Translate

Senin, 08 Juli 2013

MENITI JALAN MENUJU MARDHOTILLAH

Dalam menjalani hidup ini, setiap manusia yang mengikrarkan dirinya beragama islam niscaya memiliki target ( al hadaf ) yang hendak dicapainya . Target itu ialah menggapai mardhotillah (keridloan Alloh swt ), sebab mardhotillah inilah yang mengantarkan setiap manusia mendapatkan kebahagiaan di akhirat (sa`adah fil akhirat ) , yang diyakini sebagai kebahagiaan yang hakiki . Generasi sahabat dahulu barangkali adalah tipologi manusia yang sukses di dalam menggapai mardhotillah itu. Artinya mereka sosok umat yang kelak mendapatkan kebahagiaan hakiki di akhirat . Di dalam Al Qur`an disebutkan sifat mereka, yaitu “rodliyallohu anhum” (Allah swt telah meridloi mereka) . Atas dasar ini kita tak segan-segan memanjatkan doa bagi mereka kala disebut nama-nama generasi pertama didikan Rasululloh saw tersebut, dengan ucapan: “Rodliyallohu anhu” (mudah-mudahan Alloh swt meridhoinya). Dalam rangka meniti jalan (wushul) menuju mardhotillah, harus diperhatikan dua perkara berikut ini. Pertama, taufiq (pertolongan atau bantuan) dari Alloh swt. Taufiq ini kedudukannya ibarat hujan yang turun dari langit membasahi lahan atau tanah di bumi . Kedua, bekerja dan berupaya keras menuju Alloh swt di atas prinsip istiqomah (konsisten)dan ittiba` (mengikut sunnah). Kedudukan perkara kedua ini ibaratnya menggarap lahan atau tanah . Kaitannya dengan menggap lahan atau tanah, maka penggarap bila tidak ingin rugi, mesti akan memperhatikan setidak-tidaknya empat hal ini, yaitu bibit (dicarikan bibit yang unggul misalnya), merawat dan menjaganya (at tarbiyah wal hifidz), membersihkan diri hama yang merusak (tanhiyatul mu`dzi), dan terakhir melakukan itu semua dengan kerelaan dan kesadaran tinggi yang disebut dengan ikhlas . Dua perkara di atas, yaitu taufiq dan bekerja keras menuju Alloh swt di atas prinsip istiqomah dan ittiba` kiranya harus berpadu menjadi satu . Seseorang mengelola tanah,misalnya, akan tetapi tanahnya kering kerontang karena ketiadaan air hujan, kiranya ia sekedar berpayah-payah yang tidak ada hasilnya . Begitu pula kalau tanah sudah ada air hujan yang mencukupi namun tanah dibiarkan begitu saja , tidak dikelola, ini namanya kesia-siaan . Berikutnya kalaupun tanah ada airnya dan dikelola, namun pengelolaannya tidak efektif dan optimal, misalnya bibit tidak berkualitas, hama dibiyarkan merusak, tidak dirawat, dikerjakan sambil dikerjakan sambil lalu saja, nicaya hasilnya yang akan ditunda kelak hanyalah kerugian . Terkait dengan dua perkara ini, perlu dipahamibahwa bekerja dan berupaya keras menuju Alloh swt di atas prinsip istiqomah (konsisten) dan ittiba` (mengikut sunnah) yang diibaratkan laksana kerja mengelola tanah adalah lingkup yang kelak manusia dimintai tanggung-jawab kalau penggarapannya jelek, dan akan dibalas kalau penggarapannya bagus. Maka, kerja inilah yang lazim disebut dengan nama syariat. Sedangkan taufiq yang diberatkan hujan turun dari langit kiranya tidak ada sangkut pautnya (madkhol) dengan urusan kerja manusia, karena taufiq adalah haknya Alloh swt semata. Perkara inilah yang disebut sebagai haqiqot, dimana manusia harus sepenuhnya berserah diri dan bergantung terhadap kehendak dan kekuasaan Alloh swt . Untuk bisa bekerja dan berupaya keras menuju Alloh swt di atas prinsip istiqomah (konsisten) dan ittiba` (mengikut sunnah) agaknya ada banyak sarana yang bisa dititi . Diantara saran-sarananya ialah fi`lul mukaffirot (melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat menghapuskan dosa), seperti giat menjalankan amal-amal sunnah , melibatkan diri dalam proses pendidikan dan pembinaan, memakmurkan masjid, dan lain sebagainya, di samping melakukan muhasabah (introspeksi) diri . Sahabat Umar bin Khattab berkata : Muhasabahilah diri-dirimu, sebelum kelak kamu dimuhasabahi . Seorang yang mengikrarkan diri beragama islam kalau mampu mengoptimalkan dan mengefektifkan sarana fi`lal mukaffirot dan muhasabah, rasanya tidak jauh dikatakan bahwa meniti jalan (wushul) menuju mardhotillah. Karena dua sarana itu berkesempatan lebih banyak untuk menciptakan suasana akhir kehidupan yang baik , yaitu khusnul khotimah, sementara khusnul khotimah inilah modal dasar manusia yang luar biasa kala menghadap kepada Alloh swt . Target hidup manusia pasti terasa aman kalau akhir hidupnya baik . Manusia yang menggapai khusnul khotimah inilah yang digambarkan di dalam Al Qur`an surat Yunus ayat 62 : Tidak ada rasa takut bagi mereka (terhadap hal-hal yang berlalu) dan mereka pun tidak merasa susah (terhadap hal-hal yang hendak tiba). Dan akhirnya layak sekali direnungkan bahwa sarana fi`lul mukaffrot dan muhasabah akan optimal dan efektif, hanya kalau dilakukan secara kolektif, yaitu melalui wadah kejama`ahan.

Tidak ada komentar: