Translate

Senin, 08 Juli 2013

Dasar Mencetak Insan Berprestasi

Segala puji bagi Allah, pujian yang selaras dengan nikmat-nikmatNya dan membuatNya senantiasa mencurahkan tambahan (nikmat)Nya. Shalawat Salam atas Rasulullah, keluarga, sahabat dan orang-orang yang mengikuti petunjuknya. Sesungguhnya pendidikan islam adalah sebuah pondasi guna mencetak para insan berprestasi, dan bukan sekedar menghasilkan keahlian-keahlian dalam berbagai disiplin ilmu (yang dilengkapi) dengan ijazah, sebagaimana Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah mendidik para sahabat mulia radhiyallahu anhum; Bilal yang asalnya seorang lemah menjadi begitu mulia, Umar bin al Khatthab yang sebelumnya seorang yang kasar menjadi seorang yang lemah lembut, Anas bin Malik yang pada mulanya adalah seorang pembantu lalu bisa masuk dalam jajaran orang-orang pandai di kalangan sahabat, Mush’ab bin Umer yang dari seorang anak manja kemudian berubah menjadi pribadi yang begitu tangguh, dan masih banyak lagi para sahabat yang bisa dijadikan contoh keberhasilan kaderisasi (Takwiin) yang dilakukan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Al Habib Muhammad bin Alawi al Maliki al Hasani Qaddasallahu sirrahu dalam bukunya Ushulut Tarbiyah An Nabawiyyah hal 8 mengatakan: [Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam tidak memiliki sekolah permanen atau pesantren khusus untuk mengajar yang di sana Beliau duduk dan secara rutin dikelilingi oleh para sahabat. Majlis-majlis ilmu beliau justru lebih luas dan menyeluruh laksana hujan turun di semua tempat sehingga memberikan manfaat kepada semua orang. Dalam pasukan beliau adalah seorang pembina dan pemberi nasehat yang nasehatnya bisa membakar hati dan sabdanya mampu menyalakan semangat para tentara. Dalam bepergian beliau adalah seorang pengarah dan pemberi petunjuk. Di rumah beliau memberikan arahan keluarganya. Di masjid beliau adalah pengajar, penceramah, hakim (Qadhi), pemberi fatwa dan seorang murabbi. Dalam bepergian, orang-orang lemah mencegat beliau di jalan untuk bertanya masalah agama maka beliaupun berhenti (untuk memberikan pencerahan). Kunci dari mencetak insan berprestasi (Takwiin) ini adalah firman Allah; “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu Dzat yang telah menciptakan”QS al Alaq:1. Dalam firman Allah; (Bacalah) adalah dorongan untuk membaca secara luas; di antaranya segala sesuatu yang bisa menjadi sarana mendapatkan ilmu pengetahuan baik yang pokok ataupun yang hanya sekedar menjadi pelengkap sebagaimana diisyaratkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam: “ (Dasar) Ilmu ada tiga, dan selain itu adalah hanya keutamaan (atau bahkan tidak berguna); ayat muhkamah, sunnah qa’imah dan faro’idh yang adil”(HR Abu Dawud Ibnu Majah Hakim dalam Faidhul Qadir 4/386) Kata fadhlun adalah bentuk jamaknya adalah fadha’il yang berarti segala sesuatu yang mengandung kebaikan, atau jamaknya fudhuul yang berarti segala hal yang sama sekali tidak ada kebaikan di dalamnya. Dalam firman Allah; “...dengan menyebut nama Tuhanmu” terdapat dua isyarat: 1.Hubungan pembaca dengan Tuhannya terkait ilmu yang dimiliki sebagai sebuah anugerah dari Allah yang disertai dengan pengertian akan keagungan dan kemuliaanNya. 2.Pengakuan pembaca akan kelemahan dirinya bahwa ilmu dan pengetahuan yang didapatkannya bukanlah karena diri, kuasa dan kekuatannya, akan tetapi semata karena Allah ta’ala. Hal tersebut akan mengantarkan seorang pembaca (seorang berilmu) pada sikap tawaadhu’ dan tidak sombong berbangga diri seperti dikatakan Nabi Sulaiman alaihissalam: “Sulaiman berkata: Ini adalah bagian dari anugerah Tuhanku agar Dia Mengujiku apakah aku bersyukur atau ingkar”QS An Nahl:40, bukan seperti dikatakan Qarun yang dengan congkaknya berujar; “...sesungguhnya aku diberikan semua ini adalah semata karena ilmu yang ku muliki”QS Al Qashash:78. Dengan semua ini niscaya akan lurus perilaku seorang berilmu sehingga ia bisa menunaikan kewajiban menyebarkan ilmu dan memberikan manfaat kepada manusia. Imam Malik rahimahullah mengatakan: [Hal terpenting bukanlah banyaknya ilmu, tetapi yang terpenting adalah berkah ilmu]. Imam Syafi’I rahimahullah mengatakan: [Ilmu bukanlah apa yang diambil (dipelajari) tetapi ilmu yang sebenarnya hanyalah hal yang bermanfaat]. As Sayyid Alawi bin Abbas al Maliki al Hasani rahimahullah berkata: [Ijazah seseorang adalah ilmu dan kemanfaataanya bagi manusia] Dari berbagai cara untuk sukses mencapai tujuan ini yang paling cepat bagi seorang pencari ilmu adalah dengan memiliki seorang guru murabbi, yang mendidik hatinya, membersihkan akhlaknya, menuntunnya kepada Allah dan karena bergaul dengan sang guru ini Allah menjaganya dari keburukan, hawa nafsu dan kemaksiatan, rabbaani, seorang guru yang mengajarkan ilmu-ilmu dasar sebelum ilmu-ilmu yang besar (luas), mursyid, seorang guru yang mencapat maqam rusyd yaitu yang mengumpulkan ilmu, amal dan ikhlash yang merupakan oknum kehidupan. Karena itulah Nabi Musa alaihissalam bergegas berjalan di belakang seorang hamba yang shaleh agar bisa belajar kepadanya seraya mengatakan dengan penuh ketawadhu’an dan tatakrama; “...bolehkah saya mengikuti anda supaya anda mengajarkan kepadaku kebenaran yang telah diajarkan kepada anda “QS al Kafi:66. Dan ketika hamba yang shaleh tersebut memberikan jawaban: “Sesungguhnya kamu tidak akan pernah sanggup bersabar bersamaku “QS al Kahfi: 68, maka Nabi Musa alaihissalam dengan sangat berharap bergumam: “...insya Allah anda akan mendapatkan diriku sebagai seorang yang sabar, dan saya tidak akan menentang anda dalam urusan (apapun) “QS al Kahfi: 70. =والله يتولى الجميع برعايته=

Tidak ada komentar: