terendah, karena satu kebaikan bisa dilipat gandakan oleh Alloh swt hingga tujuh ratus kali ‎lipatnya atau hingga tak terbatas, sesuai dengan kadar kemurnian niat, keikhlasan, kekhusyu’an hati, ‎kemanfaatannya bagi orang lain, dan sebagainya Selain pahala di akhirat, dengan kebaikan juga bisa dipetik hasil atau buah kebaikan itu di dunia. ‎Ibaratnya, hasil panen hanyalah di raih oleh petani yang telah bekerja menanam. Mengharapkan hasil ‎tanpa menanam adalah khayalan (utopia)‎ Kedua, mendapatkan keamanan dan ketentraman kala menghadapi kejutan-kejutan dahsyat ‎pada hari kiamat. Ibaratnya kebaikan adalah bekal. Orang bepergian jauh dengan bekal cukup niscaya ‎merasa lebih tenang. Inilah dua dari sekian keuntungan berbuat kebaikan. ‎ Ayat tersebut meski berbentuk berita (khabar), sesungguhnya yang dikehendaki adalah ‎perintah (amar). Seperti diketahui, untuk mengungkapkan perintah, Al-Qur’an kadang kala ‎mennggunakan bahasa berita. Ayat itu memerintahkan kita giat dan rajin menjalankan kebaikan. ‎Kebaikan dalam bentuk apa, tidak di sebutkannya, berarti kebaikan itu bersifat umum. Hal ini ‎diindikasikan dengan adanya partikel “al” (alif lam) pada kata “hasanah” yang menurut para ulama ‎berkonotasi: “li istighraqil jinsi” (untuk menghabiskan segala jenis). Jadi jenis kebaikan apa saja kita ‎diperintahkan menjalankannya. ‎ Prinsip-prinsip yang kita bangun lewat gerakan jamaah dakwah ini insya’allah mengacu kepada ‎kebaikan itu. Kita tidak berkumpul, berkelompok, atau bergerak bersama untuk kejahatan. Visi dan ‎misi kita adalah kebaikan, bahkan kalau perlu memeloporinya. ‎ Sesuai dengan anjuran ayat dimuka, prinsip-prinsip yang kita bina lewat gerakan hendaknya ‎dijalankan. Prinsip-prinsip itu diundangkan tidak sekedar sebagai aksesoris, tapi untuk diamalkan. ‎Bahkan diharapkan prinsip-prinsip kejamaahan itu menjadi karakter hidup kita sebagai anggotanya, ‎baik bawahan maupun atasan. ‎ Dalam gerakan jamaah dakwah ini misalnya ada tandzim atau tansiq (system keteraturan ‎bersama ) yang itu adalah untuk diamalkan sebagai suatu kebaikan. ‎ Salah satu ruh dari gerakan jamaah ini adalah adanya sikap tawadud, tarahum, dan ta’athuf, ‎yaitu sikap saling cinta kasih,saling berkasih sayang, dan saling lemah lembut antar individu jamaah. ‎Antar individu jamaah hendaknya saling bekerja-sama, bahu-membahu,dan tolong-menolong laksana ‎keluarga besar yang diikat dalam satu tubuh. Saling ada ta’liful qulub. Rasulullah saw bersabda :‎ ‎“Orang-orang yang bersifat kasih sayang akan dikasihsayangi oleh Allah Tuhan Yang Maha Penyayang. ‎Kasih sayangi orang-orang di bumi niscaya orang-orang di langit akan mengasih sayangimu.” ‎‎(HR. Abu Dawud dan Tirmidizi)‎ Hadits ini dikenal sebagai hadits musalsal bil awwaliyah, yaitu hadits yang jalur ‎periwayatannya ditransmisikan secara berenteten (tasalsul), dan masing-masing perawi mengatakan: ‎‎“aku meriwayatakannya dari fulan dan ini hadits pertama yang aku dengar darinya”. Penyebutan ‎sebagai musalsal bil awwaliyah menunjukan hadits ini penting dijalankan dan agung nilainya. (fathul ‎Qarib Al-Mujib, Sayyid Alawi, hal. 154) ‎ Prinsip lain yang kita bangun lewat gerakan ini adalah semboyan 2 in, yaitu “in ajriya illa ‎‎“alallah” dan “in uridu illal ishlah”. Keikhlasan dan kelurusan niat serta perbaikan diri, keluarga, dan ‎masyarakat dalam setiap gerak dakwah kita adalah wujud dari semboyan ini. Antar individu jamaah ‎hendaknya mengedepankan husnud dzon. Saling memaklumi dan saling memahami. Saling nasehat-‎menasehati. Menerima udzur. Silaturrahim dan ziarah. ‎ Dan bersama itu, harus ada upaya untuk meminimalisasi ghill, rasa dengki, iri, dan dendam ‎satu jamaah terhadap jamaah yang lain sebagai bagian dari ishlah dan tazkiyatun nafsi. Tidak boleh ‎ada “jarak” karena satus asal santri, mahasiswa, atau masyarakat biasa misalnya. Dikotomi kultural ‎semacam ini adalah bagian dari fanatisme. ‎ Sikap kita mengacu pada pendapat ulama dalam memahami nash Al-Qur’an dan Al Hadits juga ‎bagian dari prinsip pemikiran yang kita bangun lewat gerakan ini. Sebisanya kita menghindari hilah ‎‎(rekayasa) dalam menetapkan hukum, filsafat dan berfikir liberal (meletakan kebebasan di atas segala-‎galanya) demi mensucikan suatu hukum dengan konteks tempat dan waktu, serta tidak banyak ‎berkomentar tentang suatu hukum yang sifatnya sudah baku. Sikap ini lebih selamat, sebagai ‎manifestasi dari keimanan yang berarti keyakinan, ketundukan dan kepatuhan. ‎ Tidak mengapa kita dikatakan sebagai kelompok tekstual, karena golongan ahli hadits sendiri ‎yang di motori oleh Imam Malik bin Anas juga cenderung tekstual. Biarkanlah sebagian ajaran agama ‎yang baku ini tetap dengan ketauqifiannya. Jangan diotak-atik dengan nalar. Sikap banyak komentar ‎dan mendahulukan nalar ini kerap mencelakakan orang.Rasulullah saw bersabda:‎ ‎“Suatu kaum tidak tersesat setelah dahulunya dikaruniai petunjuk kecuali (karena) mereka memiliki ‎sikap membantah”. (HR. Ahmad, Tirmidzi, dan Al-Hakim).‎ Prinsip menjauhi perkara-perkara syubhat dan menghindari perpecahan akibat polarisasi ‎kepartaian dan golongan (at-tafarruq al-hizbi) juga bagian dari prinsip pemikiran yang kita bangun ‎melalui gerakan ini .‎ Sikap mengintegrasikan dzikir dengan fikir atau suluk dengan harakah termasuk pula prinsip ‎pemikiran yang kita bangun. Kita tidak mengharapkan gerakan ini menjadi sekedar gerakan pemikiran ‎yang kering dari dzikir atau gerakan dzikir yang kering dari pemikiran. Kita tidak juga menghendaki ‎gerakan ini menjadi sekedar gerakan fisik namun suluk (perilaku jiwa) tidak tertata. Perpaduan antara ‎dzikir dan fikir serta antara harakah dan suluk itulah prinsip yang kita bina.‎ ‎ Dan berbagai prinsip-prinsip lain yang kita bangun melalui gerakan jamaah dakwah ini ‎seluruhnya merupakan insya’allah merupakan suatu kebaikan. ‎ Untuk menjalankan prinsip-prinsip yang kita yakini sebagai kebaikan tersebut tentu ‎membutuhkan energi mujahadah yang tinggi, dari mulai kegiatan, kerajinan, kesemangatan, ‎kesungguhan, keseriusan, hingga stamina dan fitalitas yang tinggi. Dengan mujahadah-lah kita bisa ‎berbuat kebaikan terus-menerus dan kesinambungan, meski terhadap urusan yang terbilang kecil ‎sekalipun. Mujahadah inilah yang menghasilkan keberkahan, kemajuan, dan kecermelangan. Firman ‎Alloh swt :‎ ‎“Dan orang-orang yang bermujahadah di jalan Kami, benar-benar Kami tunjukan kepada mereka jalan-‎jalan Kami”. (QS. Al-Ankabuut: 69)‎ Guru besar tasawuf, Ibnu Arabi, mengatakan bahwa barang siapa serius berbuat untuk ‎mencapai suatu kebaikan, semangatnya akan selalu menyala-nyala untuk tujuan itu, niscaya cepat atau ‎lambat dia akan mencapainya. Sementara Abuya Assayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki ‎mengatakan bahwa dengan semangat dan cita-cita yang tinggi, panji-panji kebesaran akan bisa ‎berkibar.‎ Tugas kita dengan demikian adalah mujahadah yang terus-menerus dan kesinambungan ‎disertai dengan dedikasi yang tinggi. Mudah-mudahan dengan itu Alloh swt memberikan hasil yang ‎bisa dipetik kelak. Kita sekedar berharap, karena realisasi pencapaian target pada akhirnya kewenagan ‎Alloh swt. Siapa tahu target yang diharapkan tidak tercapai saat ini tapi kelak, 20 tahun yang akan ‎datang misalnya atau lebih, dan justu saat itu target terlampaui dan berlebih serta dinikmati anak cucu ‎dan generasi akan datang.‎ ‎“Bila suatu hal yang di cari (target, tujuan atau keinginan) terlambat datang, boleh jadi dalam ‎ketelambatan itu kelak terdapat segala hal yang dicari.” ‎ Hanya saja, manusia pada umumnya cenderung bersifat tergesa-gesa. Sukanya cepat berhasil ‎dan melihat kenyataan buah yang dikerjakannya segera. Firman Alloh swt: ‎ ‎“Dan manusia berdoa untuk kejahatan sebagai mana ia berdoa untuk kebaikan. Dan adalah manusia ‎bersifat tergesa-gesa. “(QS. Al-Israa’: 11, periksa pula QS. Al-Anbiyaa’: 37)‎ Tugas kita ibaratnya adalah menanam dan terus menanam kebaikan. Siapa tahu bila hasil ‎panennya tidak kini, namun kelak dan kenyataannya jauh lebih besar dari apa yang kita duga ‎sebelumnya.‎

SEMANGAT BERDERMA & BERDARMA BAKTI UNTUK ORANG LAIN

Untuk mencapai derajat luhur di sisi Allah swt yang disebut dengan wushul, ‎maqom, atau idrok, banyak jalan yang bisa ditempuh kaum muslimin, laksna pepatah : ‎‎“Banyak jalan menuju Roma” sesuai dengan status, dan kecenderungan masing-masing. ‎ Menurut Ibnu Qudamah Al-Maqdisi, status orang yang menempuh jalan luhur ‎kepada Allah swt dapat dikelompokan menjadi enam : 1 ) ahli ibadah; orang yang tekun ‎dan serius beribadah siang malam, 2 ) alim ; orang berilmu dan kesehariannya dihabiskan ‎untuk aktifitas mengamalkan ilmu kepada masyarakat, 3 ) muta’allim; orang yang ‎menghabiskan waktunya untuk menuntut ilmu, 4 ) pejabat; penguasa yang bertanggung ‎jawab terhadap kehidupan rakyatnya, 5 ) pekerja; sehari-harinya bekerja mencari nafkah ‎keluarganya, dan 6 ) orang yang tenggelam ( mabuk ) dalam cinta (ekstase ) kepada Allah ‎swt.‎ Apapun statusnya, ada satu jalan yang otomatis harus ditempuh oleh orang yang ‎menghendaki derajat luhur di sisi Allah swt. Jalan asasi itu adalah sakho’ (murah tangan ‎‎). Sakh’ bisa berarti suka berderma ( dengan harta ), bisa juga berarti umum, yaitu setiap ‎kegiatan darma bakti yang memberikan manfaat pada orang lain, seperti ringan tangan, ‎suka menolong, dan trengginas dalam mengulurkan bantuan, sampai ketingkat berkorban ‎untuk orang lain baik dengan harta, tenaga, pikiran, maupun lainnya. Dengan murah ‎tangan, orang rela berpayah-payah dan mau repot demi orang lain.‎ Murah tangan ini sifatnya universal dan lintas batas,baik jenis, golongan, suku, ras, ‎maupun agama. Namun, paling tidak, dalam lingkup komunitas kecil kaum muslimin ( ‎kutlah ) sikap itu dapat diterapkan secara lebih ideal. Semakin seseorang murah tangan ‎berarti kian baguslah derajatnya. Dalam hadits Rasulullah saw disebutkan : ‎ ‎ ‎ Seluruh makhluk adalah “keluarga” Allah. Sebaik-baik “ keluarga” Allah adalah orang ‎yang paling bermanfaat dikalangan keluarga-Nya. (H.R. Tabharani )‎ Sikap ringan tangan untuk orang lain merupakan pengejawantahan dari orientasi ‎pemikiran bernilai luhur yang diajarkan oleh agama Islam. Sementara pemikiran ‎berorientasi biasa bahkan rendah adalah semangat beramal dan berkaya yang terbatas ‎untuk kepentingan diri sendiri ( individualistik ) yang disebut dengan bakhil (lawan dari ‎sakh’) baik secara harta, pikiran, tenaga, maupun jenis kemampuan lainnya. Dalam satu ‎kaidah fiqh dinyatakan :‎ ‎“Amal yang bermanfaat untuk diri sendiri sekaligus untuk orang lain nilainya lebih afdhol ‎dibanding dengan amal yang bermanfaat secara terbatas untuk diri sendiri.”‎ Atas dasar ini, Imam Fudhail bin Iyadh mengatakan bahwa orang yang ‎mencapai derajat luhur di sisi Allah swt bukanlah orang yang banyak puasa juga bukan ‎orang yang banyak sholat,karena puasa dan sholat bermanfaat untuk diri sendiri, ‎melainkan orang yang memiliki sikap mental : 1 ) murah tangan, 2) polos hati, 3 ) ‎memberi nasehat ummat ( berdakwah ), karena hal itu bermanfaat bagi orang lain ‎disamping bermanfaat pada dirinya sendiri.‎ Pendapat ini ditegaskan oleh Syekh Akbar Ibnu Arabi. Guru besar tasawuf yang ‎dituduh “sesat” oleh Imam Asy-Syaukani, Syekh Izzuddin bin Abdussalam, dan Ibnu ‎Taimiyah, sementara menurut mayoritas ulama ahli tasawuf beliau adalah seorang wali ‎besar, berpesan bahwa thariqat yang di tempuh untuk mencapai derajat luhur di sisi Allah ‎swt adalah thariqat yang di bangun di atas landasan : 1 ) Al-Qur`an, 2) As-Sunnah, 3 ) ‎kepolosan hati, 4 ) murah tangan, 5 ) menghindari keras hati, dan 6 ) memaafkan ‎kesalahan teman. ‎ Orang-orang besar di masa Islam maupun di masa jahiliyah sama di kenang ‎jasanya tidak lebih karena memiliki sifat murah tangan pada orang lain. Nabi Ibrahim as ‎misalnya.Beliaulah orang pertama yang mempelopori trdisi memuliakan dan menjamu ‎makan tamu.Murah tangan tampak dapat memperbaiki nama dan mengangkat derajat di ‎mata masyarakat maupun dalam pandangan Allah swt. Dalam hadits dinyatakan :‎ ‎“Orang yang murah tangan dekat dengan Allah,dekat dengan masyarakat,dekat dengan ‎surga,dan jauh dari neraka.Sesungguhnya orang jahil yang murah tangan lebih dicintai ‎Allah ta`ala daripada ahli ibadah yang bakhil”. ‎ ‎( H.R. Tirmidzi )‎ Kaum muslmin dengan demikian seharusnya menghiasi jiwanya dengan sifat ‎murah tangan baik harta maupun kemampuan lainnya,lebih-lebih para dai,karena sifat itu ‎memilki pengaruh positif yang besar pada sasaran dakwah (mad`u ). Apalagi dinyatakan ‎dalam sebuah hadits bahwa orang beriman aslinya tidak mungkin bertabiat kikir ‎disamping tidak mungkin bertabiat khianat.‎ Pada periode Rasulullah saw,banyak tokoh dan orang awam masuk islam karena ‎kedermawanan beliau yang lebih dari laksana angina berhembus.Seseorang datang dan ‎beliau berikan kambing diantara dua gunung.Dia lalu pulang menemui kaumnya dan ‎berkata :”Wahai kaumku,masuk Islamlah,sesungguhnya Muhammad kalau memberi tidak ‎takut miskin.“Sahabat Anas bin Malik menambahkan “ Ada seseorang masuk islam ‎dengan target demi meraih dunia, namun tidak berapa lama,Islam menjadi lebih dia cintai ‎daripada dunia dan isinya.” Rasulullah saw bersabda:‎ ‎“Wahai anak turun adam.Bila kamu mengerahkan segenap kemampuanmu itu lebih baik ‎bagimu.Bila kemampuanmu itu kamu kekang maka itu berakibat buruk bagimu.Kamu ‎tidak akan di cela sebab pola hidup cukup menjadi pilihanmu.Mulailah dengan orang-‎orang yang nafkahnya menjadi tanggung jawabmu.Tangan di atas ( memberi) lebih baik ‎daripada tangan di bawah (meminta )”. (H.R.Muslim ) ‎ Pangkal dan cabang dari murah tangan sesungguhnya adalah berbaik sangka ‎kepada Alloh swt (husnudzdon bilah).Orang yang sangkaannya kepada Alloh swt positif ‎dia akan mudah bermurah tangan.Sebaliknya,pangkal dan cabang kikir adalah berburuk ‎sangka kepada Alloh swt (su’udzdzon billah).Orang yang sangkaannya kepada Alloh ‎negatif,dia akan cenderung bersikap bakhil.Jadi,seseorang bermurah tangan atau ‎tidak,amat terkait dengan tingkat keimanannya kepada Alloh swt.Musa ad-Dinawari ‎berkata:‎ ‎“Murah tangan terhadap apa yang dimiliki merupakan puncak murah tangan.Sedangkan ‎kikir terhadap apa yang dimiliki merupakan buruk sangka kepada Dzat yang patut ‎disembah.”‎ Setiap orang tidaklah sama kemampuan dan kecenderungannya.Keragaman dalam ‎hal kemampuan dan kecenderungan merupakan kehendak Alloh swt.Dia sendiri yang ‎mengaturnya.Keragaman itu seyogyanya disukuri dengan mempergunakan potensi dan ‎kecenderungan yang dimiliki masing-masing sebaik-baiknya.Tanpa harus iri,silau,atau ‎‎“memandang jauh” orang lain.Imani dan tanamkanlah rasa percaya diri.Inilah barangkali ‎hikmah diciptakannya keragaman,yaitu agar tumbuh kompetisi dalam berbuat ‎kebaikan,termasuk berkompetisi dalam hal bermutrah tangan.Firman Alloh swt :‎ ‎“Dan masing-masing (Individu,jamaah atau ummat) memiliki kiblat (arah kecenderungan) ‎sendiri-sendiri.Alloh lah yang mengatur kiblat itu.Maka berlomba-lombalah kamu dalam ‎berbuat kebajikan.”(QS.Al Baqoroh: 148)‎ Khlolifah Ali bin Abi Tholib,sebagaimana dituturkan oleh Ibnu abi Hatim ‎mengatakan:‎ ‎ “Barangsiapa dianugerahi Alloh kemampuan harta maka hendaklah dia pergunakan ‎harta itu untuk menjalin hubungan sanak kekerabatan.Untuk menjamu tamu dengan ‎baik,untuk mengentas orang yang menderita,mengentas tawanan,menolong ibnu ‎sabil,fakir miskin,dan membantu para pejuang.Dan hendaklah ia bersabar atas bencana ‎yang penimpa hartanya.Dengan sikap itulah dia akan memperoleh kemuliaan di dunia ‎dan keluhuran di akherat.”‎ Hasan Al Bashri ditanya,‎ ‎”Siapakah dermawan itu?” Dijawabnya: “Orang yang seandainya memiliki dunia dan ‎menginfaqkannya dia masih melihat ada hak-hak yang masih belum ditunaikannya.”‎ Berikut ini adalah kisah yang menggambarkan darmabakti generasi sahabat.Usai ‎peperangan Yarmuk,Hudzaifah Al-Adawi pergi mencari anak pamannya di antara para ‎pasukan yang terbunuh.Dia membawa air dengan harapan jika anak pamannya masih ‎memiliki sisa-sisa hidup dia akan memberinya minum.Benar,ternyata anak pamannya itu ‎masih memiliki sisa-sisa hidup di antara orang-orang yang terbunuh.Katanya: “Apakah ‎anda butuh minum?” Anak pamannya mengiyakan dengan isyarah.Tiba-tiba terdengar ‎seseorang tidak jauh darinya menjerit kesakitan.Anak pamannya yang tengah kesakitan ‎dan kehausan itu memberi isyarah kepada Hudzaifah Al adawi untuk pergi memberi ‎minum kepada orang yang menjerit itu.Orang yang menjerit itu ternyata Hisyam bin ‎Ash.Hudzaifah Al-Adawi berkata:”Apakah anda butuh minum?” Hisyam bin Ash ‎mengiyakan.Tiba-tiba,berikutnya terdengar seorang terluka yang lain menjerit ‎kesakitan.Hisyam bin Ash memberi isyarah kepadanya cepat pergi memberi minum orang ‎yang menjerit itu.Hudzaifah Al Adawi berbegas menemuinya,ternyata dia sudah ‎wafat.Dia lalu kembali ke Hisyam bin Ash.Didapati Hisyam bin Ash juga wafat.Dia terus ‎berlari menuju anak pamannya.Ternyata anak pamannya juga telah wafat.‎ Wallohu A’lam

GALAU.


Kasih… Begitu banyak kata yang menggumpal di langgit pikiranku
Beribu keinginan buat wujudkan semua,‎
diri tak mampu lagi,‎ Menyusun bait-bait suci
Namun, hanya berharap ‎ semoga yang disana mampu mengartikannya,‎
Meski tak seindah syair sang pujangga,‎
Meski tak semerdu melodi cinta
Namun, setidaknya cukup mewakili rinduku.‎

TRAUMA


Aku yang kesunyian
Merasa kesulitan mencari tawa,‎
Terauma berdiri kokoh nan angkuh di hadapanku,‎
Menusukkan beribu-ribu panah bekaskan luka
Luka hati hendak ke mana aku basuhkan,‎
Kebiri-asa kecilkan nyali tuk mencari
Air mataku mulai lelah Seluruh tubuhku terasa lemah
Kini lukaku ngilu sudah,‎
Malam semakin kelam
Bukan karena gelap yang temaram
Tapi, karena risau sendirian.‎ He he he…‎

Pujon 06-08-13 ‎

SELAMAT MALAM SAYANK

Lelaplah kau terlelap Dengan hangat selimut malam Yang kukirim untuk-mu,‎ Berharap kau dapat meniti Dalam rajut indah mimpi,‎ Hingga esok kan jelang Nyata penuh keindahan,‎ Biar disini ku-terjaga Menjaga hati dalam kerinduan,‎ Biar disini aku kesunyian Berteman angin malam,‎ Demi kamu Demi cinta-ku Aku rela habiskan malam,‎ Agar aku bisa selalu ada Hingga saat nanti kau-membuka mata.‎ Selamat tidur sayaaank…‎ Aku kan menjaga-mu… ‎ Pujon 25-07-13‎

Selasa, 22 Oktober 2013

TUNGGULAH SAATNYA


Anakku… kunci kesuksesan dalam segala urusan adalah ketika ‎seseorang dapat menguasai urusan tersebut, dalam arti “kesuksesan ‎suatu urusan adalah ketika urusan tersebut ditangani oleh ahlinya”. ‎

Sementara kegagalan dalam suatu urusan adalah ketika urusan ‎tersebut dilimpahkan pada yang bukan ahlinya.‎ Saya tidak pernah melihat suatu perbuatan yang sukses ditangan ‎seseorang kecuali oleh ahlinya, dan tidak pula kusaksikan ‎kemaslahatan yang gagal dimanfaatkan kecuali kemaslahatan tersebut ‎ditangani oleh orang yang tidak pecus mengelolanya.‎

Sungguh setiap urusan yang diserahkan kepada yang bukan ahlinya itu ‎mempunyai akhir waktu, akhir waktu tersebut adalah “Kehancuran”, ‎dan ada saat dimana sipelaku harus berhenti, yaitu kegagalan baginya. ‎Hal tersebut jauh-jauh hari Rasulullah pernah mengingatkan: “Ketika ‎sebuah urusan diserahkan pada yang bukan Ahlinya, maka tunggulah ‎saatnya (saat kehancurannya)”‎

Anakku… apa bila alam ini telah rusak, dan penghuninya terus menerus ‎berbuat kemunafikan, dosa gampang sekali lahir, dan memperluas ‎langkah perceraian setelah sebelumnya bersatu padu, dan berlaku ‎kehancuran setelah sebelumnya gemah ripah loh jinawi, dan berbuat ‎kekufuran setelah mengecap manisnya iman. Maka tunggulah saat ‎kehancurannya, datangnya kiyamat, beberapa goncangan konflik, lalu ‎diikuti dengan musibah-musibah yang melanda, sampai pada akhirnya ‎tiupan sangsakala pertama akan dikumandangkan, lalu tiupan yang ‎kedua, pada saat itu semua hati akan berdebar ketakutan, setiap mata ‎akan menunduk khusyuk.

Hal tersebut terjadi di karenakan penghuni ‎bumi ini sudah tak ada lagi orang-orang shalih, orang yang patut ‎mengelola, orang yang patut mengemban tugas untuk memakmurkan ‎bumi Allah, di karenakan keangkuhan mereka dalam bersikap, ‎seringnya mereka berbuat melenceng, keluar dari rel kebenaran yang ‎telah ditata oleh Sang Pemilik Alam ini. Mereka menyimpang dari jalur ‎Tuhan dan menapaki jalur Syetan la’natullah. Sungguh Allah akan ‎menelantarkan , dan membiarkan mereka terus berbuat kerusakan, ‎sehingga pada saatnya, ketika di bumi ini sudah tak ada lagi panah ‎harapan yang tersisa (guna memperbaiki kerusakan), maka Allah akan ‎mengambil orang-orang fasik dengan paksa.‎

SEMANGAT & MALAS

Anakku... katakanlah kepada teman-temanmu yang sedang duduk ‎termenung, terbuai dalam lamunannya, “mengapa kamu tidak bekerja ‎dan berusaha ?” katakan kepada pemuda yang sehat badannya, elok ‎parasnya “mengapa tidak kau manfaatkan masa mudamu pada hal-hal ‎yang berguna, pada hal-hal yang berfaidah ?” katakan pada temanmu ‎yang notabennya sarjana “mengapa kamu tidak membuka lahan kerja ‎sendiri saja ?” katakan pada mereka berapa jam yang mereka sia-‎siakan dalam lamunan, obrolan panjang yang tiada arti dan ujungnya ‎nan membosankan, kenapa mereka membiarkan dirinya terpenjara ‎oleh kemalasan yang mengerikan, terbelenggu oleh tabiat mereka ‎yang hina.‎ Anakku...Semangat adalah energi yang senantiasa bergerak, deru ‎ombak yang senantiasa bergemuruh, dan kegigihan yang luar biasa, Ia-‎lah yang melakukan lompatan ke puncak dan terbang ke tempat yang ‎tertinggi, menggerakkan orang yang lemah menjadi gagah perkasa, ‎membuat orang lumpuh menjadi tidak putus-asa. Bangkitlah anakku, ‎kobarkan semangatmu, engkaulah penggerak nadi umat manusia, ‎engkaulah merah api, pembakar semangat bangsa, pelopor kemajuan ‎zaman, engkau bukan tumpukan jerami yang berdebu dan ‎menyebalkan.‎ ‎ Wahai anakku yang berotak cerdas nan pandai, janganlah engkau ‎mendekam saja di kamar, jangan lah engkau terbiasa dengan ‎berpangku tangan, jaganlah engkau merasa yaman bersama gelapnya ‎masa. Lihatlah berbagai burung terbang meninggalkan sarangnya ‎untuk mencari rizki, musang keluar dari sarangnya untuk mencari ‎mangsa, katak pun pasang mulut untuk mendapatkan seekor lalat. ‎Sedang Anda, apa yang Anda tunggu ?‎ bangkitlah segera ke gelanggang pekerjaan, singkirkan waktu lowong ‎ganti dengan aktifitas yang bermanfaat, dahului roda zaman dan ‎bergabunglah bersama-sama orang yang rajin.‎ Anakku percepatlah langkah,‎ sebab dibelakangmu maut sigap memburu,‎ Tiada tempat untuk berlindung dari-nya,‎ Atau untuk menghindarinya Anakku...Semangat adalah hati yang penuh gairah, jiwa yang penuh ‎rindu, hasrat yang mengelora, Ia mampu membawa pemiliknya ‎mengembara kemana saja, berusahalah untuk selalu bergairah, ‎bersegeralah untuk semangat, sekali lagi bersegeralah, sebab siang ‎dan malam dapat melapukkan kamu tanpa kamu sadari. santai-santai, ‎malas-malas, banyak tidur dan banyak makan itu justru dapat ‎mengeraskan hati, melemahkan pikiran. Dapatkah seseorang meraih ‎cita-cita hanya dengan bersingkur tangan ?‎ Janganlah kau anggap keagungan itu bagaikan kurma Yang setiap saat dapat kau makan.‎ Engkau selamanya tidak akan sangup mencapai keagungan,‎ Sebelum engkau menjilat ketabahan.‎ Penyair lain mengatakan.‎ Janganlah engkau pernah merindukan beberapa kedudukan,‎ Sebelum engkau penuhi sarana dan prasarananya.‎

CINTAKU TAK LEKANG OLEH ZAMAN


Untukmu...‎ yang setia menemaniku,‎
Aku masih mencintaimu seperti saat-saat kita bertemu dulu.‎

Untukmu... yang setia mendampingiku,‎
Aku masih menyayangimu Laksana bintang malam yang tak bosannya mendampingi rembulan.‎

Untukmu... yang tak bosan mencintaiku,‎
Aku ingin mencintaimu dengan indah seindah aneka bunga taman surga.‎

Aku mencintaimu sayang.‎

Senin, 14 Oktober 2013

KUTITIPKAN CINTAKU PADA TUHAN


Tuhan…
kutitipkan cintaku pada-Mu,
Tumbuh kembangkanlah pohon cinta ini,
Mekarkanlah bunga rinduku terhadap-nya,
Kan kupupuk pohon cintaku,
Agartumbuh daun kasih sayang,
Kan kusirami dengan ayat-ayat suci-Mu, Tuhan…
berilah setitik embun anugrah-Mu,
Agar tumbuh segar dalam taman Ridha-Mu.

???

ومن رضِى فله الرضا ومن سخِط فله السُخط “Barangsiapa yang rela baginya kerelaan (Kepuasa) tersebut, barangsiapa yang enggan baginya pula keengganan (Keresahan) tersebut” Hidup adalah sebuah pilihan, apa-ap yang sudah anda pilih sebaiknya anda jalani dengan sepenuh hati. Jika kewajiban hidup anda anggap sebagai beban maka pikullah, jika sebagai tugas maka jalanilah, jika sebagai kebutuhan maka carilah, jika sebagai hobi maka nikmatilah, jika sebagai anugera maka syukurilah. Pahitnya kehidupan adalah layaknya segenggam garam, tak lebih dan tak kurang. Jumlah dan rasa pahit itu adalah sama, dan memang akan tetap sama. Tapi, kepahitan yang kita rasakan , akan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki. Kepahitan itu akan didasarkan dari perasaan tempat kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita. Jadi, saat anda merasakan kepahitan, penderitaan ataupun kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang bisa anda lakukan. Lapangkanlah dadamu untuk menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu. Hatimu adalah wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu adalah tempat kamu menampung segala sesuatunya. Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah hatimu laksana telaga yang mampu meredam setiap kepahitan dan merubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan. Jadi yang membentuk karakter setiap diri seseorang adalah pola pikir orang itu sendiri, jika anda berfikir positif, maka kebahagiaan akan anda peroleh saat itu juga. Dan sebaliknya jika anda berfikir negati mengenai kehidupan anda, nasib masa depan anda, maka yang akan anda temu adalah wujud apa-apa yang anda pikirkan. Dikatakan: Free you heart from hatred “kosongkan hatimu dari kebencian” Free you mind from worries “kosongkan pikiranmu dari kekawatiran” Live simply “hiduplah sederhana” Give more “perbanyaklah memberi” And expect less “dan kurangilah berharap”

Sabtu, 05 Oktober 2013

GAK USAH HERAN

Allah menciptakan kehidupan dunia ini berpasang-pasangan; ada siang ada malam, ada laki ‎ada perempuan, ada senang ada susah, ada kaya ada miskin, ada suka ada duka.‎ Perbedaan yang ada adalah sebagai penyempurna satu sama lain, sebagai pewarna indah ‎kehidupan. Allah menciptakan semua itu beserta dengan hikmahnya, barang siapa yang ‎mampu memahami dan cerdas dalam menyikapi, maka keberuntungan yang akan mereka ‎perolih. ‎ Jangan menganggap remeh sesuatu yang dekat dihati kita, yang mungkin di mata kita remeh, ‎tak bernilai, akan tetapi hakikatnya sempurna. Maka‎‏ ‏‎ mendekatlah, melekatlah padanya ‎seakan-akan ia adalah bagian dari hal yang membuat kita hidup, dimana tanpanya hidup terasa ‎kurang berarti, hidup terasa kurang sempurna.‎ Janganlah takut mengakui bahwa diri kita tidaklah sempurna . ketidak sempurnaan inilah yang ‎merupakan sulaman benang rapuh untuk mengikat kita satu sama lain, kekurangan inilah ‎sebagai ladang beramal bagi yang sempurna. Dan sebaliknya ladang bagi si-lemah untuk ‎memberi peluang pada yang lain untuk beramal, pada akhirnya keduanya berkesempatan ‎untuk berbuat baik pada sesama, keduanya saling membutuhkan.‎ لِيَتَّخِذَ بَعْضُكم بعضاً سُخْرِيا Akan tetapi sederetan itu semua hakikatnya adalah sama, yaitu sebagai ujian. Barang siapa ‎yang sabar dalam menyambut ujian itu, maka Allah akan menjanjikan padanya pahala yang ‎berlipat ganda.‎ Betapa bijak yang dikatakan oleh sahabat Aly: “Seseorang tidak akan binasa (celaka) selama ‎dirinya menyadari kedudukannya” ‎ ما هَلَكَ امْرُؤٌ عَرَفَ قَدْرَ نَفْسِهِ – الإمام علِى seorang miskin tidak akan binasa, mereka akan mera bahagia jika saja mereka menyadari ‎kedudukannya sebagai seorang yang kekurangan, dan akan sersikap dan bertindak sesuai kadar ‎kemampuannya dan seorang yang kaya tidak akan pernah binasa, mereka akan bahagia dan ‎senantiasa bersyukur, jika saja mereka menyadari keberadaannya sebagai orang yang ‎mempunya kelebihan.‎ قُل كُلٌّ يَعْمَلُ على شاكِلَتِهِ .‏ Bagi silemah tidaklah diberatkan baginya kecuali sebatas yang mereka mampukan. Bagi sikaya ‎tidaklah dibenarkan berpoya-poya dengan hartanya untuk kepenting perutnya sendiri.‎ Bukankah Allah telah berfirman “tidaklah manusia diciptakan kecuali dalam keadaan susah ‎payah” dia harus melewati tahap demi tahap bahkan kesusahan tersebut semenjak dalam ‎rahim ibu sampai pada hari pertanggung jawaban.‎ يَخْلُقُكُمْ فِي بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ خَلْقًا مِنْ بَعْدِ خَلْقٍ فِي ظُلُمَاتٍ ثَلاثٍ Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan (Az ‎Zumar : 6)‎ Tiga kegelapan itu ialah kegelapan dalam perut, kegelapan dalam rahim, dan kegelapan dalam ‎selaput yang menutup anak dalam rahim.‎ Ketika dilahirkanpun dia mengalami kesukara, pada usia remaja ia dihadapkan dengan ‎permasalahan-permasalahan yang sangat komplek, permasalahan sekolah.‎ Pada usia dewasa dia mulai dihadapkan permasalahan asmara.‎ Bahkan pada sampai kematiannyapun, dipenuhi coba heeeeeeeeeeeeeee

SANG PEMENANG


Disaat kelelahan menghampiri anda, luka telah terasa ngilu, tenaga sudah tak lagi mampu. ‎
Cobalah untuk tarung satu ronde lagi.‎
Saat berkali-kali pukulan mendarat di muka anda, dada anda mulai terasa sesak,
Cobalah ‎untuk bertarung satu ronde lagi.‎
Disaat lawan telah menguasai anda, berkali-kali mau menjatuhkan, dan anda berfikir ingin ‎menjatuhkan diri untuk mengakhiri segalanya.
Cobalah untuk bertarung satu ronde lagi. ‎
Mencobalah dan mencoba, bukankah ajaran agama juga melarang umatnya untuk berputus ‎asa.
Sekali lagi cobalah, hanya dengan mencoba anda akan meraih kemenangan, selain ‎pahala yang telah terjanjikan. ‎
Ya … hanya orang yang selalu ingin bertarung satu kali lagilah yang punya potensi untuk ‎menang.
Iya… kemenangan adalah milik mereka yang terus mau mecoba untuk sekali lagi, ‎orang yang senantiasa mengobarkan semangatnya untuk menyambut mahkota ‎kemenangan.
Dialah PEMENANG sebelum kemenangan dinyatakan.‎
Jangan menyerah ketika masih ada sesuatu yang dapat anda berikan.
Tidak ada yang benar-‎bener kalah sampai anda sendiri berhenti dan tak mampu lagi berusaha .‎
Jangan takut menghadapi risiko.
Anggaplah risiko sebagai kesempatan kita untuk belajar ‎bagaimana menjadi pemberani.‎
Sambutlah kemenanganmu shobat...‎

SYUKURI APA YANG ADA

ما دمتَ فى هذه الدار لا تستغرِب وقوع الأكدر ‎“Selama anda berada di dalam dunia ini janganlah menganggap asing terhadap terjadinya ‎musibah”‎ Sebagaimana kata pepatah “kehidupan ini bagaikan lingkaran roda” kadang kita berada ‎di atas dengan segala kenikmatan, namun hari-hari dari umur kita tak luput pula dari ke ‎tidak nyamanan karena saat itu roda nasib kita berada di bawah dan tak kunjung berputar ‎kembali ke atas.‎ Fenomena yang lazim dan tak ayal pasti terjadi dalam lembaran hidup ini, sesuatu yang ‎tak sesuai dengan impian, namun demikian anda tetap wajib mensyukuri apa pun yang ‎menimpa anda. Ini bukan masalah kenapa kita meski mensyukuri semuanya. Akan tetapi ‎bersyukur menuntun anda untuk senantiasa menyingkirkan sisi negatif dari hidup. Orang ‎lain mungkin mengatakan bahwa anda tidak realistis. Namun, sikap anda sebenarnya jauh ‎lebih realistis; yaitu membebaskan diri anda dari kecemasan membelenggu, bayang – ‎bayang ketakutan. Bersyukur adalah bentuk ketakwaan kita pada Sang Pencipta. Dengan ‎demikian, selain campur tangan Alloh, bersyukur mendorong anda untuk bergerak maju ‎dengan penuh antusias. Bersyukur mendorong anda mencari solusi untuk keluar dari ‎belenggu hidup, untuk lepas dari simpul derita yang mengikat. Tak ada yang meringankan ‎hidup anda selain sikap bersyukur, Semakin banya anda bersyukur semakin banyak anda ‎menerima. Semakin banyak anda mengingkari, semakin berat beban yang anda jejalkan ‎pada diri anda.‎ Hampir seluruh persoalan hidup bermula dari ketidak mauan kita dalam menerima ‎kehidupan ini apa adanya. Kita tak mampu berkompromi pada kenyataan. Kita tak sudi ‎melepaskan paradigma dan melihat realitas secara sederhana. ‎ Kebanyakan orang lebih terpaku pada kegagalan lalu mengingkarinya. sedikit sekali yang ‎melihat pada keberhasilan lalu mensyukurinya. Karena, anda takkan pernah berhasil dengan ‎mengerutu dan berkeluh kesah. Anda berhasil karena berusaha. Sedangkan usaha anda ‎lakukan karena anda melihat sisi positif. Hanya dengan bersyukurlah sisi positif akan ‎nampak dipandangan anda.‎ Marilah sejenak kita pejamkan mata, kita temukan kesejukan pikiran, menggali ‎ketentraman perasaan. Menyentuh jiwa yang tenang. Menekuri setiap tarikan nafas. ‎Menyadari keberadaan diri kita di bumi ini. Meneguhkan kembali ikrar kita pada sang ‎pencipta, ikrar untuk mencurahkan yang terbaik untuk hidup ini. Dan membiarkan ‎tangannya menuntun setiap gerak kita sehari-hari. ‎ Ada ungkapan dalam bahasa Inggris:‎ ‎“Free you heart from hatred, Free you mind from worries, Live simply, Give more, And ‎expect less” ‎ ‎(kosongkan hatimu dari kebencian, kosongkan pikiranmu dari kekawatiran, hiduplah ‎sederhana, perbanyaklah memberi, dan kurangilah berharap)‎