Translate

Senin, 29 Juli 2013

KEDENGKIAN

Untuk Buah hati, Anak dalam impianku.. Anakku…Orang yang berhati mulia berjiwa besar, mereka tidak akan pernah berbuat kedengkian (Hasud) terhadap siapa saja, karena kedengkian adalah perilaku orang-orang hina, orang yang berjiwa rendah, bertabi’at tercela, dan lemahnya keinginan, orang yang berjiwa besar, agung, yang enggan mau dihina karena tahu akan harga dirinya, adalah mereka yang memberi jarak, menerapkan perbedaan antara dirinya dan tabiat yang rendahan (Hasud) itu, karena buah hasud tidak lain hanyalah kedongkolan hati, mereka tidak akan pernah memperoleh sesuatu yang mereka hasudi, melainkan sakit hati semata. seperti halnya kalam hikmah yang berlaku di kalangan masyarakat kita : ( Al Hasuud La Yasuudu ) “Orang yang hasud tidak akan dapat memperolih apa yang dihasudi”, kalau kita cermati, kita angan, maka kita akan dapati betapa besar makna yang terkandung di dalamnya dan mulia, sekalipun kecil dari segi lafath-nya. Anakku...kedengkian adalah perbuatan yang dapat menyia-nyiakan pekerti yang mulia, etika yang luhur, menyesakkan dada, mengkacaukan pikiran. Karena para pelaku kedengkian, apa bila melihat seseorang yang berada dalam kenikmatan, menyaksikan seseorang yang memperolih kedudukan tinggi yang pantas dan patut untuknya, mereka memasang kuda-kuda, menyiapkan tipu-daya, mereka senang kalau nikmat tersebut terlimpahkan dalam diri mereka, mereka gembira kalau kedudukan tersebut berpindah dalam kekuasaannya. Anakku...Bersabarlah jika pada suatu sa’at engkau mendapati mereka yang sedang berbuat hasud terhadapmu, hadapi dengan senyuman, hadapi dengan lapang dada, hadapi dengan kepala tegak, karena kamu berada di jalan kebenaran, kamu berada di jalan yang di ridhoi oleh Alloh swa. Karena sampai kapanpun pelaku kedengkian mereka tidak akan pernah puas dengan keberadaanmu sekarang ini, mereka akan terpuaskan setelah apa yang kamu peroleh, apa yang kamu dapat, berpindah kepada mereka. Hal senada di dendangkan seorang penyair dalam gubahan syairnya : Semua orang dapat aku beli hatinya Tetapi orang yang dengki kepadaku amat merepotkan aku Dan sulit ku beli hatinya Bagaimana mungkin seseorang dapat membujuk Orang yang dengki melihat keberhasilannya Sementara dia belum merasa puas kecuali lenyapnya keberhasilan itu. Penyair lain juga mendendangkan : Bersabarlah terhadab perbuatan hasud seseorang, Karena kesabaranmu, merupakan senjata yang bisa membunuhnya layaknya api yang membakar dirinya setelah ia tak lagi mendapati sebatang kayu yang bisa dibakarnya.

Wanita dan Pendidikan

Alloh SWT tidak menciptakan wanita kecuali bersama dengan pasangannya untuk melestarikan taman kehidupan, hanya saja setiap individu dari dua jenis ini mempunyai wadhifah (tanggung jawab) yang berbeda , yang gak baik bagi setiap individu menyalahi atau melangar tanggung jawabnya masing - masing. Sebagai contoh lelaki dalam taman ini (rumah tangga) adalah sebagai pengolah lahan, mencangkul, membajak, menanam dan menabur benih . sementara tugas perempuan dalam taman kehidupan ini adalah sebagai penjaga , merawat tanaman yang ada, menghalau hama yang mendekat maupun yang telah merusaknya. Tiadalah kebun kehidupan tersebut melainkan rumah tangga, pun tiada tanggung jawab bagi lelaki kecuali usaha guna menopang kelestarian rumah tangganya, dan tidaklah tanggung jawab perempuan kecuali mengatur rumah, mendidik anak, menanamkan akhlak – akhlak yang mulia ke dalam jiwa buah hatinya dan menepis segala hal yang merusak akhlak. Salah satu persoalan yang dihadapi bangsa ini khususnya dan umat islam umumnya selain ekonomi, politik dan persoalan – persoalan lainnya, adalah pendidikan, lihat saja tawuran antar pelajar marak terjadi di berbagai kota, di tambah lagi dengan deretan sejumlah prilaku mereka yang sudah tergolong kriminal, penyalah gunaan narkoba dan seks bebas (free sex), di kalangan pelajar misalnya “kompas denagan risetnya mendapati ”- saat ini 35% pelajar di kota madiun sudah pernah berhubungan layaknya suami istri , muncul kabar dari jawa pos , fenomena siswi – siswi di kota malang yang menjadi ‘cewek cabutan’, belum lagi yang datang dari kota gudek jogjakarta yang 97,5% mahasiswinya sudah tidak perawan lagi, dan masih banyak fenomena – fenomena lain yang sangat memperihatinkan. Dunia pendidikan kembali dituding telah gagal membentuk watak mulia pada anak didiknya Dalam hal ini Rosululloh bersabda : ما نحَل والدُ ولدَه أفضلُ من أدب حسنٍ “ Tiadalah suatu pemberian yang lebih utama dari orang tua pada anaknya , selain etika yang luhur ” ما يسُر الوالدَيْنِ إلا نجا بة الأبناء “ Tiadalah sesuatu yang menggembirakan kedua orang tua kecuali kecerdasan anak – anaknya ”

Cemburu itu indah

Pepatah ‘arab mengatakan “ Setiap manusia yang memakai baju gamis (baju tanpa lengan) - BH untuk sekarang ini – adalah bibi “ dalam arti sebagian dari kewajiban setiap laki – laki adalah, hendaklah mereka menaruh rasa cemburu atas setiap wanita, seperti halnya mereka menaruh rasa cemburu terhadab sanak kerabatnya, karena wanita pada dasarnya adalah saudara ibu_nya dari segi jenis kewanitaannya, maka hal itu sudah cukuplah menjadikan wanita itu sebagai bibi_nya. Di dalam kitabnya “Adabul_Islam fi Nidlomil_Usroh” Abuya Al Sayyid Muhammad bin Alawi bin Abbas Al Malikky Al Hasany mengatakan “ Seseorang bisa dikatakan telah mati sifat kelakiannya (Ganten Man) ketika orang tersebut sudah tidak lagi mempunyai rasa cemburu (terhadap para wanita)” Dalam arti ketika seseorag melihat para wanita – wanita muslihah berbuat sesuatu yang melanggar syara’ lalu dia diam tanpa mengambil tindakan pencegahan, maka cukuplah orang tersebut boleh dikatakan telah mati ke_Gantel_annya, Sejauh ini dalam pengamatan saya. Jadi sebagai sesama muslim hendaklah kita merasa cemburu ketika melihat saudara-saudara mulimah dengan asyiknya melakukan hal-hal yang di nilai syara’ salah, entah itu disadarinya atau tidak.

Wanita & Ekonomi

Untuk hak-hak yang bersifat ekonomis, Al-Qur’an mengenal adanya hak penuh bagi wanita sebelum dan sesudah menikah. Jika sebelum menikah seorang wanita memiliki kekayaan pribadi, maka begitupun setelah dia menikah. Dia mempunyai hak kontrol penuh terhadap kekayaannya. Berkenaan dengan hak ekonomis bagi wanita, Badawi (1995) menyebutkan bahwa di Eropa, sampai akhir abad 19, wanita tidak mempunyai hak penuh untuk memiliki kekayaan. Ketika seorang wanita menikah, secara otomatis harta seorang wanita menjadi milik sang suami atau kalau si isteri mau mempergunakan harta yang sebenarnya milik dia ketika belum menikah, harus mempunyai ijin dari sang suami. Badawi menunjuk kasus hukum positif Inggris sebagai contoh. Di Inggris, hukum positif tentang wanita mempunyai hak kepemilikan baru diundangkan pada sekitar tahun 1860-an yang terkenal dengan undang-undang “Married Women Property Act”. Padahal Islam telah mengundangkan hukum positif hak pemilikan wanita 1300 tahun lebih awal ( Lihat QS 4:7dan 4:32).

Minggu, 28 Juli 2013

HARAPAN SANG PENDOSA


Lantunan tasbih warnai setiap hembusan,
Pejamkan mata menyusup makna kesucian,
Resapi bagian terkecil kehidupan,
Tersentak kuteringat akan dosa masa silam,

Terkeruk pasrah sucikan diri,
tersungkur sujut dalam munajah ilahi,
di separuh ramadhan kuberharap ampunan,
hapus coretan dosa-dosa yg terkumpulkan,

kunanti lailatul qadar di ujung malamku
Malam hilang terbitlah fajarku,
Kunanti hari fitri kan datang,
Penuh harap kan fitrah diri.

MENUNGGU LAILATUL QADAR DI UJUNG MALAM

 

Jika kau mengantuk tidurlah dulu, 
usah paksakan diri menemani aku, 
aku tahu matamu sudah berat, 
mukamu pucat dan kau juga sering menguap, 
rapatkanlah…, tidurlah segera, 
tapi jangan lupa sunah yang ada, 
agar malaikat-malaikat malam menjaga dan sampaikan salam padaNya. 
biarkan aku menunggu Lailatul Qadar dengan harapanku, 
malam seribu bulan yang menjadi impianku, 
Biarkan aku menyambutnya di ujung malam, 
Aku tak tau akan esok hari, 
adakah aku dapat memperolih kesempatan.

Sabtu, 27 Juli 2013

OPTIMIS & PESIMIS

Untuk Buah hatiku. anak yang sangat kunantikan. Anakku...yang membentuk karakter diri kita adalah pola pikir kita sendiri, kalau kita berpikir positif, maka hidup ini akan terasa enjoe dan bahagia, tapi kalau pikiran kita senantiasa berfikir hal-hal yang negative, maka kesedihan, kepiluan yang justru kita dapat. Percayalah anakku, hidup kamu tersusun oleh pikiran-pikiran kamu, sebab hidup tak lain adalah rangkaian keputusan kamu untuk mencinta atau membenci sesuatu Anakku orang yang berjiwa pesimis akan selamanya memandang siang hari terasa gelap, segala sesuatu disangkanya hitam mencekam , madu disangkanya racun, mereka memandang dunia ini dengan tatapan kebencian, pandangan yang membosankan Wahai anakku... pernahkah engkau mendengar cerita Rasululloh saw saat beliau menengok orang arab badui yang sedang sakit terserang deman, lalu beliau saw. menghiburnya dengan mengatakan “Tak mengapa, Insya Alloh akan sembuh.” akan tetapi, orang badui tersebut tidak menerima pengharapan baik tersebut dan justru Ia berkata “ Ini deman yang hebat.” Maka Nabi saw. pun berkata “Baiklah kalau demikian” Seperti itulah yang akan dirasa olehnya. Anakku... bila anda memandang diri anda kecil, dunia akan nampak terasa sempit, dan tindakan anda pun jadi kerdil, Namun, bila kamu memandang diri anda besar, maka dunia akan nampak luas, dan anda pun akan melakukan hal-hal penting dan berharga. Tindakan anda adalah cermin bagai mana anda melihat dunia. Sementara dunia anda tak lebih luas dari pada pikiran anda tentang diri anda sendiri. Itulah mengapa kita diajarkan untuk berperasangka positif pada diri sendiri, agar kita bisa melihat dunia lebih indah, dan bertindak selaras dengan kebaikan-kebaikan yang ada dalam pikiran kita. padahal dunia tak butuh penilaian apa-apa dari kita. Ia hanyalah memantulkan apa yang ingin kita pikirkan, dan menggemakan apa yang ingin kita dengar. Bila kita takut menghadapi dunia, maka sebenarnya kita takut menghadapi diri kita sendiri.

TAWAKAL (PASRAH)

 


Teruntuk kekasih surgaku. Istri yang semoga setia mendampingiku.

Istriku.....apa yang membuat malam-malammu jadi begitu panjang, hari-harimu penuh kekawatiran, janganlah hari esok membuatmu menangis, menjadikan hatimu gundah dan penuh ketakutan. Istriku, hidup ini akan terasa enjoy, semuanya akan terasa indah jika kita pasrahkan kepada Alloh, karna Dialah yang pantas kita serahi urusan kita, karena Dialah tempat bergantung semua makhluk. 

“....dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah Mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (Q.S At-Tholaq: 3)

“(Dia-lah) Allah tidak ada Tuhan selain Dia. dan hendaklah orang-orang mukmin bertawakkal kepada Allah saja.” (Q.S At Taghobun: 13)

Jika Alloh menciptakan malam tentu Alloh menciptakan siang pula, susah dan senang, miskin dan kaya, laki dan perempuan, kanan dan kiri, bawah dan atas, dan semua berpasang-pasangan, maka jika Alloh menciptakan kita tentulah Alloh menciptakan rizki bagi kita, Allah berfirman: 

“.. dan Engkau beri rezki siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab (batas)" (Q.S Ali Imron : 27)

Dalam satu kesempata Kekasih kita Baginda Nabi Agung Muhammad Saw. Berkata:

 لوأنّكُمْ توَكّلْتُمْ على الله حقَّ توكُّلِهِ لرَزَقَكُمْ كما يرزُق الطيرَ تَغْدُو خِماصاًوتَرُوْحُ بِطاناً

“Sungguh apabila kalian bertakwa kepada Alloh dengan sebenar-benar takwa, niscaya Alloh akan menanggung rizki kalian, seperti halnya Alloh menanggung rizki seekor burung yang waktu pagi dalam kondisi lapar dan pada sore harinya dengan kadaan kenyang”

Senin, 22 Juli 2013

Kapankah Kita Berbeda Agar Bisa Bersatu?

 

Allah ta’aalaa berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agama-Nya dan mereka menjadi bergolongan , tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu kepada mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah terserah kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat…“QS al An’aam:159. Setelah berpesan melalui RasulNya agar umat ini meniti shirathal mustaqim dan bukan mengikuti berbagai jalan selainnya sebagaimana dalam firmanNya, “dan bahwa adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan , karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa." (QS al An’aam:153)

Maka dalam ayat ini Allah memberikan peringatan kepada umat ini tentang apa yang kelak akan mereka alami sebagai satu garis kehidupan berupa tindakan menyia-nyiakan agama, setelah sebelumnya berada di jalan yang benar, yang muncul dalam fenomena perpecahan sekian banyak madzhab, aliran-aliran dan bid’ah-bid’ah di mana hal ini menjadikan mereka terkotak-kotak dalam fanatisme berbagai macam kelompok dan golongan. Akibatnya kebenaran pun lenyap, ikatan persatuan terputus dan persaudaraan seiman berubah menjadi umat yang saling berlawanan dan bermusuhan sebagaimana pernah terjadi pada umat-umat terdahulu. Realitas tersebut dilatar belakangi oleh beberapa hal seperti berikut: 

1. Perebutan Kekuasaan. Ini telah terjadi semenjak akhir pemerintahan Khilafah Ar Rasyidah dan berlanjut hingga masa sekarang. 

2. Fanatik Ras dan Semboyan Kebangsaan 

3. Fanatisme Madzhab dan Aliran dalam dasar-dasar dan cabang-cabang agama sehingga satu sama lain saling mencela. 

4. Berkata tentang agama berdasarkan pendapat 

5. Penyusupan dan rekayasa musuh-musuh agama 

Sebagian ahli tafsir generasi terdahulu (Salaf) berpendapat bahwa ayat ini turun terkait ahli kitab yang telah memecah belah agama Nabi Ibrahim, Nabi Musa dan Nabi Isa alaihissalaam serta merubahnya menjadi agama-agama yang berbeda pula dan masing-masing memiliki madzhab-madzhab dan aliran-aliran yang fanatik di mana antara mereka saling memusuhi dan memerangi (bunuh membunuh). Dua tafsiran ini bisa saja dipadukan karena ayat tersebut mencakup ahli kitab dan kelompok-kelompok dalam kaum muslimin. Jadi ayat tersebut memiliki misi memberikan peringatan (Tahdziir) akan bahaya perpecahan/perbedaan (Tafriiq) yang tidak diperbolehkan (tercela) sebagaimana disebut dalam firman Allah: 
"Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat," (QS Ali Imra:105.)

Jadi Tafriiq yang diperingatkan oleh Allah adalah memisahkan dasar-dasar Islam yang telah menjadi satu kesatuan sebagaimana dilakukan sebagian orang Arab yang menolak mengeluarkan zakat pasca Rasulullah shallallahu alaihi wasallam wafat sehingga Abu Bakar ra berkata: “Sungguh aku pasti akan memerangi orang yang memisahkan antara shalat dan zakat”. Sementara Tafriiq dalam pendapat, sebab akibat (Ta’liilaat), penjelasan-penjelasan (Tabyiinaat) dan cabang-cabang fiqih maka tidak menjadi masalah. Akhirnya semua Tafriiq yang tidak menyebabkan sikap saling mengkafirkan (Takfiir), saling memerangi (Taqaatul), berpecah belah dan fitnah maka itu hanyalah sebatasTafriiq dalam pemikiran, pencarian dalil dan usaha maksimal menemukan kebenaran. Sebaliknya Tafriiq yang mengantarkan kepada tindakan Takfiir dan saling menyerang dalam masalah agama maka inilah yang diperingatkan oleh Allah kepada kita untuk dijauhi.

Abu Asyur dalam at Tahrirr wa At Tanwiir 8/196 mengatakan: [Adapun perebutan kekuasaan dan harta dunia di kalangan kaum muslimin maka bukan termasuk Tafriiq (perpecahan) dalam agama. Hanya saja ini termasuk kondisi yang menjadikan jamaah (persatuan umat) terancam] Karena itulah suatu keharusan bagi seluruh kelompok untuk berdiri dalam satu barisan demi kemuliaan Islam dan kaum muslimin. Tetapi, perselisihan senantiasa terjadi di kalangan mereka. Dari Sa’ad (bin Abi Waqqash) ra bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: 
“Aku memohon kepada Tuhanku agar tidak menghancurkan umatku dengan paceklik. Diapun Mengabulkannya. Dan aku lalu memohon kepadaNya agar tidak Menghancurkan umatku dengan banjir. Dia pun Mengabulkannya. Lalu aku memohon kepadaNya agar tidak Menjadikan perselisihan di antara mereka. (permohonanku) ini ditolak”. HR Ibnu Abi Syaibah. (Khashaish al Ummah al Muhammadiyyah hal 42.) 

Lalu kapankah kita berbeda agar bisa bersatu? Sebuah pertanyaan yang membutuhkan jawaban yang harus dibarengi dengan usaha serius dan berat yang dituntun oleh sikap Istiqamah, jiwa dermawan, hati yang bersih dan rahmat kepada umat dengan berbagai macam sarana di mana sarana memiliki hukum sama seperti tujuan. 
= والله يتولى الجميع برعايته =

Senin, 08 Juli 2013

Muhasabah Diri di Bulan Suci

Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.QS al Hasyr:18-19. Sayyid al Walid Abuya al Habib Muhammad bin Alawi al Maliki al Hasani dalam bukunya Dzikrayat wa Munasabat hal 183 berkata: Di antara berkah-berkah Ramadhan adalah hembusan Nafahat Qudsiyyah yang menerpa orang yang berpuasa hingga khalwah terasa manis baginya guna Muhasabah (evaluasi diri), melihat dan menelaah kembali amal-amal perbuatan serta mengingatnya dari berbagai aspek kebaikan dan kebajikan, dosa dan keburukan hingga akhirnya merasa damai dan tentram atau sebaliknya merasa rugi dan menyesal. Selanjutnya ia berusaha keras menutupi keteledoran yang berupa hal-hal yang tidak diridhoi Allah. Ia pun merubah jalan hidup, meniti kebenaran, memperbanyak ketaatan demi melebur dosa yang dilakukan dan sebagai pengganti yang dikerjakan di masa silam. Maqam tersebut adalah buah perasaan selalu diawasi Allah (Muraqabatullah) dan rasa takut siksaan di hari perhitungan (Yaumul Hisab). Itulah Maqam para ahli makrifat (al Arifin) yang tidak bisa tergapai kecuali oleh orang-orang yang meyakini bahwa Allah Maha Melihat yang tersimpan dalam hati dan Maha Mengetahui segala rahasia. Al Habib Abdullah bin Alawi al Haddad berkata: [Tiada orang beriman kecuali dalam posisi mendahului atau didahului (Sabiq/Masbuq). Orang beriman yang berada dalam kebaikan adalah orang yang bertemu dengan Allah dalam keadaan beriman sehingga ia langsung ke surga. Atau dengan membawa dosa-dosa sehingga untuk membersihkannya Allah Memasukkannya ke neraka sesuai kadar dosa-dosa. Manusia, kebanyakan manusia, adalah ahli keteledoran akan hak-hak Allah meski mereka juga telah melakukan sekian banyak kebaikan] (Tatsbiitul Fuaad 2/326). Evaluasi diri adalah tanaman pohon yang berbuah Taubat. Salah satu pintu dari berbagai pintu kasih sayang Tuhan (Rahmat Ilaahiyyah). Pintu keluar dari kemarahan Allah dan memasuki halaman luas maaf dan keridhoannya. Di antara hal yang mengantarkan kepada Evaluasi diri di bulan penuh berkah ini adalah menyambut NafahatNya seperti berikut:   1 Nuzul Alqur’an: (Banyak membaca dan Tadarrusan Alqur’an) 2 Perang Badar&Pembebasan Makkah: (Merenung dalam mempersiapkan diri berkorban di jalan meninggikan Kalimat Allah yang paling mulia) 3 Lailatul Qadar: (Qiyamullail Ramadhan untuk menghidupkannya) 4 Berkumpul untuk Qiyamullail (Shalat Tarawih): (Menghindarkan diri dari melaksanakannya dengan terlalu cepat selesai -I’tikaf) 5 Bulan Berdo’a (QS al Baqarah:186): (a.Banyak Membaca do’a tersebut yang artinya: “Saya bersaksi tiada tuhan selain Allah. Saya memohon ampunan kepada Allah. Saya memohon kepadaMu surga dan perlindunganMu dari neraka” b.Banyak Berdo’a yang lain) 6 Bulan Kedermawanan: (Banyak sedekah dengan harta dan segala macam kebaikan) 7 Bulan Kesabaran: (Semua anggota tubuh ikut berpuasa) 8 Bulan Penuh Berkah: (Memproduksi anak yang diberkahi. Allah berfirman: “…Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu… “QS al Baqarah:187.) Muslim yang terbina - ketika mengerti bulan ini ada pahala berlipat ganda, ampunan mudah didapatkan dan Nafahat Rabbaniyyah yang semestinya harus diimbangi dengan susah payah dan kerja keras seperti dikatakan, “Pahala sesuai kadar kepayahan” - tentunya merasa malu kepada diri sendiri apabila tidak berjuang keras menyusul keteledoran, melakukan hal yang tidak diridhoi Allah, dan mengevalusi diri agar masuk dalam satu pintu di antara pintu-pintu rahmatNya yang luas. Hanya kepada Allah kita memohon agar Dia Menerima Shiyam dan Qiyam kita, agar Dia memberikan TaufiqNya kepada kita menuju kecintaan dan ridhaNya.

Peniadaan...

Di antara metode yang diterapkan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam dalam Tarbiyah adalah memberikan deskripsi nilai-nilai tinggi yang esensial di belakang pemahaman-pemahaman yang telah berkembang secara luas. Ini bertujuan mengarahkan kemauan kepada segala sesuatu yang tinggi dan maksud yang mulia.Contoh-contoh dari metode ini adalah sebagaimana sabda Beliau shallallahu alaihi wasallam: 1. "Kekayaan bukanlah banyaknya harta benda, tetapi kekayaan sesungguhnya adalah kekayaan hati"(HR Ahmad-Bukhari Muslim). Imam Muslim meriwatkan dari Mutharrif dari ayahnya yang berkata: [Aku datang kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam saat Beliau sedang membaca, "al haakumt takaatsur/Menumpuk-numpuk harta menjadikan kalian lupa" Beliau berkata: "Anak Adam berkata: "Hartaku, hartaku" Beliau menlanjutkan: "Wahai Anak Adam, bukankah tiada yang kamu miliki dari hartamu kecuali apa yang telah kamu makan dan kamu lalu kami menghabiskannya, atau apa yang telah kamu memakainya dan lalu kamu membuatnya menjadi usang,atau apa yang kamu sedekahkan dan kamu mengabadikannya?"] 2. "Orang yang kuat bukanlah orang yang banyak membanting musuhnya. Orang yang kuat hanyalah orang yang mampu menahan diri ketika marah"(HR Ahmad-Bukhari Muslim) 3. "Bukanlah disebut penyambung sanak famili seorang yang hanya membalas kunjungan, penyambung sanak famili sesungguhnya adalah seorang yang jika tali sanak familinya terputus maka ia menyambungnya"(HR Ahmad-Bukhari Muslim) 4. "Bukanlah orang buta seorang yang buta matanya.Orang buta sesungguhnya adalah orang yang buta mata hatinya"(HR Baihaqi dalam Syuabul Iman) 5. "al Birr (kebaikan) bukanlah busana dan penampilan bagus, tetapi kebaikan adalah ketenangan dan kesantunan"(HR Dailami dalam Musnadul firdaus) 6. "al Bayan bukanlah banyaknya ucapan, tetapi ucapan yang lugas dalam hal yang disukai Allah dan rasulNya. Gagap bukanlah gagapnya lisan, tetapi minimnya pengetahuan akan kebenaran" (HR Dailami dalam Musnadul firdaus). Sejalan dengan ini adalah sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam "Sesungguhnya sebagian dari al Bayan adalah sihir" 7. "Pembohong bukanlah orang yang mendamaikan manusia; ia lalu menyampaikan kebaikan (pihak pertama kepada pihak keduan) dan mengucapkan kebaikan (pihak kedua kepada pihak pertama)(HR Ahmad Bukhari Muslim Abu Dawud Turmudzi) 8. "Puasa bukan hanya dari makan dan minum. Puasa sebenarnya adalah dari laghw dan rafats; jika ada orang mencacimu atau berbuat bodoh kepadamu maka ucapkanlah; "Sesungguhnya aku berpuasa, sesungguhnya aku berpuasa"(HR Hakim-Baihaqi) 9. "Orang miskin bukanlah orang yang berkeliling (ke sana kemari meminta sedekah) kepada manusia sehingga ia mendapatkan sesuap dua suap atau sebutir dua butir kurma, tetapi miskin yang sebenarnya adalah orang yang tidak mendapatkan kekayaan yang membuatnya puas, tidak pula diketahui akan kondisinya sehingga bisa diberikan sedekah kepadanya dan tidak pula ia bangkit lalu meminta-minta kepada manusia"(HR Malik Ahmad Bukhari Muslin Abu Dawud Hakim) 10. "Bukanlah orang terbaik di antara kamu seorang yang meninggalkan dunia demi akhirat atau meninggalkan akhirat demi dunia sehingga ia mampu mendapatkan keduanya sebab sesungguhnya dunia adalah sarana menuju akhirat. Jangan kalian menjadi beban orang lain"(HR Ibnu Asakir) Sepadan dengan hal di atas adalah ungkapan syair: 1. Kehidupan bukan sekedar nafas-nafas yang engkau hembuskan Kehidupan sesungguhnya adalah kehidupan ilmu dan budi pekerti 2. Anak yatim bukanlah anak yang ditinggal oleh bapaknya Anak yatim sesungguhnya adalah orang yang ditinggalkan ilmu dan budi pekerti Imam Syafii ra berkata: Ilmu bukanlah sesuatu yang diambil. Ilmu sebenarnya adalah sesuatu yang bermanfaat -والله يتولي الجميع برعايته-

Dasar Mencetak Insan Berprestasi

Segala puji bagi Allah, pujian yang selaras dengan nikmat-nikmatNya dan membuatNya senantiasa mencurahkan tambahan (nikmat)Nya. Shalawat Salam atas Rasulullah, keluarga, sahabat dan orang-orang yang mengikuti petunjuknya. Sesungguhnya pendidikan islam adalah sebuah pondasi guna mencetak para insan berprestasi, dan bukan sekedar menghasilkan keahlian-keahlian dalam berbagai disiplin ilmu (yang dilengkapi) dengan ijazah, sebagaimana Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah mendidik para sahabat mulia radhiyallahu anhum; Bilal yang asalnya seorang lemah menjadi begitu mulia, Umar bin al Khatthab yang sebelumnya seorang yang kasar menjadi seorang yang lemah lembut, Anas bin Malik yang pada mulanya adalah seorang pembantu lalu bisa masuk dalam jajaran orang-orang pandai di kalangan sahabat, Mush’ab bin Umer yang dari seorang anak manja kemudian berubah menjadi pribadi yang begitu tangguh, dan masih banyak lagi para sahabat yang bisa dijadikan contoh keberhasilan kaderisasi (Takwiin) yang dilakukan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Al Habib Muhammad bin Alawi al Maliki al Hasani Qaddasallahu sirrahu dalam bukunya Ushulut Tarbiyah An Nabawiyyah hal 8 mengatakan: [Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam tidak memiliki sekolah permanen atau pesantren khusus untuk mengajar yang di sana Beliau duduk dan secara rutin dikelilingi oleh para sahabat. Majlis-majlis ilmu beliau justru lebih luas dan menyeluruh laksana hujan turun di semua tempat sehingga memberikan manfaat kepada semua orang. Dalam pasukan beliau adalah seorang pembina dan pemberi nasehat yang nasehatnya bisa membakar hati dan sabdanya mampu menyalakan semangat para tentara. Dalam bepergian beliau adalah seorang pengarah dan pemberi petunjuk. Di rumah beliau memberikan arahan keluarganya. Di masjid beliau adalah pengajar, penceramah, hakim (Qadhi), pemberi fatwa dan seorang murabbi. Dalam bepergian, orang-orang lemah mencegat beliau di jalan untuk bertanya masalah agama maka beliaupun berhenti (untuk memberikan pencerahan). Kunci dari mencetak insan berprestasi (Takwiin) ini adalah firman Allah; “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu Dzat yang telah menciptakan”QS al Alaq:1. Dalam firman Allah; (Bacalah) adalah dorongan untuk membaca secara luas; di antaranya segala sesuatu yang bisa menjadi sarana mendapatkan ilmu pengetahuan baik yang pokok ataupun yang hanya sekedar menjadi pelengkap sebagaimana diisyaratkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam: “ (Dasar) Ilmu ada tiga, dan selain itu adalah hanya keutamaan (atau bahkan tidak berguna); ayat muhkamah, sunnah qa’imah dan faro’idh yang adil”(HR Abu Dawud Ibnu Majah Hakim dalam Faidhul Qadir 4/386) Kata fadhlun adalah bentuk jamaknya adalah fadha’il yang berarti segala sesuatu yang mengandung kebaikan, atau jamaknya fudhuul yang berarti segala hal yang sama sekali tidak ada kebaikan di dalamnya. Dalam firman Allah; “...dengan menyebut nama Tuhanmu” terdapat dua isyarat: 1.Hubungan pembaca dengan Tuhannya terkait ilmu yang dimiliki sebagai sebuah anugerah dari Allah yang disertai dengan pengertian akan keagungan dan kemuliaanNya. 2.Pengakuan pembaca akan kelemahan dirinya bahwa ilmu dan pengetahuan yang didapatkannya bukanlah karena diri, kuasa dan kekuatannya, akan tetapi semata karena Allah ta’ala. Hal tersebut akan mengantarkan seorang pembaca (seorang berilmu) pada sikap tawaadhu’ dan tidak sombong berbangga diri seperti dikatakan Nabi Sulaiman alaihissalam: “Sulaiman berkata: Ini adalah bagian dari anugerah Tuhanku agar Dia Mengujiku apakah aku bersyukur atau ingkar”QS An Nahl:40, bukan seperti dikatakan Qarun yang dengan congkaknya berujar; “...sesungguhnya aku diberikan semua ini adalah semata karena ilmu yang ku muliki”QS Al Qashash:78. Dengan semua ini niscaya akan lurus perilaku seorang berilmu sehingga ia bisa menunaikan kewajiban menyebarkan ilmu dan memberikan manfaat kepada manusia. Imam Malik rahimahullah mengatakan: [Hal terpenting bukanlah banyaknya ilmu, tetapi yang terpenting adalah berkah ilmu]. Imam Syafi’I rahimahullah mengatakan: [Ilmu bukanlah apa yang diambil (dipelajari) tetapi ilmu yang sebenarnya hanyalah hal yang bermanfaat]. As Sayyid Alawi bin Abbas al Maliki al Hasani rahimahullah berkata: [Ijazah seseorang adalah ilmu dan kemanfaataanya bagi manusia] Dari berbagai cara untuk sukses mencapai tujuan ini yang paling cepat bagi seorang pencari ilmu adalah dengan memiliki seorang guru murabbi, yang mendidik hatinya, membersihkan akhlaknya, menuntunnya kepada Allah dan karena bergaul dengan sang guru ini Allah menjaganya dari keburukan, hawa nafsu dan kemaksiatan, rabbaani, seorang guru yang mengajarkan ilmu-ilmu dasar sebelum ilmu-ilmu yang besar (luas), mursyid, seorang guru yang mencapat maqam rusyd yaitu yang mengumpulkan ilmu, amal dan ikhlash yang merupakan oknum kehidupan. Karena itulah Nabi Musa alaihissalam bergegas berjalan di belakang seorang hamba yang shaleh agar bisa belajar kepadanya seraya mengatakan dengan penuh ketawadhu’an dan tatakrama; “...bolehkah saya mengikuti anda supaya anda mengajarkan kepadaku kebenaran yang telah diajarkan kepada anda “QS al Kafi:66. Dan ketika hamba yang shaleh tersebut memberikan jawaban: “Sesungguhnya kamu tidak akan pernah sanggup bersabar bersamaku “QS al Kahfi: 68, maka Nabi Musa alaihissalam dengan sangat berharap bergumam: “...insya Allah anda akan mendapatkan diriku sebagai seorang yang sabar, dan saya tidak akan menentang anda dalam urusan (apapun) “QS al Kahfi: 70. =والله يتولى الجميع برعايته=

MENITI JALAN MENUJU MARDHOTILLAH

Dalam menjalani hidup ini, setiap manusia yang mengikrarkan dirinya beragama islam niscaya memiliki target ( al hadaf ) yang hendak dicapainya . Target itu ialah menggapai mardhotillah (keridloan Alloh swt ), sebab mardhotillah inilah yang mengantarkan setiap manusia mendapatkan kebahagiaan di akhirat (sa`adah fil akhirat ) , yang diyakini sebagai kebahagiaan yang hakiki . Generasi sahabat dahulu barangkali adalah tipologi manusia yang sukses di dalam menggapai mardhotillah itu. Artinya mereka sosok umat yang kelak mendapatkan kebahagiaan hakiki di akhirat . Di dalam Al Qur`an disebutkan sifat mereka, yaitu “rodliyallohu anhum” (Allah swt telah meridloi mereka) . Atas dasar ini kita tak segan-segan memanjatkan doa bagi mereka kala disebut nama-nama generasi pertama didikan Rasululloh saw tersebut, dengan ucapan: “Rodliyallohu anhu” (mudah-mudahan Alloh swt meridhoinya). Dalam rangka meniti jalan (wushul) menuju mardhotillah, harus diperhatikan dua perkara berikut ini. Pertama, taufiq (pertolongan atau bantuan) dari Alloh swt. Taufiq ini kedudukannya ibarat hujan yang turun dari langit membasahi lahan atau tanah di bumi . Kedua, bekerja dan berupaya keras menuju Alloh swt di atas prinsip istiqomah (konsisten)dan ittiba` (mengikut sunnah). Kedudukan perkara kedua ini ibaratnya menggarap lahan atau tanah . Kaitannya dengan menggap lahan atau tanah, maka penggarap bila tidak ingin rugi, mesti akan memperhatikan setidak-tidaknya empat hal ini, yaitu bibit (dicarikan bibit yang unggul misalnya), merawat dan menjaganya (at tarbiyah wal hifidz), membersihkan diri hama yang merusak (tanhiyatul mu`dzi), dan terakhir melakukan itu semua dengan kerelaan dan kesadaran tinggi yang disebut dengan ikhlas . Dua perkara di atas, yaitu taufiq dan bekerja keras menuju Alloh swt di atas prinsip istiqomah dan ittiba` kiranya harus berpadu menjadi satu . Seseorang mengelola tanah,misalnya, akan tetapi tanahnya kering kerontang karena ketiadaan air hujan, kiranya ia sekedar berpayah-payah yang tidak ada hasilnya . Begitu pula kalau tanah sudah ada air hujan yang mencukupi namun tanah dibiarkan begitu saja , tidak dikelola, ini namanya kesia-siaan . Berikutnya kalaupun tanah ada airnya dan dikelola, namun pengelolaannya tidak efektif dan optimal, misalnya bibit tidak berkualitas, hama dibiyarkan merusak, tidak dirawat, dikerjakan sambil dikerjakan sambil lalu saja, nicaya hasilnya yang akan ditunda kelak hanyalah kerugian . Terkait dengan dua perkara ini, perlu dipahamibahwa bekerja dan berupaya keras menuju Alloh swt di atas prinsip istiqomah (konsisten) dan ittiba` (mengikut sunnah) yang diibaratkan laksana kerja mengelola tanah adalah lingkup yang kelak manusia dimintai tanggung-jawab kalau penggarapannya jelek, dan akan dibalas kalau penggarapannya bagus. Maka, kerja inilah yang lazim disebut dengan nama syariat. Sedangkan taufiq yang diberatkan hujan turun dari langit kiranya tidak ada sangkut pautnya (madkhol) dengan urusan kerja manusia, karena taufiq adalah haknya Alloh swt semata. Perkara inilah yang disebut sebagai haqiqot, dimana manusia harus sepenuhnya berserah diri dan bergantung terhadap kehendak dan kekuasaan Alloh swt . Untuk bisa bekerja dan berupaya keras menuju Alloh swt di atas prinsip istiqomah (konsisten) dan ittiba` (mengikut sunnah) agaknya ada banyak sarana yang bisa dititi . Diantara saran-sarananya ialah fi`lul mukaffirot (melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat menghapuskan dosa), seperti giat menjalankan amal-amal sunnah , melibatkan diri dalam proses pendidikan dan pembinaan, memakmurkan masjid, dan lain sebagainya, di samping melakukan muhasabah (introspeksi) diri . Sahabat Umar bin Khattab berkata : Muhasabahilah diri-dirimu, sebelum kelak kamu dimuhasabahi . Seorang yang mengikrarkan diri beragama islam kalau mampu mengoptimalkan dan mengefektifkan sarana fi`lal mukaffirot dan muhasabah, rasanya tidak jauh dikatakan bahwa meniti jalan (wushul) menuju mardhotillah. Karena dua sarana itu berkesempatan lebih banyak untuk menciptakan suasana akhir kehidupan yang baik , yaitu khusnul khotimah, sementara khusnul khotimah inilah modal dasar manusia yang luar biasa kala menghadap kepada Alloh swt . Target hidup manusia pasti terasa aman kalau akhir hidupnya baik . Manusia yang menggapai khusnul khotimah inilah yang digambarkan di dalam Al Qur`an surat Yunus ayat 62 : Tidak ada rasa takut bagi mereka (terhadap hal-hal yang berlalu) dan mereka pun tidak merasa susah (terhadap hal-hal yang hendak tiba). Dan akhirnya layak sekali direnungkan bahwa sarana fi`lul mukaffrot dan muhasabah akan optimal dan efektif, hanya kalau dilakukan secara kolektif, yaitu melalui wadah kejama`ahan.