Translate

Kamis, 14 November 2013

TAJNID

Keberhasilan Nabi Muhamad SAW tidak bisa lepas dari sisi kesuksesan beliau di dalam membentuk generasi penerus yang shalih yang ahli mengemban tugas dakwah, di samping tiga sisi kesuksesan beliau yang lain, yaitu sisi keagungan kepribadian, sisi kepemilikan program yang luhur, serta sisi kemampuan melaksanakan program yang luhur itu. Kesuksesan membentuk generasi penerus tersebut ditunjang oleh sistem kaderisasi yang istimewa yang dikenal dengan nama tajnid. Sistem tajnid adalah pola pembentukan anak buah, dimana anak buah (anggota) bisa menjadi pendamping setia (pengikut dan pembela), pelaksana taujih (arahan) dan penyebar taujih kepada orang lain. Dengan bekal bashirah, hikmah, kemampuan menggali potensi, kemampuan menyelesaikan konflik, kemampuan menundukkan dan kemampuan berhujjah. Nabi Muhammad mampu menciptakan ikatan ruh yang kuat pada setiap anak buah sehingga tumbuh kebersamaan gerak di dalam dua hal di bawah ini : 1) Semangat memberikan (wasilah) hidayah kepada orang lain. 2) Mencintai jihad dan mujahadah di jalan dakwah. Nabi SAW bersabda : “Ruh-ruh itu adalah pasukan yang dikumpulkan. Apa saja dari ruh-ruh itu yang saling cocok, maka akan mengikat, dan apa saja dari ruh itu yang salig tidak cocok, maka akan menjauh.” (HR. Bukhari, Sindy, II/229) *** Ada tiga modal yang menjadi kunci kesuksesan pembentukan generasi penerus melalui sistem tajnid ini: 1) Perhatian yang besar terhadap takwin individu, tidak cukup hanya takwin secara jama’i. Ini karena individu yang telah matang, ia bagai bibit yang akan bisa menumbuhkan hasil yang bagus. Ia berpengaruh di dalam keluarganya, juga di lingkungannya, ibarat bangunan, kekuatanya ada pada pondasi dan bahannya, bukan pada bentuk luarnya. 2) Pandai mengambil kesempatan mendidik dan kesesuaian dimana taujih, mau’idhah, dan tau’iyah lebih bisa masuk ke hati, dengan disertai kesiapan mental yang besar di dalam. Ibarat siraman air, ia bisa cepat masuk pada tanah yang gembur, bukan tanah cadas. Dalam hal ini ada contoh, seorang setiap kali terlihat meminta sedekah di masjid sedang ia mampu bekerja, Nabi Muammad SAW lalu tanya harta apa yang ada dirumahnya, ia menajwab tikar dan gelas. Beliau lalu menyuruh melelang kedua harta itu. Dari nilai lelang, ia dapatkan 2 dirham lebih. Dengan 1 dirham, beliau menyuruhnya membelikan makan keluarganya, sedangkan sisanya untuk membeli kapak guna mencari kayu. Setelah lima belas hari, ia datang kepada Nabi. Ternyata dari hasil mencari kayu ia bisa menyisihkan 10 dirham selain dirham yang dipakai untuk makan keluarganya. Pada kesempatan itu, beliau memberi pelajaran yang bermanfaat yang sangat tepat waktunya, dengan sabda beliau: “Ini lebih baik bagimu daripada kamu datang pada hari kiamat sedangkan dimukamu ada noda hitam.” (HR. Ibnu Majah, bab Ba’i Al-Muzayadah, II/19). Arahan agar beriltizam kepada rutinitas amal-amal wajib dan setiap amal yang penting yang membangun sekalipun sedikit. Ibarat pasir dapat membentuk gunung dan tetesan air dapat membentuk lautan. Sistem tajnid ini yang menjadi keunggulan Nabi Muhammad SAW sebagai tokoh dunia diatas tokoh-tokoh dunia yang ada. Wafatnya beliau tidak berarti matinya program dakwah yang beliau dakwahkan, malah setelah wafat, program besar beliau (dakwah) menjadi sebuah program yang berkembang luas secara cepat. Sistem tajnid ini kemudian diwarisi oleh sahabat, dibuktikan bahwa masing-masing sahabat dikerubuti oleh banyak manusia yang siap menyertainya. Oleh karena sangat perlunya pola kaderisasi untuk kesuksesan aktifitas dakwah, maka upaya tajnid merupakan hal mendesak yang mesti harus dilaksanakan oleh masing-masing dari Jama’ah Dakwah kita.

BAINAL ASAS WAL HADAF

Kondisi Lemah Kini kondisi Ummat berada pada posisi lemah. Ummat belum mempunyai kekuatan yang layak dibanggakan untuk mentanfidz Syari'at secara Kaaffah. Dakwah Islamiah belum bisa sampai kepada tahap اخذالحكم (Penerapan hukum). Oleh karena itu dalam kedaaan demikian boleh masuk ke semua lini (dalam rangka berdakwah secara tadarruj) demi memperbanyak dan memperkokoh sawad (kelompok) ummat Islam, sebagaimana pernah dilakukan oleh Sayyidina Abbas yang menjadi tokoh dibalik keberhasilan Baiatul Aqabah antara Rosululloh dengan sahabat Anshar. Intikhob Aam Tidak lama lagi ada Intikhob Aam. Hal-hal dibawah ini perlu diperhatikan : a. Sistem di negeri ini bukan Islam, walaupun mayoritas penduduknya muslim. Dalam hal ini, Intikhob Aam sebagai pelakasanaan demokrasi bukanlah Islami. b. Mengingat kondisi Ummat dalam posisi lemah, dan posisi kelompok ummat Islam perlu diperkuat, maka kita boleh masuk sistem itu untuk mempersiapkan dan memperkokoh barisan اقامةالصف c. Diantara tiga Al-Hizib Al Musytarik, yang paling dekat kepada Islam adalah حزب الاتحادالتعميري , maka layak mendapatkan dukungan sebagai balas jasa atas sikap pembelaannya terhadap ummat Islam lewat parlemen selama ini. Di mana hal itu tidak dijumpai pada dua Al Hizib Al Musytarik lainnya. Ia juga satu-satunya Al Hizib Al Musytarik yang khas ummat Islam, maksudnya basis massanya jelas muslim. Sementara dua Al Hizib Al Musytarik yang lain basis massanya tidak jelas (muslim dan kafir) Dukungan ini diberikan sebatas niatan untuk تكثيرسوادالمسلمين (memperbanyak kemlompok ummat Islam). Rosululloh bersabda : من كثر سواد قوم فهو منهم رواه ابو يعلي عن ابن مسعود "Barangsiapa memperbanyak kelompok suaru kaum, maka ia termasuk kaum itu." (HR. Abu Ya'la dari Ibnu Mas'ud) Tetapi pada sisi lain, حزب الاتحاد التعميري merupakan hasil rekayasa dari sistem. Di mana ia ada sebagai pelengkap proses Demokrasi yang menuntut adanya lebih dari suatu Hizib. Ia hanyalah alat daripada sisitem kekuasaan untuk mendiskriditkan peran Islam yang telah dimulai sejak Ummat Islam sukses pertama merebut kemerdekaan tahun 1945 dan sukses kedua memusnahkan PKI tahun 1965. Proses pendiskriditan terus berlanjut hingga berfusinya Hizib-Hizib Islam (NU, Parmusi, Perti, PSI, dll) pada awal Orde Baru menjadi حزب الاتحادالتعميري , bersamaan penggembosan dengan munculnya slogan : Islam Yes, Partai Islam No. Hasil rekayasa itu pun kini terbukti dengan : 1. Ditanggalkannya simbol Ka'bah menjadi bintang. 2. Tidak berazaskan Islam. 3. Dijadikan sebagai alat memecah belah Ummat menajdi berbagai golongan yang saling bertentangan. 4. Keberadaan Syakhsiyah-Syakhsiyah Mublawwarah yang jauh memahami sistem kejama'ahan dalam islam. 5. Dan masih banyak yang lain. Maka, secara global, sebenarnya حزب الاتحاد التعميري tidak lebih juga sama dengan Al Hizib Al Musytarik lainnya, sebagai hasil rekayasa politik. Keberadaan حزب الاتحاد التعميري sebagai hasil rekayasa bisa dikiaskan dengan keberadaan masjid Dlirar yang dibangun oleh orang-orang munafik. Masjid itu dibangun semata-mata untuk mendiskriditkan Islam, oleh karena itu akhirnya masjid tersebut dibakar oleh Rosululloh Shollallohu 'Alaihi Wasallam. Dengan demikian, ketika pada datu sisi ada ketetapan-ketetapan untuk mendukung حزب الاتحاد التعميري (muqtadli), namun di sisi lain dijumpai berbagai penghalang (mani'), maka kaidah Fiqih mengatakan : اذا تعرض المقتضي والمانع قدم المانع, الاشبه والنظاتر : •٨ "Jika bertentangan antara muqtadli dan mani', maka mani' didahulukan" Dan ketika keberadaan Intikhob am telah memecah belah ummat dengan timbulnya golongan-golongan dan suara-suara Ummat yang saling bertentangan dimana حزب الاتحاد التعميري ikut serta di dalamnya, maka kaidah Fiqih menyatakan : الخروج منالخلاف مستحب "Keluar dari khilaf adalah mustahab."

Sabtu, 09 November 2013

BAGAIKAN SATU TUBUH

Rosululloh saw bersabda: Tidak beriman salah seorang dari kalian sehingga cintanya kepada saudaranya bagaikan cintanya pada dirinya sendiri.(Muttafaq ‘Alaih) Seorang muslim seyogyanya mencintai saudara muslimnya seperti ia mencintai dirinya sendiri.Merealisasikan hadis tersebut secara tersurat terasa berat sekali (ash sho’bul mumtani’),seolah-olah tak sanggup.Hal ini dikarenakan sifat egoisme individu selalu dominan,bahkan dibakar oleh masyarakat dan media-media elektronik.Tak heran apabila kehidupan sesama muslim masih seperti kehidupan orang-orang dalam kereta.Mereka seolah-olah berjalan dalam satu gerakan,namun setelah kereta berhenti masing-masing menetukan nasibnya sendiri-sendiri.Kadang-kadang mereka saling sikat,saling copet dan lainnya. Walau demikian,seorang muslim harus menerapkan hadis di atas.Penerapannya dengan mengikuti makna hadis sebagai berikut: 1. Makna dari lafadz “Laa Yu’minu” adalah meniadakan kamalul iman (kesempurnaan Iman),bukan nafyul iman (meniadakan iman) sama sekali. 2. Adanya riwyat dari Imam An Nasa’I yang menyebutkan “Minal Khoir” sebagai tambahan “Maa yuhibbu li nafsihi”.Dengan riwayat itu realisasi hadis tersebut terasa lebih mudah,lebih-lebih bagi yang berhati salim,sebab dimensi al khoir luas dan tidak terbatas serta bisa dikembangkan sesuai dengan situasi dan kondisi.Karena itu Alloh Subhanahu Wata’aala berfirman: “Berlomba-lombalah dalam kebaikan” (QS Al Baqoroh: 148) Sebelum kita merealisasikan kepada sesama muslim secara terbuka,alangkah baiknya jika kita terlebih dahulu merealisasikan secara intern antar jamah (sebagai upaya tajribah) yang telah mengikat pada Robithoh Al Ukhuwwah Al Imaniyah,dengan istilah murofaqoh atau iltizam.Dimana ikatan itu sejak semula kita arahkan menuju tahaabub (saling mencintai) untuk mencapai mahabbatulloh.Sebab tanpa tahaabub itu kita tidak akan mencapai derajat kesempurnaan iman (mahabbatulloh).Upaya ini sesuai dengan hadis Nabi : Kalian tidak akan masuk surga hingga kalian beriman.Dan kalian tidak beriman sehingga kalian tahaabub. (HR.Muslim) Konsekuensi tahaabub dalam hidup berjamaah adalah sebagai berikut: 1.Wala’ (loyalitas) dan Shuhbah. Sikap wala’ ini pertama kali ditunjukkan kepada Rois Jamaah,sebagaimana seorang makmum harus loyal kepada imam sholatnya.Sikap wala’ ini bukan sekedar figuritas (karismatik tokoh),sekedar melepaskan dosa,atau sekedar ketaatan kepada seorang guru ngaji.Tetapi lebih dari itu kita relakan wala’ untuk meningkatkan aktifitas guna mencapai ridlo Alloh Subhanahu wata’ala: “Orang mukmin laki-laki dan perempuan,sebagian mereka harus menampakkan wala’ kepada sebagian yang lain”. (QS At Taubah 71) Shuhbah dalam arti ingin meniti kehidupan para sahabat bersama Rosululloh saw.Dalam praktek tersebut para sahabat selalu kintil,memperhatikan semua kepentingan Rosululloh dan aktifitas dakwahnya. Untuk menuju sikap wala’ dan shuhbah seperti di atas,kita membiasakan praktek ta’rif dan ta’aruf.Semua anggota harus memahami aktifitas dan tugasnya masing-masing,termasuk aktifitas yang menjadi prioritas jamaah yang kita ekspos ke luar secara formal dalam bentuk Yayasan dan Majelis Ta’lim.Sehingga saat ini keduanya harus mulai difungsikan secara aktif,efektif dan optimal.Garapan-garapan jangka pendek dan jangka panjang harus terprogram secara rapi sehingga tidak berjalan karena reaksi keadaan.Semisal program dalam menghadapi perubahan politik dan kebijaksanaan orde baru kurun 90-an ini,bagaimana program menghadapi anggota jamaah yang telah memiliki putra-putri baru ini,dll. Tidak kalah perlunya dalam hal ta’rif dan ta’aruf ini adalah kepeduliaan masing-masing Naib Manthiqy dan Naqib untuk tafaqqud (meneliti) keberadaan anggota-anggotanya.Sedapat mungkin meminimalkan pengangguran aktifitas.Tidak sampai dijumpai anggota kerja keras sementara yang lain bermalas-malasan .Dalam hal ini kita membutuhkan orang yang ringan tangan dalam melaksanankan setiap tugas. Selain itu antar sesama jamaah seyogyanya bersikap terbuka (open action) dan komunikatif.Praktek wala’ dan shuhbah ini perlu untuk menggalang nushroh demi mensukseskan program-program kejamaahan. 2.Wafa’ Tugas kita setelah memasuki jamah adalah wafa’,yaitu kesiapan memenuhi beberapa konsekuensi yang telah kita ikrarkan dahulu.Bila konsekuensi berjamaah tidak dipedulikan,berarti sama dengan memilih diantara tiga pilihan,yaitu taqshir,mukholafah atau khianat.Dan ketiga pilihan itu bukanlah sifat seorang mukmin.Rosululloh saw adalah tipe manusia yang paling wafa’,baik dalam kondisi syiddah (sulit) maupun Rokho’ (mudah). Murofaqoh dan iltizam jamaah memerlukan wafa’.Karena itu menghadiri majelis taushiyah misalnya,tidak ada alasan untuk tidak menghadirinya selain udzur syar’iy.Jauhnya tempat dan kondisi diri semisal tiada bekal,kesibukan rutin bukan termasuk udzur.Pehatikan perilaku shohabat dalam menerima konsekuensi atas keimanannya.Mereka mengorbankan apa saja yang mereka miliki untuk mewujudkan konsekuensi tersebut. 3.Memahami milik bersama Hidup berjamaah adalah hidup bersama.Karena itu masing-masing anggota harus mengetahui milik jamaah.Jika jamaah mempunyai program,baik rutin maupun insidentil,maka harus didukung dan diupayakan keberhasilannya.Program tersebut berarti harus diangkat sebagai kepemilikan bersama,semua merasa memiliki dan seterusnya.Contoh progam: penyebaran ide dakwah lewat majalah Al Mu’tashim dan buletin Shuhuf,penggalangan dana lewat toko Buurika (Surabaya),Tabriika (Malang),Mabruka (pujon) serta BMT Pujon.Pengumpulan calon generasi lewat lembaga terpadu TK/SD Plus (dalam program di Pujon),sentralisasi aktifitas Markazy dengan membangun gedung di Nambangan Surabaya.Penanganan daerah minus dengan menyebar pesantren cabang (Wates-Kediri,Bendo Rejo-Ngantang,Al Ma’wa Sebaluh,Tahfidzul Quran Putri Mantung-Pujon,Pesantren Putri Pujon Kidul,Pesantren Putra Pujon Kidul dan lain sebagainya),penggalangan kader kecil dengan TPA/TPQ sebanyak 12 lembaga di daerah Pujon,Batu dan Ngantang.Ternyata kita bersama memiliki asset yang kalau sekiranya diuangkan akan bernilai jutaan rupiah,sekalipun Yayasannya mengkas-mengkis,hidup segan matipun tak mau.Hal ini dapat terwujud,mungkin dikarenakan sisi barokah perjuangan secara jamaah disertai niat ikhlas menjauhkan diri dari ightiror bil jamaah. Dengan demikian setiap anggota harus mempunyai aktifitas dan garapan dakwah yang jelas.Diupayakan dirinya harus selalu tasyghil (menyibukkan diri) dalam kancah dakwah.Jika belum,maka harus punya azzam yang untuk itu menurut kemampuannya masing-masing.Ini baru salah satu mengangkat program dakwah sebagai amal jama’I dai jamaah kita. 4.Sentralisasi Sebagaimana yang paling dominan dalam tubuh manusia adalah kepala sebagai tempat merujuk ide dan konsep gerak dan langkah anggota badan yang lain,maka Ro’is,Naib dan Naqib juga demikian.Oleh karena itu,agar tercipta gerak dan langkah yang sama,baik pikir maupun jiwa,maka anggota harus merujuk kepada sentral jamaah,yaitu Rois dalam arti memahami penentuan sikap yang harus dilakukan sehingga adanya kesenjangan selama ini seperti ikhtilaf fil fikroh,ke-eksklusifan,kekakuan,pementahan program,pemaksaan keanggotaan (padahal ini praktek yang tidak boleh),dan lain-lain tidak dijumpai.Oleh Karen itu agar tidak dijumai kesenjangan ,maka anggota diharapkan mengikuti ta’lim ‘aam dan sering berkonsultasi dengan Rois secara pribadi.Juga perlu kesadaran,bahwa produk yang dikeluarkan oleh Rois,Naib,dan Naqib telah melalui pemikiran dan ….. yang matang.Bahkan perlu dipahami prodruk tersebut bukan untuk kepentingan individu mereka.Karena itu anggota jamaah harus taslim dengan produk yang telah dikeluarkan daripada produk luar sebagai konsekuensi as sam’u wat tho’ah fiima ahabba au kariha (mendengar dan taat,baik suka atau tidak).Sikap ini tidak didasarkan pada ta’ashshub (fanatisme),namun untuk keselamatan jamaah. Konsekuensi sebagai muslim yang dapat tahaabub dalam berjamaah,sebagai mana tersebut di atas terasa amat berat.Namun hal itu akan terasa ringan jika disadari bahwa berjamaah termasuk bagian dari perjuangan.Dan perjuangan pasti membutuhkan pengorbanan.Sebagaimana rahasia yang terungkap dari firman Alloh ta’aala: 1. Surat Al A’rof 199 “Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah untuk mengerjakan yang ma’ruf serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh” 2. Surat Al ‘Ashr ayat 3 “Dan saling nasehat –menasehatilah engkau dengan kebenaran dan kesabaran” Dua ayat tersebut menunjukkan bagaimana bersikap dalam amar bil ‘urfi dan wishoyah bil haq.Sikap beramar ma’ruf akan berhadapan dengan celaan orang-orang bodoh.Sedangkan Wishoyah akan berhadapan dengan tantangan sehingga dituntut sabar dalam menghadapinya. Meningkatkan aktifitas diri dalam kehidupan berjamaah dengan saling tahaabub,insyaAlloh akan menjadikan jamaah ada ruhnya.Program-program akan terselesaikan sesuai target,karena tidak terjadi keteledoran-keteledoran baik dari pemimpin atau anggota.Hasilnya adalah jamaah yang solid,bagaikan satu tubuh yang sempurna,sehat dan kuat.Semua anggota tubuh dapat difungsikan sesuai keahlian dan tugasnya masing-masing. Allohu A’lam

Kamis, 07 November 2013

Puasa, Terapi Lemahnya Irodah & Maksimalisasi Mauhibah

Alloh tabaroka wata’ala berfirman: (Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.( yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu…)QS al Baqoroh : 183 – 184 . Firman Alloh (…sebagaimana diwajibkan atas orang – orang sebelum kalian ) Di sini ada tiga tujuan yang terkandung dalam ungkapan menyerupakan / Tasybih ( …sebagaimana…) : 1. Memperhatikan serius ( Ihtimam ) ibadah ini ( puasa ) karena keberadaannya yang telah disyariatkan Alloh sejak sebelum umat ini di mana hal tersebut memunculkan konsekwensi dilaksanakannya ibadah ini dengan baik, kesempurnaan pahalanya dan membangkitkan semangat umat ini untuk menyambutnya supaya ibadah ini tidak hanya menjadi keistimewaan umat - umat terdahulu. Alloh berfirman ( … dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba ) QS al Muthoffifin : 26 . 2. Memberikan kemudahan ( Tahwiin ) ibadah ini kepada orang – orang mukallaf ( al Mukallafin ) agar mereka tidak merasa berat. Makna ini dikuatkan ( tersiratkan ) dalam firmanNya “ …dalam beberapa hari tertentu “ 3. Mengobarkan semangat dan tekad bulat ( Azimah - Azaim ) untuk melakukan ibadah ini sehingga mereka tidak teledor menerimanya, tetapi sebaliknya mengambil ibadah ini dengan kekuatan melebihi apa yang telah dilakukan oleh umat - umat terdahulu. Di sini ada sebuah contoh metode / uslub Alqur’an al Karim dalam memberikan terapi terhadap lemah Irodah ( yang menjangkiti ) seorang muslim. Sebab sesungguhnya seorang muslim yang terbina semestinya mampu menghasilkan sebuah karya nyata sesuai bakat alamiah yang diberikan Alloh ( Mauhibah ) dengan catatan Mauhibah itu ia wujudkan dengan ikhlash, bersungguh - sungguh dan konsisten dalam rangka mendekat dan mencari ridho Alloh dengan satu keyakinan seperti firmankan olehNya, “ Dzat yang Menciptakan, dan menyempurnakan (penciptaan-Nya), Dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk “ QS al A’laa : 2 - 3 . Terkait dengan ini, Sayyidina Ali ra mengatakan: “ Nilai diri seseorang adalah profesionalitas yang ia miliki “ maka nilai diri orang berilmu adalah ilmunya, sedikit atau banyak ilmu itu. Nilai diri seorang penyair adalah syairnya, baik atau jelek syair itu. Jadi nilai diri semua orang adalah Mauhibah atau aktivitas rutin ( Hirfah ) yang ia miliki, bukan yang lain. karena itulah seorang muslim hendaknya bersemangat kuat meninggikan nilainya dan menjadikan mahal harga dirinya dengan amal saleh serta tidak usah merasa resah betapapun ia sedikit harta atau dalam keadaan susah ( secara ekonomi ). Kegagalan manusia dalam menghasilkan sebuah karya nyata disebabkan oleh lemah kemauan ( Dhu’ful Irodah ) dan banyak mengeluh. Karena itu Alloh berfirman, “ Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, Dan apabila ia mendapat kebaikan ia Amat kikir, Kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat dengan rutin.( Daa’imun) “ QS al Ma’arij : 19 - 22 . Alloh berfirman: “ … dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir " QS Yusuf : 87. dan dikatakan: Jangan menyangka kemuliaan adalah kurma yang hanya kamu rasakan lezat memakannya. Kamu tidak sampai pada kemuliaan sehingga (terlebih dahulu ) menjilat buah Jadam - والله يتولى الجميع برعايته -

Sarana Menuju Sukses dalam Suluk



Segala puji bagi Alloh Dzat yang mencukupi segalanya. Sholawat salam atas Rosul Al Musthofa, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang mengikuti jejak langkahnya. Di bawah ini adalah hal-hal pokok yang mesti harus diperhatikan oleh para penempuh suluk (akhirat) : 

1. Yakin dan seluruh tingkatannya : ilmul yaqin, haqqul yaqin, dan ainul yaqin sehingga tidak menempatkan dunia sebagai prioritas keinginan dan puncak ilmu pengetahuan yang dimiliki. 

2. Niat yang jujur dan bersih hingga dalam urusan yang berhukum mubah. 

3. Muroqobah Alloh (merasa diawasi) dalam segala gerak kehidupan yang termasuk bagian maqom ihsan agar dalam semua amal yang dikerjakan atas nama Alloh mencapai tingkat sebagai seorang yang cinta (raghiban), orang yang ikhlas (mukhlison), dan orang yang jujur (shodiqon). 

4. Menjernihkan hati karena hati (sariroh) menjadi tempat pandang Alloh, sementara gerak tubuh (alaniyyah) sebagai sasaran pandang makhluq sehingga tidak ada tindakan yang dibuat-buat (tashonnu') ataupun riya'. Termasuk doa Rasululloh Shollallohu 'Alaihi Wasallam adalah :

 أللّهمَّ اجْعَلْ سَرِيرَتِي خَيْرًا مِنْ عَلاَنِيَّتِيْ وَاجْعَلْ عَلاَ نِيَّتِيْ صَا لِحَةً 

Ya Alloh jadikanlah sariroh (hati) saya lebih baik daripada alaniyyah (gerak tubuh) saya. Dan jadikanlah alaniyyah saya baik. (H.R. Turmudzi) 

5. Meramaikan (mengisi dan memenuhi) seluruh waktu dengan aktivitas ibadah agar berkah waktu bisa terlihat dan konsistensi menghadap Alloh (iqbal) tetap terjaga. Diantara aktivitas itu ialah : 

a. Menetapi (luzum) sholat berjamaah kecuali ada udzur syara' karena dalam aktivitas ini ada banyak faedah dan hikmah yang terpendam. 

b. Menetapi wirid dan dzikir ucapan (qouliyyan) seperti membaca Al-Qur'an atau tindakan (amaliyyan) seperti berinfaq dan bersedekah karena aktivitas terebut memiliki fungsi positif dalam mencerahkan hati dan mengendalikan anggota tubuh (jawarih). Bahkan, telah disebutkan bahwa sedekah menjadikan harta berkah, menjaganya dari bencana, menambah rezeki, menyehatkan badan, dan menjadikan umur berkah. Dalam hikmah dikatakan: Al Waridat (ide-ide dan intuisi) tergantung aurad (wirid-wirid), maka barangsiapa yang tidak memiliki wirid dalam dhohirnya maka tidak ada warid dalam sarair (hati)nya. 

c. Memperbanyak sunnah-sunnah (nawafil) guna menambah cacat yang terdapat dalam sholat-sholat fardhu (faroidh), mencari tambahan dan menyambut nafahat (hembusan rahmat/ bonus besar). Dan yang paling utama adalah qiyamullail yang sangat saru jika seorang penempuh jalan akhirat (salik) tidak melakukan aktivitas qiyamullail ini, sebuah amalan ibadah yang mempunyai peran sangat kuat dalam menghasilkan kejernihan hati. Rosululloh Shollallohu 'Alaihi Wasallam bersabda: Tetapilah qiyamullail oleh kalian karena ia merupakan kebiasaan orang-orang sholih sebelum kalian, dapat mendekatkan kalian kepada Tuhan kalian, dapat melebur kesalahan-kesalahan, dapat mencegah dari dosa dan mengusir penyakit dari tubuh." (H.R. Ahmad Turmudzi Hakim dan Baihaqi) Catatan: Hal tersebut tidak akan tampak dan mantap kecuali terlebih dahulu ada kesinambungan, terus menerus dilakukan (mudawamah) dan menetapi prinsip bermadya, tidak ekstrim (ghuluw).

6. Mengagungkan tanda-tanda Alloh (ta'dzim sya'airillah) sehingga tidak meremehkan kebaikan sekecil apapun. Di antara hal ini adalah melakukan sholat pada awal waktu sebagai bentuk pengakuan akan kemuliaannya.

7. Terus-menerus sibuk mencari ilmu dan hikmah tanpa melihat apapun resikonya. Sebab dengan ilmu Islam bisa hidup dan eksis. Ilmu yang dimaksud tentu saja ilmu yang bersumber dari wahyu dan pengamatan terhadap alam. Jadi, wahyu adalah standar ibadah dan prinsip hidup, sementara alam dengan segala ilmu dan rahasia yang terkandung di dalamnya adalah inspirasi pembangunan dan sumber kehidupan yang sejahtera dan indah. 

8. Bergabung dan menyatu dengan sebuah jamaah, organisasi, dan perkumpulan yang bergerak di bidang dakwah kepada Alloh, perintah kebaikan dan mencegah kemungkaran sebagaimana diperintahkan oleh Alloh:

 وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ 

Dan hendaknya ada sebagian dari kalian sekelompok (umat) yang menyeru kepada kebaikan; menganjurkan kebaikan dan mencegah kemungkaran. Mereka-lah orang-orang yang beruntung. (QS. Ali Imron: 104) Tentu saja sebuah jamaah yang mesti memiliki ciri-ciri umum sebagai sebuah jamaah dan terbangun dengan melalui proses dan fase dakwah seperti berikut: 

a. Fase perintisan (marhalatuttakwin) dan dakwah dengan lisan karena amar ma'ruf dan nahi mungkar termasuk kategori dakwah ini. 

b. Fase membuat jaringan atau menjalin interaksi (marhalatut tasyabuk wat tafa'ul), dan c. Fase revolusi dan aplikasi ajaran Islam (marhalatut tathbiq) 

9. Memiliki keterikatan (alaqoh) dengan murobbi secara sanad, adab dan dzauq agar pemahaman Islam yang dimiliki berjalan pada jalur yang benar seperti dijalani Rosululloh Shollallohu 'Alaihi Wasallam, para sahabat dan para pengikut mereka dengan baik sampai hari akhir. Mereka ini disebut sebagai ummat wasathiyyah dalam firman Alloh, "dan begitulah Kami menjadikan kalian sebagai ummat wasatho" dan seperti dikatakan:

 لَوْ لاَ الْمُرَ بِّيْ لَمَا عَرَفْتَ رَبِّيْ 

Andai bukan arena murobbi niscaya aku tidak mengenal Tuhanku.

CINTA SELAMANYA MEMBERI ENERGI

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالأنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” Ngomongin soal cinta; bahwa semua manusia apapun jenisnya asal dia bernama manusia dihiasi dengan perasaan cinta kepada perempuan, jadi sejak dahulunya secara fitroh seorang peria menyukai seorang perempuan, sebagaimana pula perempuan juga seneng peria. Dan oleh karna adanya rasa cinta, berkembanglah segala macam persoalan, sehingga seorang ahli cinta pernah berkata : “Cinta adalah lima huruf yang membuat persoalan tidak akan pernah selesai-selesai” Tetapi dalam kehidupan sehari – hari sering kita saksikan, kita dapati fenomena cinta yang multi macam. Ada kalanya cinta dapat mendorong memberikan motifasi yang baik dan cinta ini pun bisa juga memberikan dorongan yang tidak baik, oleh karnanya, apa bila cinta itu ibarat setetes embun, yang jatuh kebumi yang subur akan tumbuhlah diatasnya aneka ragam bunga-bunga yang harum semerbak indah mewangi, sedap dipandang orang ,menebarkan rasa aman, damai sentosa dan begitu selanjutnya, tapi jika cinta itu jatuh di hati yang gersang dan tandus, tidak ada yang akan tumbuh disana, selain sirih memanjat batu, kuning daunnya lemah gagangnya. Maka cinta yang semacam itu tidak akan memberikan dorongan yang positif kepada seseorang didalam kehidupannya. Bagaimana juga dengan Cinta yang dimulai dengan seulas senyum, kemudian tumbuh dengan sebuah kecupan, dan berakhir dengan air mata. Tapi disini kita akan membicarakan cinta yang dalam artian positif. 1. Cinta selalu mendatangkan keindahan. 2. Cinta memberi energi atau semangat untuk berjuang. 3. Cinta selalu membawa risiko dalam bentuk pengorbanan. Maka cinta yang dalam artian positif yang pertama - melahirkan keindaham - disinilah orang memerlukan filter atau saringan, sebab keindahan yang didasarkan karna cinta atau cinta yang didasarkan dengan keindahan, itu merupakan keindahan yang relatif saja, boleh jadi karna indah orang jadi cinta, boleh juga jadi karna cinta segala sesuatunya terasa menjadi indah. Namun bagaimanapun juga, kalau hati sudah diliputi oleh rasa cinta segalanya akan terasa menjadi indah. Karena “cinta adalah keindahan”. Bagaimana dalam syairnya Imam syafi’i menjelaskan; وعينُ الرِضا عن كلّ عيبٍ كليلةٌ كما أنّ عينَ السُخْطِ تُبْدِي المسـاوِيَ “Mata jika terbalut cinta, ia buta terhadap nista # sepertihalnya mata kalau terbalut benci, yang dilihatnya tampaklah keji.” Begitulah mata kalau sudah terbalut cinta dia akan buta terhadap segala yang berbentuk nista, apapun yang disenanginya, apapun yang digemarinya meskipun jelek sekalipun akan nampak baik, masa bodoh dengan pandangan orang lain. Sebaliknya mata kalau sudah terkontaminasi oleh virus kebencian yang dilihatnya akan nampak keji dan keji. Betapa banyak seorang pecinta dengan manisnya berujar kepada kekasihnya “Kaulah tujuan hidupku, kaulah alasaanku untuk tetap bertahan hidup” Betapa banyak hati yang cukup keras, berani untuk melawan kemurkaan dan amukan kemarahan, demi nilai harga diri nun tinggi. Tapi jarang ada hati yang tahan melawan nyala api cinta kasih yang hangat. tak ada yang mampu menampik nyala cinta kasih. Kata bang haji Rhoma Irama : Walau dicubit, tapi cubitnya sayang. Walau digigit tapi gigitnya sayang. Heeeeee........... Yang kedua - cinta itu sebuah energi - ia melahirkan dorongan dan semangat, yang lemah bisa menjadi kuat , yang takut bisa menjadi berani, yang jauh bisa terasa jadi dekat, itu semua karna dorongan cinta. Betapa tidak sedikit jua seorang pecinta dipenuhi keajahiban, sebab ia menerima kekuatan yang tumbuh sebagai daya hidup dari apa yang dicintai. Dan dari energi inilah lahir yang ketiga, yaitu - cinta adalah pengorbanan – sehinga orang berkata “berani bercinta harus berani berkorban, takut berkorban jangan bercinta”. Bagaimana sejarah juga pernah mencatat; seorang Julius Caisar yang katanya gagah perkasa tunduk dibawah telapak kaki Cleopatra, dia rela mengorbankan harga dirinya sebagai seorang penguasa yang disegani, hanya untuk mendapatkan sebuah cinta. Bagaimana pula Napolion Bonaparte singa daratan eropa luluh oleh Margaret yasmin, demi perempuan yang digilainya dia pun rela menjadi budak cintanya. Dan masih banyak lagi. Lalu bagaimana kalau cinta ini kita salurkan pada hal-hal yang lebih manfaat, kepada sesuati yang bernilai agama.? Yang pertama - cinta selalu mendatangkan keindahan. Artinya kalau kita cinta pada agama , maka apa yang diperintahkan agama, apa yang di perintahkan pembuat syari’ah tentu akan menjadi terasa indah; sholat, puasa, zakat, haji, bahkan jihat akan terasa indah persis seperti saat kita berjuang untuk mendapatkan cintanya seorang gadis. Contoh: jika kita mencintai seorang gadis apanya saja akan menjadi indah, jalannya terasa indah, lenggak-lenggok terasa indah, suaranya merdu padahal sebenarnya; cemprengnya bukan main, seluruhnya akan mendatangkan keindahan, karna dasarnya sudah cinta,. Lagi-lagi cinta membawa keindahan. Yang kedua - cinta itu melahirkan energi , orang yang cinta kepada agama akan timbullah semangat melaksanakan ibadah, puasa, zakat, haji, bahkan melaksanakan jihat sekalipun. Cinta selamanya menimbulkan energi dan semangat. Sama saja kalau kita jatuh cinta kepada seorang gadis, walaupun rumahnya jauh dia rasa dekat, “gunung pun akan kudaki , lautan pun kuseberangi”. Untuk apa itu? untuk menemui apa yang kita cintai, cinta selamanya menimbulkan energi. Capek tidak terasa , lelah tidak terasa, semuanya tertutup oleh keindahan yang bernama cinta, semuanya tersihir oleh pesona cinta. Lalu yang ketiga – cinta menbawa pengorbanan , kalau kita cinta kepada agama , maka pengorbanan apapun yang diminta oleh agama, baik itu pengorbanan waktu, tenaga, pikiran, harta, bahkan pengorbanan nyawa sekalipun, kita tidak akan berat melaksanakannya karna cinta kita kepada agama yang kita anut ini. Demikian akan cinta kita kepada seorang kekasih akan membawa kita rela berkorban, demi memenuhi tuntutan sibuah hati belahan jantung. Dikatakan: ضربُ الحبيب زبيبٌ . “Pukulan seorang kekasih itu laksana anggur” Bagaiman seorang tahan berjam-jam di bawah terik mata hari demi untuk sesuap nasi, seorang ibu rela memungut sampah atau pekerja berat yang tahan membanting tulang di tengah terik panas mata hari serta dingin malam ?? kekuatan apa yang mendorong mereka untuk melakukan semua itu, mereka begitu kuat secara fisik dan begitu tangguh secara mental, Kekuatan itu adalah CINTA. tidak ada kekuatan yang lebih kokoh dari pada kekuatan cinta, Cintalah yang melahirkan harapan, cintalah yang memberi energi dan menuntut pengabdian bagi siapa saja, dan kepada siapakah mereka mempersembahkan hasil kerja mereka; kepada keluarga nan jauh disana, kepada masyarakat banyak yang membutuhkan karya mereka, kepada alam yang mengasuh mereka, kepada masa depan kehidupan sejahtera mereka, atau kepada Hati tempat Cinta itu mengalir. Lalu, mengapa anda berkeluh kesah hanya karena harus memperpanjang waktu kerja anda beberapa jam saja, maka kenanglah punggung bungkuk orang tua anda yang seharian bekerja keras. Tengoklah kepayahan ibu anda yang Sembilan bulan pertahankan kau dalam kandungan, hanya satu alasa ATAS NAMA CINTA. Tak ada musuh yang tak dapat ditaklukkan oleh CINTA. Tak ada penyakit yang tak dapat disembuhkan oleh kasih CINTA. Tak ada permusuhan yang tak dapat dimaafkan oleh ketulusan CINTA. Tak ada kesulitan yang tak dapat dipecahkan oleh ketekunan CINTA. Tak ada batu keras yang tak dapat dihancurkan oleh kelembutan dan kesabaran CINTA. CINTA memang guri, guri, nyoe… MARI KITA RENUNGKAN…

Rabu, 06 November 2013

Pleonasme

Allah berfirman: “ dan orang – orang yang berpaling dari ( perbuatan atau perkataan ) yang tidak berguna ( al laghw ) “ QS al Mu’minun: 3. ( al laghw ) memiliki arti; 1. Ucapan yang salah, 2. Berlebihan dalam berucap ( pleonasme ) dan segala hal yang tidak berguna baik ucapan atau perbuatan, 3. Setiap kata yang terlempar yang semestinya ditinggalkan seperti bohong, gurauan dan ejekan. ( …berpaling…) yakni dalam mayoritas waktu berpaling dari segala hal yang tidak berguna karena mereka sibuk dalam kesungguhan dan amal sholeh Salah satu ciri - ciri hamba sholeh yang disebutkan Allah dalam ayat ini adalah keberpalingan mereka dari al Laghw. Sementara di antara anggota tubuh yang paling susah terjaga oleh manusia adalah lisan karena tak ada kepayahan dalam mengucapkannya dan tak ada biaya untuk menggerakkannya sehingga terjadi banyak anggapan mudah dalam menjaga dari bahayanya serta mengantisipasi jerat - jeratnya. Hal ini menyebabkan lisan menjadi alat canggih setan dalam usaha penyesatan. Berpaling dari segala model al laghw adalah karakter kesungguhan dan barang siapa berkarakter kesungguhan dalam semua urusannya maka jiwanya akan sempurna dan tidak pernah akan mucul darinya kecuali aktivitas yang bermanfaat. Sementara bersungguh - sungguh, serius dalam segala urusan adalah bagian dari karakter Islam. Sungguh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah ditanya tentang hal terbesar yang menyebabkan manusia masuk surga maka Beliau bersabda: “Taqwa kepada Allah dan kebaikan budi pekerti “ dan Beliau juga ditanya tentang hal terbesar yang menjadikan manusia masuk neraka maka Beliau bersabda: “Dua lubang; mulut dan kemaluan “ HR Turmudzi. Diriwayatkan dari Beliau shallallahu alaihi wasallam yang bersabda: “Barang siapa menjaga keburukan perut, kemaluan dan lisannya maka wajib baginya surga “ HR Abu Manshur Ad Dailami. Ketiga macam syahwat inilah yang menjadikan banyak manusia mengalami kehancuran. Dalam hadits panjang dari Muadz bin Jabal ra. Ia bertanya: “ Wahai Rasulullah, apakah kami dihukum sebab apa yang kami ucapkan? “ Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menjawab: “ Ibumu meratapimu wahai Ibnu Jabal, bukankah tiada yang menyeret manusia ke nereka dengan posisi terbalik kecuali tali – tali lisan mereka ? “ ( HR Turmudzi – Hakim ). Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “ Sesungguhnya seorang hamba diangkat oleh Allah beberapa derajat karena mengucap satu kata yang meridhokan Allah dan sama sekali tidak disangkanya ( ora nggraito. Jawa ). Sesungguhnya seorang hamba terperosok ke neraka karena mengucapkan satu kata yang menjadikan Allah marah dan sama sekali ia tidak menyangka “ HR Ahmad – Bukhari. Maksud tidak menyangka adalah ia tidak merenungkan, tidak menoleh dan sama sekali tidak menganggap. Ia menyangka kata itu sedikit dan remeh, tetapi sebenarnya besar di sisi Allah. Karena itulah Nabi shallallahu alaihi wasallam memberikan warning / tahdziir agar seseorang tidak begitu saja menceritakan segala yang didengarnya karena khawatir terjatuh dalam kebohongan. Beliau bersabda: “Cukuplah seseorang berdosa jika ia menceritakan semua yang didengarnya “ HR Abu Dawud. Hal demikian bila orang tersebut sebelumnya tidak mencari kepastian ( tatsabbut / klarifikasi ) karena ia mendengar kebiasaan benar dan bohong. Maka bila begitu saja ia menceritakan semua yang didengar, sudah pasti ia juga ikut berbohong. Berbohong adalah memberitakan hal yang berbeda dengan kenyataan meski tidak sengaja. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Sangat beruntung bagi orang yang menahan kelebihan lisannya dan mendermakan kelebihan hartanya “ HR Baihaqi. “Hal terburuk yang diberikan kepada seseorang adalah lisan yang ngebros “HR Ibnu Abi Dun’ya. Seorang muslim yang terbina senantiasa menjauhi ucapan berlebihan - yang termasuk di sini adalah membicarakan hal tiada berguna atau menambah ucapan melebihi kebutuhan dalam hal yang berguna - apalagi berbohong. Ucapan berlebihan tidak terbatas, ini berbeda dengan ucapan penting yang terbatas seperti dalam firman Allah: “Tiada kebaikan sama sekali dalam banyak bisikan mereka kecuali orang yang memerintahkan sedekah, kebaikan atau mendamaikan antara manusia “ QS an Nisa’: 114. karena itulah kita dilarang memberikan pujian berlebihan ( al Mubalaghah fi Tsana’ ), meski itu benar, karena ditakutkan setan menyeret kepada tambahan yang semestinya tidak diperlukan. Yazid bin Abi Hubeb berkata: “ Ujian seorang alim adalah lebih senang berbicara daripada mendengarkan dengan seksama ( Istima’ ). Jikalau ada orang yang bisa menggantikannya maka sungguh dalam Istima’ ada keselamatan dan dalam berbicara ada pola ( Tazyin ), penambahan dan pengurangan “. Ibnu Mas’ud ra berkata: “ Aku peringatkan kepada kalian akan pembicaraan yang tiada guna. Cukuplah seseorang berbicara sekedar bisa menyampaikan maksudnya “ dalam hikmah dikatakan: “ Keselamatan manusia ada dalam menjaga lisan “ والله يتولى الجميع برعايته

Meneguhkan Hati Demi Berlari dari Fitnah Agama

Allah tabaraka wata’ala berfirman: “Apakah manusia menyangka akan dibiarkan (begitu saja hanya karena) mereka telah mengatakan: “Kami telah beriman” dan (lantas) mereka tidak akan mendapatkan cobaan”QS al Ankabut:1. Betapa kita benar-benar sangat membutuhkan akan keteguhan dalam agama pada zaman yang diidentifikasi sebagai zaman fitnah. Yaitu fitnah-fitnah agama ketika kebaikan bercampur aduk dengan keburukan; rasa beragama kian menipis, sifat amanah semakin berkurang, keyakinan melemah, banyak perilaku maksiat dilakukan dengan berani (lancang) dan (bahkan) secara terang-terangan, serta tindakan melewati batas dan pelanggaran terhadap larangan agama terjadi di mana-mana, sungguh telah dikatakan: “Pelaku adalah potret masa. Sementara pelakunya bisa anda saksikan (sendiri seperti apa)”, di mana dalam zaman seperti ini seorang muslim bisa (saja) terkena fitnah, tak ada kekuatan sama sekali baginya untuk melawan sehingga pada waktu pagi hari ia mukmin dan sore hari sudah menjadi seorang kafir atau sore hari ia masih seorang mukmin dan pagi hari sudah menjadi seorang kafir dalam artian kepribadiannya menjadi kacau balau (mublawwarah), bukan kepribadian yang istimewa dibandingkan orang lain. (mengapa demikian?) karena dalam satu waktu ia berada dalam aktivitas islami dan pada waktu lain justru melakukan hal yang berlawanan dengan islam tanpa mengakui bahwa ia telah berbuat dosa, bahkan terkadang malah sengaja menyiarkannya. Benarlah Rasulullah Saw yang bersabda: “Seluruh umatku dimaafkan kecuali orang-orang yang sengaja menyiarkan dosa. Dan sesungguhnya termasuk menyiarkan dosa adalah jika seseorang melakukan suatu perbuatan di malam hari kemudian memasuki waktu pagi mendapati Allah Swt benar-benar menutupinya, lalu ia (malah) bercerita (kepada orang lain): “Tadi malam aku melakukan ini dan itu” semalaman Allah menutupinya dan pada pagi harinya ia justru ia membuka penutup Allah atas dirinya” (Muttafaq alaih) , padahal semestinya ia tidak melakukan hal tersebut, tetapi seharusnya seperti orang yang disebutkan Rasulullah Saw: “Barang siapa senang dengan kebaikan dirinya dan susah karena keburukannya maka dialah orang yang beriman”(HR Thabarani) . Maksudnya ia bergembira karena kebaikannya, bukan karena kebaikan itu sebagai amalnya, tetapi dari sisi sesungguhnya Allah telah memberinya taufiq (pertolongan) bisa melakukannya. Dan merasa sedih karena keburukannya dari sisi kenapa ia mesti melakukan keburukan itu sekalipun melanggar perintah Allah kepadanya berupa agar keburukan itu ditinggalkan. Memahami makna hadits dengan poin ini penting agar seseorang tidak tertipu dan bergantung kepada amalnya. Bagi seorang muslim terbina harus mengambil sikap memerangi fitnah yang sudah menggejala ini. Ia harus melakukan usaha meneguhkan hatinya seperti diisyaratkan oleh firman Allah dalam QS al Anfaal 45: “ Wahai orang-orang yang beriman jika kalian berjumpa (berperang) dengan kelompok (kaum kafir) maka berteguh hatilah dan banyaklah berdzikir kepada Allah agar kalian senantiasa meraih kemenangan”, yaitu bahwa memperbanyak dzikir kepada Allah saat berhadapan dan berperang dengan musuh bisa menjadikan hati teguh. Dan begitu pula halnya dengan saat menghadapi fitnah-fitnah di mana kita tidak mungkin menghindarkan diri darinya karena fitnah justru lebih berat daripada pembunuhan. Dan hal terpenting yang bisa meneguhkan hati berada dalam empat perkara: 1. Shalat dengan empat konsekwensinya yaitu mendirikan, menjaga, melanggengkan dan melakukannya dengan khusyu’. 2. Do’a karena ia adalah senjata orang beriman. Maka mesti baginya agar tidak meninggalkan do’a yang warid yang dibaca setelah tasyahhud akhir dalam shalat tentang mencari keteguhan dan peneguhan. 3. Istighfar yang dibarengi dengan taubat sebagaimana diisyaratkan oleh firman Allah: “...dan memohonlah ampunan kepadaNya karena sesungguhnya Dia Maha Penerima taubat”QS An nashr:3. Itu dilakukan demi menghilangkan noda-noda hitam dalam hati akibat dosa-dosa sehingga akhirnya ia mendapatkan peneguhan. Allah Maha Mengampuni dosa yang telah lampau, Maha Pengampun akan dosa-dosa meski berulang dan Maha Pengampun meski dosa besar. 4. Membaca Alqur’an untuk menjernihkan karat hati karena sebagaimana besi, hati juga bisa berkarat. Dan ketika seorang muslim terbina telah secara konsisten berhiaskan empat hal tersebut maka ia akan bersih dari kekeruhan, mendapatkan kestabilan lalu pencerahan yang disertai pula dengan harum wangi bacaan shalawat yang diperbanyaknya sehingga lalu Allah pun Memberinya keteguhan dengan ucapan yang teguh dalam kehidupan dunia dan akhirat. =والله يتولى الجميع برعايته

Ahlussunnah Menjawab Terorisme, Radikalisme dan Fundamentalisme

Sebagai satu-satunya agama yang diridhoi oleh Allah, Islam juga sekaligus memperoleh fasilitas khusus berupa penjagaan dariNya secara terus menerus dan tidak pernah terputus. Satu penjagaan terhenti segera diganti dengan penjagaan berikutnya semenjak dimulainya kehidupan manusia di bumi ini sampai kelak datangnya hari kiamat. Model penjagaan Allah tersebut terbagi dalam beberapa periode: a) Periode Para Nabi alaihimusshalaatu wassalaam dari Nabi Adam hingga Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.. b) Otensitas Alqur’an dan Hadits yang senantiasa terjaga dan terpelihara c) Para Ulama sebagai Pewaris Para Nabi. Dalam periode inipun setiap seratus tahun sekali Allah senantiasa memunculkan seorang ulama yang mampu tampil sebagai tokoh pembaharu dan menggairahkan kembali kehidupan Islam. Inilah statement yang pernah dilontarkan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam: إِنَّ اللهَ يَبْعَثُ لِهَذِهِ اْلأُمَّةِ عَلَى رَأْسِ كُلِّ مِائَةِ سَنَةٍ مَنْ يُجَدِّدُ لَهَا دِيْنَهَا “Sesungguhnya Allah senantiasa akan membangkitkan untuk umat ini setiap penghujung seratus tahun seorang yang memperbaruhi agama mereka”(HR Abu Dawud:4291) Menurut Imam Suyuthi para tokoh pembaharu (mujaddid/reformis) seperti yang dimaksud dalam hadits ini adalah: 1) Khalifah Umar bin Abdul Aziz ra sebagai mujaddid seratus tahun pertama 2) Imam Syafii ra (150 H-205 H) sebagai mujaddid abad kedua 3) Imam Ibnu Suraij& Al Asy’ari (260 H-324 H) sebagai mujaddid abad ketiga 4) Imam al Baqilani/Sahl/al Isfirayini sebagai mujaddid abad keempat 5) Imam Abu Hamid al Ghazali sebagai mujaddid abad kelima 6) Dan selanjutnya (yang tidak bisa disebutkan di sini satu persatu) serta janji Rasulullah shallallahu alaihi wasallam akan kelahiran gerakan tajdid secara kolektif dan berkesinambungan. Beliau bersabda: لاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي ظَاهِرِيْنَ عَلَى الْحَقِّ لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ حَتَّي يَأْتِيَ أَمْرُ اللهِ “Segolongan dari umatku senantiasa akan tampil sebagai pembela kebenaran. Orang-orang yang menghinakan tak akan bisa membahayakan mereka sampai datanglah urusan Allah”(HR Turmudzi:2330) Secara khusus kehadiran Imam Al Asy’ari dan Al Maturidi di abad ketiga adalah jawaban dari Allah atas kemunculan kelompok menyimpang bernama al Muktazilah dan sekte-sekte yang lain yang menyerang umat Islam dari sisi paling vital yaitu Aqidah sebagai kaidah berfikir (Kaidah Fikriyyah); standar pemikiran yang selanjutnya sebagai alat pengukur siapa yang dianggap menyimpang dari jalan lurus yang telah digariskan oleh para pendahulu yang sholeh. Pemikiran Imam al Asy’ari dan al Maturidi -yang tampil ke permukaan dan akhirnya bisa mematahkan serangan pemikiran-pemikiran kaum muktazilah dan sekte-sekte yang lain mendapatkan dukungan seluruh ulama kaum muslimin dari seluruh disipilin ilmu; baik para ahli tafsir, ahli hadits, ahli fiqih dan termasuk para ulama sufi. Jadi Imam al Asy’ari dan Al Maturidi serta seluruh ulama pendukung Beliau berdua adalah termasuk generasi yang dimaksud dalam sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam: يَحْمِلُ هَذَا الْعِلْمَ مِنْ كُلِّ خَلَفٍ عُدُوْلُهُ يُنْفُوْنَ عَنْهُ تَحْرِيْفَ الْغَالِيْنَ وَانْتِحَالَ الْمُبْطِلِيْنَ وَتَأْوِيْلَ الْجَاهِلِيْنَ “Ilmu ini akan selalu dipikul oleh setiap orang adil dari seluruh generasi penerus (khalaf). Mereka akan menafikan darinya penyelewengan orang-orang yang bertindak ekstrim, pemutarbalikkan yang dilakukan para pelaku kebatilan dan ta’wilan orang-orang bodoh”HR Baihaqi. Dukungan dan kesepakatan mayoritas ulama kepada Imam al Asy’ari dan Imam al Maturidi inilah yang kemudian memunculkan istilah Ahlussunnah wal Jamaah, sebuah istilah bagi pemikiran dan pemahaman yang dianut oleh sembilan puluh persen komunitas kaum muslimin (as Sawaad al A’zham) di seluruh dunia waktu itu hingga masa sekarang ini dan sudah barang tentu realitas ini termasuk dalam sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam: إِنَّ اللهَ أَجَارَكُمْ مِنْ ثَلاَثِ خِلاَلٍ : أَنْ لاَ يَدْعُوَ عَلَيْكُمْ نَبِيُّكُمْ فَتَهْلِكُوْا جَمِيْعًا وَأَنْ لاَ يَظْهَرَ أَهْلُ الْبَاطِلِ عَلَى أَهْلِ الْحَقِّ وَأَنْ لاَ تَجْتَمِعُوْا عَلَى ضَلاَلَةٍ “Sesungguhnya Allah menyelamatkan kalian dari tiga hal; nabi kalian tidak berdo’a atas kalian sehingga kalian seluruhnya bisa mengalami kehancuran, pembela kebatilan tak akan pernah bisa mengalahkan pembela kebaikan, dan kalian tidak akan bersepakat atas kesesatan”(HR Abu Dawud/4253 dari Abu Malik al Asy’ari). Abuya As Sayyid Muhammad Alawi al Maliki al Hasani mengatakan: [Banyak dari putera-putera kaum muslimin yang tidak mengerti hakikat madzhab al Asy’ari. Tidak mengerti siapa mereka yang termasuk bermadzhab al Asya’ari. Tidak mengerti thariqah al Asy’ari dalam Aqidah. Dan akhirnya sebagian dari mereka mengklaim sesat madzhab al Asy’ari dan menuduhnya telah keluar dari agama… Kebodohan akan madzhab al Asy’ari menyebabkan terpecah belahnya persatuan ahlu sunnah sehingga sebagian orang bodoh memasukkan penganut al Asy’ari dalam daftar kelompok sesat. Aku sendiri tidak mengerti bagaimana bisa ahli iman disamakan dengan ahli kesesatan. Bagaimana mungkin seorang ahli sunnah disejajarkan dengan para ekstrimis syiah dan jahmiyyah, “Apakah kami akan menjadikan orang-orang islam sama halnya dengan para pendosa?”QS Al Qalam:35. Para pengikut madzhab al Asy’ari adalah bendera petunjuk, para ulama kaum muslimin yang ilmunya memenuhi penjuru timur dan barat bumi dan seluruh manusia muslim telah sepakat akan keutamaan, ilmu dan agama mereka. Mereka adalah para tokoh ulama ahlu sunnah yang terdepan dalam melawan al muktzilah. Mereka adalah figur yang dikatakan oleh Imam Ibnu Taimiyyah: الْعُلَمَاءُ أَنْصَارُ عُلُوْمِ الدِّيْنِ وَاْلأَشَاعِرَةُ أَنْصَارُ أُصُوْلِ الدِّيْنِ “Ulama adalah para penolong ilmu-ilmu agama. Dan para pengikut al Asy’ari (al Asyaa’irah) adalah penolong dasar-dasar agama" Mereka adalah kelompok ahli haditsm para ahli fiqih, ahli tafsir dll seperti halnya Imam Ahmad bin Hajar al Asqalani yang tak ada yang menyangkan adalah guru para ahli hadits, penulis kitab Fathul Baari Syarah Shohih Bukhari. Beliau bermadzhab al Asy’ari sementara tak ada alasan bagi seorangpun ulama untuk tidak menggunakan kitabnya sebagai rujukan. Guru ulama ahlu sunnah Imam Nawawi, penulis syarah shahih Muslim dan kitab-kitab lain yang terkenal, juga seorang yang bermadzhab al Asy’ari. Imam al Qurthubi, penulis tafsir al Jami’ li Ahkaamil Qur’aan, Syekh Ibnu Hajar al Haitami penulis kitab Az Zawaajir an Iqtiroofil Kabaa’ir,Syekh Zakariyya al Anshori guru Fiqih dan Hadits, Imam Abu Bakar al Baqilani, Imam al Qasthalani, Imam An Nasafi, Imam As Syarbini, Imam Abu Hayyan penulis tafsir al Bahr al Muhith dll, semua ulama ini bermadzhab al Asy’ari. Jika demikian halnya apakah kita masih menuduh al Asyaa’irah sebagai kelompok sesat? sementara di lain pihak kita sangat membutuhkan ilmu-ilmu mereka. Bagaimana kita mengambil ilmu dari mereka yang tersesat?...] (Mafaahiim Yajibu An Tushahhah hal 119-120) Sebagai mainstream (arus besar) keyakinan umat Islam, Ahlussunnah wal Jamaah tentu saja memiliki ciri khas yang sejalan dengan karakter Islam yaitu tawassuth, berdiri di antara dua kutub Ifrath/ekstrim dan Tafrith/teledor. وَكَذَلِكَ جَعَلْـنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِّتَكُوْنُوْا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُوْنَ الرَّسُوْلُ عَلَيْكُمْ شَهِيْدًا “Dan begitulah Kami Menjadikan kalian sebagai umat wasath, agar kalian menjadi saksi atas semua manusia dan Rasul (Nabi Muhammad SAW) menjadi saksi atas kalian”QS al Baqarah:143. Ahlu sunnah wal jamaah inilah yang kemudian berfungsi sebagai sistem yang secara kontinyu bisa menjadi filterisasi yang efektif dan cukup akurat untuk menentukan arah jalan yang benar pada saat berada di persimpangan banyak jalan dan sekian banyak aliran pemikiran yang muncul dewasa ini. Inilah shirathal mustaqim yang dimaksud dalam firman Allah: وَأَنَّ هذَا صِرَاطِيْ مُسْتَـقِيْمًا فَاتَّبِعُوْهُ وَلاَ تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيْلِهِ... “Dan sesungguhnya inilah jalanKu maka ikutilah oleh kalian. Jangan kalian mengikuti banyak jalan yang akhirnya menjadikan kalian terpisah dari jalanNya…”QS al An’aam:153. Sebaliknya menjauh dari sikap tawassuth pasti akan memunculkan salah satu dari Ifrath atau tafrith. Khusus sikap Ifrath atau dalam bahasa lain Ghuluww, sikap inilah yang melatarbelakangi kemunculan fenomena terorisme, radikalisme dan fundamentalisme. Inilah akibat langsung dari sistem tabanni (doktrin), bukan tatsqiif. Ya, sistem doktrin memang hanya akan menghasilkan kedangkalan tsaqofah, wawasan tentang agama dalam wujud pengetahuan tentang agama yang sempit atau belajar tanpa adanya guru pembimbing. As Sayyid Alawi al Maliki mengatakan: [Sesungguhnya pencari ilmu; semakin luas cakrawala berfikirnya dan dalam pengetahuan agamanya maka semakin sedikit mengingkari masalah-masalah dan topik-topik aktual yang masih termasuk dalam wilayah perbedaan pendapat para pemikir] (al Ghuluww hal 46). Selain itu sikap Ifrath juga memunculkan sekian banyak performa dan di antaranya yang terpenting adalah: 1)Tasyannuj atau eksklusif. 2) Ittibaul Hawaa. 3) al Inad dan 4) Sikap Fanatik dalam Pendapat. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: ...حَتَّي إِذَا رَأَيْتَ شُحًّا مُطَاعًا وَهَوًي مُتَّبَعًا وَدُنْيَا مُؤْثَرَةً وَإِعْجَابَ كُلِّ ذِيْ رَأْيٍ بِرَأْيِهِ فَعَلَيْكَ بِنَفْسِكَ ... “…Jika kamu menyaksikan kikir yang diikuti, hawa nafsu yang dituruti, dunia yang dipilih dan rasa bangga pemilik pendapat dengan pendapatnya maka jagalah dirimu!...”(HR Abu Dawud dari Abu Tsa’labah: 4341). Dampak lanjutan dari performa-performa semacam di atas adalah sikap antipati dan caci maki yang diarahkan kepada generasi sholeh salaf terdahulu yang telah begitu berjasa menjaga kemurnian islam seperti Imam al Asya’ari sendiri serta para ulama pendukungnya sebagaimana Imam al Ghazali, Imam Nawawi dan Ibnu Hajar al Asqalani. Bahkan Imam Abu Hanifah dan para pengikutnya pun juga tidak selamat dari caci maki dan antipati. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: ...وَلَعَنَ آخِرُ هَذِهِ اْلأُمَّة أَوَّلَهَا... “.......dan generasi akhir umat ini melaknat generasi pertamanya....”(HR Turmudzi:2307) . Betapapun terorisme, radikalisme dan fundamentalisme di luar prinsip ajaran Islam bukan berarti Islam membiarkan pemeluknya pasif dan tidak peduli ketika menyaksikan ada kemungkaran. Sungguh sikap cemburu dan tegas terhadap kemungkaran adalah sesuatu yang terpuji dan menjadi pertanda nyala iman yang membara di dalam dada. Dalam sebuah hadits disebutkan: الْمُؤْمِنُ يَغَارُ وَاللهُ أَشَدُّ غَيْرًا “Seorang mukmin itu selalu cemburu. Dan Allah lebih cemburu”(HR Muslim dari Abu Hurairah ra/ lihat al Jami’ As Shaghir:9148 الْحِدَّةُ تَعْتَرِي خِيَارَ أُمَّتِي “Sikap keras&tegas selalu datang (dimiliki) oleh orang-orang pilihan umatku”(HR Thabarani dari Ibnu Abbas ra/lihat al Jami’ As Shaghir:3807). Sebagai contoh adalah Abu Musa al Asy’ari ra. Ia terlebih dahulu diutus Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ke Yaman. Selanjutnya Mu’adz ra pun menyusul. Sesampai di Yaman, Muadz disambut dengan hangat oleh Abu Musa. “Turunlah (dari kendaraanmu!)” seraya melemparkan bantal kepada Muadz. Ternyata di samping Abu Musa ada seorang lelaki yang sedang diikat. Muadz yang masih di atas kendaraan bertanya: “Siapa lelaki ini?” Abu Musa menjelaskan: “Ia seorang yahudi yang masuk islam tetapi kemudian kembali kepada agamanya, agama yang buruk” mendengar hal ini Muadz dengan tegas mengatakan: “Aku tidak akan turun sebelum lelaki ini dibunuh. Ini adalah keputusan Allah keputusan RasulNya” Abu Musa berkata: “Turunlah!ia, dia akan segera dibunuh” Muadz tetap tidak mau turun meski Abu Musa telah memintanya tiga kali sehingga Abu Musa pun mengalah dan segera lelaki itu dieksekusi. Setelah itu barulah Muadz mau turun dari hewan kendaraannya.(Lihat Sunan Abu Dawud:4354) Selain serangan Aqidah, umat islam juga diuji dengan adanya perpecahan dan pertikaian yang tidak kunjung ditemukan benang merahnya sejak generasi awal umat sampai hari ini.Inilah yang memiliki efek besar pada kelemahan umat dalam menghadapi tantangan zaman.Allah berfirman: ...وَلاَ تَنَازَعُوْا فَتَفْشَلُوْا وَتَذْهَبَ رِيْحُكُمْ.... “...dan janganlah kalian saling berselisih sehingga kalian menjadi lemah dan kehilangan wibawa...”QS Al Anfaal : 46. . Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: إِنَّ إِبْلِيْسَ قَدْ يَئِسَ أَنْ يَعْبُدَهُ الْمُصَلُّوْنَ وَلكِنْ فِى التَّحْرِيْشِ بَيْنَهُمْ “Sesungguhnya setan telah berputus asa memperbudak orang-orang yang shalat. Akan tetapi (ia masih berharap) membenturkan di antara mereka”(HR Muslim:2116. Turmudzi abwaabul birri 4/330) =والله يتولى الجميع برعايته=

Bagaimana Menghargai Pendapat Orang Lain

Mengawali pembahasan ini,ada sebuah kisah.Ada orang datang dan bertanya kepada ulama besar.”Apa hukumnya mandi dan istinja’ dengan air zamzam?” tanyanya,Ulama itu menjawab,”masalah ini adalah masalah khilaf.Ada yang membolehkan dan ada pula yang tidak membolehkan”.Menurut pendapatmu sendiri bagaimana?” Tanya ulama itu.”Menurut saya,boleh-boleh saja mandi dan beristinja’ dengan air zamzam,karena tidak ada nash dalam soal ini”,jawab orang tadi.”Bagi saya hukumnya tidak boleh,karena juga tidak ada nash dalam soal ini.Air zamzam itu air yang mulia maka sepatutnya digunakan untuk hal-hal yang mulia. Di dunia Islam,kita menemukan dua jenis perbedaan pendapat atau perbedaan madzhab. Pertama,perbedaan pendapat dalam masalah-masalah prinsip keyakinan atau keimanan (ikhtilaf fil madzahib al I’tiqodiyyah). Kedua,perbedaan pendapat dalam masalah-masalah fiqhiyah (ikhtilaf fil madzahib al fiqhiyah) Jenis pertama,perbedaan pendapat (perpecahan) dalam masalah prinsip-prinsip keyakinan hakikatnya merupakan malapetaka bagi kaum muslimin.Perbedaan ini mengakibatkan terpecah belahnya persatuan ummat Islamyang tidak ada titik temunya.Perbedaan pendapat ini semestinya tidak ada.Kaum muslimin seharusnya hanya meyakini satu madzhab saja,yakni Ahlus Sunnah wal Jamaah,yang merupakan model golongan yang menggambarkan pemikiran Islam yang asli dan murni seperti pada masa Rosululloh saw dan masa al Khilafah ar Rosyidah. Adapun jenis kedua,perbedaan pendapat dalam masalah fiqhiyah,keberadaannya merupaka suatu keniscayaan,sesuatu yang mesti terjadi dan sulit dihindari..Perbedaan pendapat dalam masalah fiqh ini berangkat bahwa nash-nash syara’ yang ada sebagian besar membuka penafsiran (interpretasi) tidak tunggal.Disisi lain,nash-nash itu tidak memuat keseluruhan realitas permasalahan yang terjadi di dunia secara detail,karena jumlah nash terbatas sedang realitas permasalahan terus berkembang.Untuk ini diperlukan qiyas,memahami illat suatu hukum,memperhatikan tujuan Alloh swt,menetapkan suatu hukum,memperhatikan visi dan misi dasar syari’at dan sebagainya (ijtihad).Sementara dalam masalah ini,potensi akal para ulama,kapasitas pengetahuan dan interpretasi mereka serta lingkunagn di mana mereka berada berbeda antara satu dengan lainnya.Dari sinilah terjadi perbedaan pendapat itu.Namun,mereka semuanya sama dalam upaya dan mencari kebenaran.Selanjutnya kelak,barang siapa pendapatnya benar maka mendapatkna dua pahala,sedang barangsiapa yang salah mendapatkan satu pahala. Imam Malik bin Anas berkata: “Tidak ada diantara kita kecuali bisa diterima dan ditolak (pendapatnya),kecuali penghuni makam ini (Rosululloh saw). Imam Asy Syafi’I berkata, “Barangsiapa telah tampak jelas sunnah Rosululloh saw baginya,maka tidak halal baginya menigggalkan sunnah itu dan beralih kepada pendapat seseorang” Perbedaan pendapat dalam masalah-masalah furu’iyah ini kalau dipaksa harus disatukan justru bertentangan dengan karakteristik agama Islam.Alloh menghendaki agar agama ini bertahan abadi dan mampu mengikuti perkembangan zaman,Oleh karena itu,masalah-masalah yang tidak prinsipil dalam agama ini dibuat elastis,luwes,mudah,tidak mandeg dan tidak kaku. Perbedaan pendapat dalam masalah fiqh tidaklah mengurangi nilai keunggulan agama Islam,sebaliknya justru menjadi berkah dan rahmat bagi ummat Islam.Seperti diketahui,dalam bidang fiqh,munculnya dua atau lebih pendapat adalah suatu hal yang lazim.”Fiihi Qoulaani…fiihi tsalatsatu aqwal,dst) Suatu ketika,bila didapati kesempitan dalam suatu madzhab,ummat Islam bisa mendapati kemudahan dalam madzhab yang lain,apakah dalam bidang ibadah,muamalah,munakahah,maupun jinayah,yang kesemuanya berdasar pada dalil-dalil syara’ dan dibenarkan. Kholifah Ja’far al Manshur pernah menggagas untuk menetapkan Madzhab Maliki berikut al Muwaththo’ saja sebagai Undang-Undang Khilafah Abbasiyah.Imam Malik bin Anas justru menolak dan berkata,”Sesungguhnya para sahabat Rosululloh saw berpendar-pencar di wilayah Islam yang sangat luas padahal masing-masing kaum mempunyai pengetahuan.Apabila anda membawa mereka hanya pada satu pendapat saja maka bisa terjadi kekacauan.” Dalam masalah perbedaan pendapat fiqh ini yang kemudian dituntut dari kita adalah sikap toleran (tasamuh),berlapang dada,dan saling menghargai,karena semuanya didasarkan pada dalil-dalil syara’ dan hasil kesungguhan berijtihad.Tidak fanatik (ta’ashshub) buta dan mengklaim benar sendiri.Kita harus memandang perbedaan ini bukanlah suatu sekat yang meretakkan hubungan batin dan kendala untuk bekerja sama dalam kebaikan.Para sahabat dan ulama salaf dahulu pun kadang-kadang berbeda pendapat,namun hal itu tidak menjadikan mereka retak hubungan,berselisih dan berpecah. Imam Syafi’I tatkala melaksanakan sholat subuh bersama jamaah pengikut madzhab Hanafi di Bagdad,beliau tidak melakukan qunut,padahal qunut subuh merupakan madzhab beliau.Artinya beliau memahami bahwa diluar madzhab beliau pun ada kebenaran. Imam Abu Hanifah semula berpendapat bahwa bersedekah lebih utama daripada haji tathowwu’ (haji sunnah).Namun ketika beliau melaksanakan haji dan melihat beratnya pelaksanaan ibadah haji,beliau mengubah pendapatnya menjadi mengutamakan haji tathowwu’ atas sedekah.Kebenaran hanya milik Alloh dan rosululloh saw. Namun,hal ini bukan berarti bahwa bermadzhab dalam maslah fiqh harus ditinggalkan.Para ulama yang merumuskan sekian banyak madzhab itu sesungguhnya adalah acuan kita dalam memahami agama.Agama Islam ibarat samudara tak bertepi,dan Ulama’ lah yang mengalirkan samudra itu menjadi sungai-sungai dan sumur.Memahami agama tanpa ulama adalah sikap yang tidak benar dan tidak jujur.Apalagi sering didapati kelompok atau orang yang mengaku lepas dari madzhab,kenyataannya dia mengulang dan mengacu juga pada ulama’,ibarat berlari dari air tapi tercebur juga pada air itu.Namun usaha kita untuk terus meningkatkan wawasan keagamaan adalah suatu tuntutan kita beragama juga.Firman Alloh swt:                        Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (rasul dan ulil Amri) QS An Nisa’: 83 Satu hal yang perlu diingat bahwa dulu kaum muslimin jika berbeda pendapat mereka merujuk kepada Kholifah untuk mencari penyelesaianya.Sedangkan sekarang dimanakah Kholifah itu? Maka sepatutnya kaum muslimin mencari Qodli dan Mufti,tapi dimanakah Qodli dan Mufti itu? Kita ingatlkan sekian kalinya bahwa perbedaan pendapat yang mengarah kepada keluasan cara berfikir (sa’atul fikri) adalah suatu perbedaan yang terpuji,sedang perbedaan pendapat yang mengarah kepada perpecahan (syiqoq) adalah suatu yang tercela. Akhirnya,prinsip “Kita saling membantu dalam hal-hal yang kita sepakati dan toleran untuk hal yang kita perselisihkan (selama tidak mengarah pada perpecahan)”,senantiasa mari kita lestarikan,seraya kita berusaha meningkatkan wawasan keagamaan kita

Kehendak Tuhan Atas Perjalanan Hidup Yahudi

 

 Asal-Usul Yahudi Kata Yahudi menurut bahasa berarti orang yang berasal dari keturunan Yahuda. Yahuda adalah salah seorang dari 12 (dua belas) putera Nabi Ya'qub (yang bergelar Israel) bin Nabi Ishaq bin Nabi Ibrahim yang hidup sekitar abad ke-18 M SM.1 Turunan dari 12 putera Nabi Ya'qub tersebut dikenal dengan sebutan bani Israel, suku Israel, atau bangsa Yahudi. Setelah berabad-abad, turunan Yahuda rupanya berkembang menjadi bagian yang dominan dan mayoritas dari Bani Israel, sehingga sebutan Yahudi tidak hanya mengacu kepada orang-orang dari turunan Yahuda, tetapi mengacu kepada segenap turunan Israel (Nabi Ya'qub).2 Antara Kemuliaan dan Kejahatan Selama perjalanan hidup Bangsa Yahudi kurang lebih sekitar 4000 tahun (2000 SM-2000 M),tampak sekian banyak kemuliaan dan kelebihan yang dikaruniakan kepada mereka yang jarang dimiliki bangsa lain. Kemuliaan itu ialah diturunkannya sekian banyak nabi kepada mereka berikut kitab-kitab suci mereka dan mereka bisa menyaksikan demonstrasi mukjizat para Nabi itu secara langsung. Mereka juga diberikan kelebihan berupa kedaulatan dan kekuasaan, ilmu pengetahuan, kekayaan (materi), otak-otak yang genius (intelek), rencana program yang matang, kekuatan lobi, serta kesabaran dan ketabahan. Seorang sejarawan Yahudi menulis: "Rahasia ketabahan sebuah bangsa adalah kemampuannya untuk menerima kekalahan. Orang-orang Yahudi bertahan hidup karena mereka tidak pernah berpikir untuk putus asa. Judaisme (Yahudi) bukanlah sebuah agama yang bersikap menyerah kalah. Ia tidak mempunyai doktrin-doktrin tentang hari kiamat. Ia ustru mengajarkan sebaliknya bahwa menghilangkan harapan akan masa depan adalah sebuah dosa. Ada satu tempat untuk hidup dan itu adalah disini, di bumi, dalam kenikmatan dan dalam nama Tuhan."3 Dari kemuliaan dan kelebihan yang diberikan oleh Alloh swt ini, banyak lahir dari mereka intelektual dan profesor, politikus (penguasa), bankir dan kapitalis besar Yahudi yang berpengaruh di dunia. Dalam sejarah modern, ada Karl Marx, Sigmund Freud, dan Albert Einsten sebagai penerus dari Hegel dan Darwin. Mereka adalah orang-orang yang terlahir sebagai Yahudi. Kelebihan dan kemuliaan Yahudi ini seperti disebut dalam Al-Qur'an:

 وَلَقَدْ آتَيْنَا بَنِي إِسْرَائِيلَ الْكِتَابَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ وَرَزَقْنَاهُم مِّنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى الْعَالَمِينَ 

Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Bani Israil Al-Kitab (Taurat), kekuasaan dan kenabian dan Kami berikan kepada mereka rezki-rezki yang baik dan Kami lebihkan mereka atas bangsa-bangsa (pada masanya). (QS. Al-Jaatsiyah : 16) Sementara dikarunia kemuliaan dan kelebihan yang luar biasa, Bangsa Yahudi kebanyakan mengkufuri, lupa daratan atas nikmat-nikmat itu. Mereka justru menyombongkan diri, sewenang-wenangnya dan menentang. Mereka memutar balikkan kebenaran, menyembah berhala di tengah bimbingan Nabinya, materialis, rasialis, cerewet, pemfitnah, suka melanggar janji, menganggap dirinya paling pintar, sok tahu, fanatik terhadap tradisi leluhur, suka memeras orang lain bila berkuasa, menganggap dagang dan riba sama saja. Bentuk pengingkaran dan pengkufuran itu bahkan sampai ke tingkat merubah hukum Taurat, membunuh Nabi Syu'ya, Nabi Yahya dan Nabi Zakariya, memenjarakan Nabi Irmiya, merencanakan membunuh Nabi Isa as, dan lain sebagainya. Sedang dai-dai bangsa Yahudi tidak peduli terhadap kemungkaran umatnya itu, malah justru mendukung. Kejahatan semacam ini rasanya sudah menjadi tak ubahnya tabiat dan watak mereka. Maka, sebagai peringatan atas kejahatan ini, Alloh swt memaklumkan kepada seluruh umat manusia di bumi ini bahwa pasti akan ada ornag-orang (terlepas dari apa agamanya) yang akan menimpakan adzab seburuk-buruknya kepada bangsa yang terkutuk itu di dunia sampai kapanpun. Di dalam Al-Qur'an disebutkan :

 وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكَ لَيَبْعَثَنَّ عَلَيْهِمْ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ مَن يَسُومُهُمْ سُوءَ الْعَذَابِ إِنَّ رَبَّكَ لَسَرِيعُ الْعِقَابِ وَإِنَّهُ لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ 

Dan (ingatlah), ketika Rabbmu memberitahukan, bahwa sesungguhnya Dia akan mengirim kepada mereka (orang-orang Yahudi) sampai hari kiamat orang-orang yang akan menimpakan kepada mereka azab yang seburuk-buruknya. Sesungguhnya Rabbmu amat cepat siksa-Nya, dan sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS Al-A'raaf : 167) Atas maklumat ini, sepanjang perjalanan kehidupannya, bangsa Yahudi tampak selalu jatuh dan bangun serta timbul dan tenggelam. Mereka ditakdirkan tidak memiliki rumah dan ruang. Hidupnya dari rantau ke rantau. Memencar di negeri-negeri bangsa lain (seperti isyarat QS. Al A'raaf : 168). Ditawan, di deportasi, disiksa dan dibantai. Mereka pernah ditindas oleh raja Jalut Al Jazri lalu diselamatkan oleh raja Thalut dan Nabi Daud as. Ditindas oleh Fir'aun dan diselamatkan oleh Nabi Musa as. Setelah wafatnya Nabi Sulaiman, kerajaan mereka yang terbagi dua dihancurkan oleh masing-masing kerajaan Assiria tahun 721 SM dan kerajaan Babilonia 586 SM. Salah satu Raja Babilonia yang dikenal pemusnah Yahudi adalah Bukhtanashor (Nebukadnezar). Dari Babilonia, mereka dikuasai Persia (536 sampai 333 SM), Makedonia (333-320 SM), Dinasti Ptolemy Mesir (320-203 SM),dan Dinasti Seleusid Siria(203-142 SM). Setelah berhasil mendirikan kerajaan yang merdeka dari 142 SM – 63 SM, bangsa pencetus kapitalisme dunia (seperti di isyaratkan QS Al-A'raaf : 169) ini kembali dikuasai oleh Romawi (63 SM-636 M).

Dari Romawi mereka pindah dibawah kekuasaan kaum muslimin, sampai jatuhnya khilafah Turki Utsmani tahun 1924 M, kecuali pada masa sebagian Perang Salib. Pada masa hijriah, bangsa Yahudi yang terdiri dari 3 kabilah yaitu Bani Qainuqa, Bani Nadhir, dan Bani Quraidhah terlibat dalam perjanjian perdamaian dan pakta pertahanan bersama (miitsaq) dengan kaum muslimin. Namun mereka melanggar pakta itu. Bani Qainuqa diusir dari Madinah sebagai ganjaran karena mengganggu jilbab seorang wanita muslimah di pasar. Bani Nadhir berikutnya juga diusir karena tindakan percobaan membunuh Rasululloh saw. Selanjutnya Bani Quraidhah karena bergabung dengan pasukan Ahzab(sekutu) menyerang Madinah, maka kaum laki-lakinya dibunuh semua, sedang wanita dan anak-anaknya ditawan. Pada masa kekhilafahan Umar bin Khottob sisa-sisa bangsa Yahudi diperbolehkan menetap di Khaibar.

Namun atas dasar keonaran yang selalu mereka buat dan atas pesan Rasululloh saw bahwa tidak boleh ada dua agama di Jazirah Arab, maka mereka diperangi dan di usir ke Syam (Siria). Persis semenjak itu Bangsa Yahudi hidup hina dina, tidak memiliki negeri berdaulat dan miskin karena ditarik Jizyah, sebagaimana Jizyah itu pernah ditarik dari pendahulu mereka oleh Nabi Musa as selama 13 tahun.4 Pada masa perang dunia II (1936-1945) bangsa Yahudi kembali ditindas. Kali ini oleh Adolf Hitler pemimpin tentara Nazi Jerman. Diceritakan waktu itu Hitler membunuh orang Yahudi hingga mencapai 5 (lima) juta jiwa.5 Tahun 1948 setelah berjuang keras melalui wadah gerakan Zionisme internasional. Bangsa Yahudi bangkit dan berhasil mendirikan Negara Israel di Palestina,di tengah kebangkitan ini, secara tiba-tiba pada 11 September 2001 lalu, Amerika serikat yang menjadi sekutu negara yahudi itu dibuat kalang kabut dengan ambruknya geudng WTC dan Pentagon oleh aksi teror.

Dan sebagaimana watak asli yang tidak berubah kembali Yahudi yang diwakili negara-negara barat melakukan stigmatisasi (sangkaan buruk) terhadap kaum muslimin sebagi pelakunya. Dalam hal ini Usamah bin Laden, dengan sangat congkak dan buru-buru, mereka lalu menyerang Afghanistan. Bumi ini seperti dijanjikan adalah hak oarnag-orang shaleh yang sebelum itu senantiasa ditindas dan di dzalimi. Alloh swt berfirman.

 وَلَقَدْ كَتَبْنَا فِي الزَّبُورِ مِن بَعْدِ الذِّكْرِ أَنَّ الْأَرْضَ يَرِثُهَا عِبَادِيَ الصَّالِحُونَ 

Dan sesungguhnya telah Kami tulis di dalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hamba-Ku yang saleh (QS Al-Anbiyaa' : 105) Atas janji ini, rasanya pasti bahwa bumi suatu saat akan kembali ke pangkuan oarang-orang Islam yang sholeh yang selama ini mengalami penindasan dan pemerasan. Dan bangsa Yahudi sebagai penindas itu berikut sekutunya akan kembali surut dan jatuh yang pada akhirnya tenggelam di muka bumi sampai tak tersisa. Imam Ibnu Katsir mencatat bahwa kemunculan Dajjal akan di dukung oleh orang-orang Yahudi. Pada saat itu, Nabi Isa as bersama umat islam akan membunuh Dajjal sekaligus menumpas pendukungnya itu sampai ke akar-akarnya.6 Apakah penyerangan Amerika Serikat dan duta-duta yahudi lainnya ke Afghanistan merupakan isyarat awal yang baik bagi kehancuran mereka seperti kehancuran pasukan kafir Quraisy pada peperangan Badar? Akankah penyerangan itu berbalik menjadi boomerang (buah simalakama) bagi AS sendiri seperti di alami Uni Soviet (1979-1989) di negeri Mujahidin itu? Wallohu a'lam. Namun semut tidak mustahil bisa menyulitkan gajah sebagaimana keong bisa unggul atas kancil. Marilah kita renungkan Firman Alloh swt berikut ini:

 وَقَضَيْنَا إِلَى بَنِي إسْرائِيلَ فِي الْكِتَابِ لَتُفْسِدُنَّ فِي الْأَرْضِ مَرَّتَيْنِ وَلَتَعْلُنَّ عُلُوًّا كَبِيرًا (٤) فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ أُولَاهُمَا بَعَثْنَا عَلَيْكُمْ عِبَادًا لَنَا أُولِي بَأْسٍ شَدِيدٍ فَجَاسُوا خِلَالَ الدِّيَارِ وَكَانَ وَعْدًا مَفْعُولًا (٥) ثُمَّ رَدَدْنَا لَكُمُ الْكَرَّةَ عَلَيْهِمْ وَأَمْدَدْنَاكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَجَعَلْنَاكُمْ أَكْثَرَ نَفِيرًا (٦) إِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ الْآَخِرَةِ لِيَسُوءُوا وُجُوهَكُمْ وَلِيَدْخُلُوا الْمَسْجِدَ كَمَا دَخَلُوهُ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَلِيُتَبِّرُوا مَا عَلَوْا تَتْبِيرًا (٧) عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يَرْحَمَكُمْ وَإِنْ عُدْتُمْ عُدْنَا وَجَعَلْنَا جَهَنَّمَ لِلْكَافِرِينَ حَصِيرًا (٨) 4. 

Dan telah Kami tetapkan terhadap Bani Israil dalam Kitab itu: "Sesungguhnya kamu akan membuat kerusakan di muka bumi ini dua kali dan pasti kamu akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar". 5. Maka apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) pertama dari kedua (kejahatan) itu, Kami datangkan kepadamu hamba-hamba Kami yang mempunyai kekuatan yang besar, lalu mereka merajalela di kampung-kampung, dan itulah ketetapan yang pasti terlaksana. 6. Kemudian Kami berikan kepadamu giliran untuk mengalahkan mereka kembali dan Kami membantumu dengan harta kekayaan dan anak-anak dan Kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar. 7. Jika kamu berbuat baik (berarti) berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (Kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam masjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai. 8. Mudah-mudahan Rabbmu akan melimpahkan rahmat(Nya) kepadamu; dan sekiranya kamu kembali kepada (kedurhakaan), niscaya Kami kembali (mengazabmu) dan Kami jadikan neraka Jahannam penjara bagi orang-orang yang tidak beriman. (QS Al-Israa' : 4-8)

 Akhirnya, kemenangan secara sunnatulloh selalu diperoleh melalui prose kerja keras, jihad dan mujahadah. Untuk mencapai kemenangan kaum muslimin berikut kehancuran dominasi Yahudi di dunia saat ini kiranya masih dibutuhkan uluran kerja keras kita semua. Diantaranya dengan memutus diri dari karakter-karakter Yahudi yang menyebabkan mereka ditimpa siksaan dan kehinaan di tengah limpahan kemuliaan dan kelebihan, berlepas diri dari propaganda dan program mereka, seraya menggugah mental diri untuk sehati dan tidak berpangku tangan. 
 Wallahu Subhanahu wa Ta'ala

Senin, 04 November 2013

MENCARI IKATAN UNIVERSAL

Dewasa ini kita mendapati ikatan-ikatan kecil dan lokal yang dianggap akan membahagiakan manusia dalam kehidupannya.Ikatan-ikatan lokal ini,selama ini telah mendekatkan manusia menjadi satu dalam pola pikir dan perilaku.Ikatan itu ada kalanya di dasarkan pada pemahamannya secara sepotong-potong terhadap agama,seperti fanatisme madzhab dan kecenderungan ujub dengan usbahnya.Adakalanya ikatan itu didasarkan pada ikatan kebangsaan (tanah air),ikatan kesukuan,ikatan kemanusiaan,ikatan kesukaan (hobi) dan lainnya.Mengapa orang begitu maniak (ghuluw) terhadap music dan olahraga,sehingga fanatic dan membela figurnya secara mati-matian?.pada tanggal 19-30 Juni diselenggarakan PON di Jawa Timur.agaknya kegiatan ini akan turut membangkitkan ikatan-ikatan lokal itu dengan semboyan yang senantiasa didengungkan; “PON perekat persatuan bangsa”. Di dalam ajaran Islam,atas dasar sunnatulloh kecenderungan manusia mengikat diri,kita diarahkan memperkokoh ikatan yang asasi dan abadi,bukan ikatan lokal dan kecil,yaitu ikatan ketakwaan yang universal.Atas dasar ikatan takwa,pemikiran kita diharapkan sama,senasib,seperjuangan,walaupun secara lahiriah kita berbeda dalam tingkat kekayaan,keterampilan,rupa dan jabatan.Alloh berfirman: “Teman-teman akrab,pada hari itu,sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa”.(QS.Az-Zukhruf:67) Melalui jamaah ini,kita berharap besar meniti ikatan ketakwaan itu.Konsekuensi-konsekuensi kejamaah selama ini insyaAlloh adalah upaya-upaya dalam rangka memupuk ikatan ketakwaan itu.Ikatan ketakwaan memang tidak harus diformalkan,namun formalitas yang kita tempuh selama ini merupakan sebuah alat pengingat,alat pengarah dan alat pembimbing.Untuk meniti ikatan ketakwaan,supaya dipahami oleh seluruh anggota,jamaah ini menempuhnya dengan: I. Menampakkan cinta yang didasari karena Alloh swt (Al hubbub fillah) sehingga kita disini semoga menjadi orang-orang yang cinta karena Alloh swt.Konsekuensi cinta kepada Alloh swt,kita juga harus benci karena Alloh (al bughdlu fillah) dengan menampilkan ketidaksukaaan kepada orang lain manakala tampak padanya hal-hal yang melanggar syara’.Al Hubbu fillah dan Al bughdlu fillah merupakan cabang dari 70 lebih cabang keimanan. II. Meniti sanad dalam berilmu dan beramal,berdasarkan hadis maqthu’nya Abdulloh bin Mubarok: “Sanad itu termauk agama,maka lihatlah dari siapa kamu mengambil agamamu.”(Lihat sunan At tirmidzi juz 5 kitab Syamail hal 396) Dalam hal ini kita menetapkan Guru besar jamaah,Abuya As Sayyid Muhammad Alawi al Maliki Al Hasani.Kita memilih beliau sebagai guru besar jamaah ini,karena alasan: 2.1.Beliau adalah ahlu baitin Nabi saw,sedang cinta kepada mereka merupakan tuntutan asasi keimanan,terlepas dari beberap oknum ahli bait yang melanggar syara’,itu tak mengurangi penghormatan kita kepadanya dengan tetap kritis.Di dalam Hikmah dikatakan: “Tidak ada teguran itu melainkan dari cinta.Dan teguran itu tidaklah menafikan penghormatan.” (Hikmah) 2.2.Keluasan ilmunya dan ilmunya yang terbuka serta bersumber dari dalil-dalil yang jelas. 2.3.Sisi tazkiyah (tasawuf) dan tarbiyahnya yang sangat tinggi,juga sifat berdermanya yang agung,dan berbagai alasan lainnya. III. Memadukan sisi khouf dan roja’.Kita mengakui kapasitas kita sebagai orang yang dzolimun li nafsih,maka kita berharap besar syafaat dari para Nabi,syuhada’ dan orang-orang sholeh sebagai perantara syafa’at dari Alloh swt.Disamping itu,kita juga berharap kelak menjadi orang yang berat timbangan amalnya,bukan menjadi orang yang ringan timbangannya,juga bukan menjadi orang yang sebanding dosa dengan kebaikannya (Ashabul A’rof),lebih-lebih menjadi orang yang dikeluarkan dari neraka paling belakangan,disebabkan hanya memiliki sebutir biji kecil tauhid.Maka,tidak hanya cukup berharap,kita harus sanggup melatih diri dengan: 3.1. Melaksanakan dua in.In ajriya illa alalloh dan in uridu illal ishlah. 3.2. Membela agama sampai mati syahid sekalipun. 3.3. Berperilaku dengan perilakunya orang-orang sholeh yang senantiasa didasari kejernihan hati,dengan membuang jauh penyakit-penyakit hati. 3.4. Saling menasehati jika ada pelanggaran,secara khusus antara jamaah sesuai dengan mekanismenya,dan secara umum kepada kaum muslimin,karena pangkal agama adalah memberi nasehat. IV. Amal fardi dan jama’I sebagai konsekuensi janji kejamaahan seperti dijelaskan pada taushiyah kemarin (edisi 45) harus senantiasa diperhatikan.Alloh berfirman: “Maka barang siapa melanggar janjinya niscaya akibat melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri”.(QS.Al Fath:10) Dengan titian-titian yang kita tempuh diatas serta kesiapan kita berada dalam bimbingan dan arahan yang terus menerus,ikatan kita menuju ikatan ketakwaan insyaAlloh akan memperkokoh pertemanan kita didunia dan di akhirat dengan secara gemilang merebut ridlo Alloh swt dan ridlo Rosululloh saw. Wallahu a'lam bisshawab.

Minggu, 03 November 2013

Anda Harus Berhijrah!

Seorang muslim yang terbina melihat ada banyak sekali pelajaran dari hijrah nabawiyyah selain memang dalam hijrah terdapat sekian banyak buah (manfaat) karena sebenarnya hijrah adalah madrasah keimanan. Di antara buahnya ialah Allah menyemarakkan untuk kekasihNya Nabi Ibrahim alaihissalam, tanah suci dengan anak keturunan yang mulia (Rasulullah Saw), dan Dia menghidupkan lembah paling utama yang tidak ada tanaman (sama sekali) dengan air yang paling utama (Zam-zam), serta menegakkan syiar utamaNya yaitu shalat di tempat syiarnya yang paling mulia sekaligus meninggikan pilar-pilar rumah pertama yang diletakkan untuk manusia. Allah juga menjadikan Nabi Ibrahim sebagai orang yang selalu disebut dengan kebaikan (lisan shidiq) oleh generasi setelahnya (hingga sekarang) dan menampakkannya dalam manasik haji untuk kaum muslimin dll. Begitulah hijrah nabawiyyah muhammadiyyah yang di antara buah indahnya adalah seluruh kebaikan yang didapatkan kaum muslimin dan seluruh kemuliaan yang mereka peroleh serta seluruh keberuntungan yang mereka capai sepanjang masa. Sungguh cahaya Islam – sebagai kunci kebaikan dunia dan akhirat - telah tersebar dan pemerintahannya telah beridiri sehingga Makkah bisa ditaklukkan dan sesudah itu ajaran-ajaran Islam tersebar luas di seluruh alam melalui penaklukkan-penaklukkan yang dilakukan Islam. Jadi sudah dipastikan bahwa hijrah nabawiyyah berbeda dengan hijrah saudara-saudara Beliau shallallahu alaihi wasallam yaitu para nabi yang lain yang terdahulu alaihimussalaam sesuai dengan risalah beliau sebagai rahmat bagi seluruh alam. Kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memperluas pemahaman hijrah sehingga mencakup berhijrah dari sesuatu yang dilarang oleh Allah dengan meninggalkan maksiat dan sikap melawan kepada Allah. Beliau bersabda kepada salah seorang sahabat bernama Fudek: “Wahai Fudek, dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, jauhilah keburukan dan tinggal-lah di manapun dari tanah kaum-mu, tentu kamu tetap menjadi seorang yang berhijrah!”” (HR Baghawi Ibnu Mandah Abu Nuaim/Kanzul Ummal 8/3031, al Qudwah al Hasanah hal 42) Kenapa? Karena dikatakan: “Masa itu seperti pelakunya. Sedang pelakunya seperti anda saksikan”Ia, pelaku masa sekarang ini telah berada dalam kondisi seperti disabdakan Nabi shallallahu alaihi wasallam yaitu kondisi berubah dari jalur yang benar akibat terpaan badai fitnah yang begitu dahsyat sebagaimana diberitakan dalam hadits-hadits beliau di bawah ini; 1.Hadits hilangnya Amanah seperti dalam riwayat Imam Turmudzi;2270; ((....sehingga manusia lalu saling melakukan transaksi perdagangan di mana hampir tak ada seorangpun yang menunaikan amanat, sampai dikatakan “bahwa sesungguhnya di suku ini ada seorang yang bisa dipercaya” hingga mereka mengatakan; “Betapa teguh orang ini, betapa cerdas dan betapa berakal dirinya” padahal dalam hatinya tak ada sebiji sawipun keimanan...)) Artinya mereka memujinya sebagai banyak memiliki akal, kecerdasan dan keteguhan serta mengidolakannya. Sementara mereka sama sekali tidak memuji seorangpun karena banyak memiliki ilmu yang bermanfaat dan melakukan amal shaleh. 2. “Sungguh kalian akan mengikuti perilaku orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sehingga seandainya mereka memasuki lubang biawak niscaya kalian mengikuti mereka” Kami (para sahabat) bertanya; “Orang yahudi dan nashrani (yang anda maksudkan)?” Nabi Saw bersabda; “Lalu siapa (lagi)?”(HR Bukhari dari Abu Said al Khudri ra. Sedangkan Imam Hakim meriwayatkan hadits ini Ibnu Abbas ra di mana dalam akhir teks hadits terdapat riwayat; “...dan sampai andaikan salah seorang mereka mengumpuli isteri di jalan niscaya kalian juga melakukannya” Imam al Munawi mengatakan bahwa hadits riwayat Hakim ini bersanad shahih. Imam Nawawi mengatakan:[Maksudnya adalah menyamai mereka dalam hal kemaksiatan dan pelanggaran, bukan dalam kekafiran]( Tuhfatul Ahwadzi 6/408) 3.”Sungguh kalian akan melepaskan kancing-kancing islam satu persatu. Setiap kali satu kancing terlepas maka manusia beralih kepada kancing berikutnya; pertama dari kancing (yang dilepaskan) itu adalah hukum (daulah islamiyyah) dan yang akhir adalah shalat” (HR Ahmad Ibnu Hibban Hakim/ al jami’ as shaghir 2:203) 4.”Akan ada sebelum kiamat, fitnah-fitnah seperti potongan-potongan gelap malam”(HR Ibnu Majah/ Kunuzul Haqaiq Lil Munawi((Hamisy al jami’ ash shaghir2/203)) 5. “Hampir saja Islam musnah sehingga tidak tersisa kecuali namanya” (HR Dailami falam Musnadul Firdaus/ Kunuzul Haqaiq Lil Munawi((Hamisy al jami’ ash shaghir2/203)) Allah ta’alaa memberikan peringatan agar tidak terjatuh dalam fitnah-fitnah ini dengan firmanNya; “Dan Allah memperingatkan kalian akan siksaNya. Dan Allah sangat sayang kepada para hambaNya “QS Ali Imran:30, seraya berwasiat supaya mencari jalan keluar dari hal tersebut; “Wahai orang-orang yang beriman, bersabarlah, tabahkanlah diri (bergaul dengan sesama), masuklah dalam jaringan (jamaah) dan bertaqwalah supaya meraih keberuntungan “QS Ali Imran (akhir surat):200) =الله يتولى الجميع برعايته=

Menjadi Manusia Cerdas



 Begitu indah orang berkata: Sesungguhnya Allah memiliki para hamba yang cerdas yang tidak terpesona oleh dunia dan bahkan mengkhawatirkan fitnah-fitnahnya Mereka mengamati dunia, lalu ketika mengetahui bahwa ia bukanlah tempat tinggal bagi orang yang hidup Maka mereka menganggapnya sebagai samudera yang harus dilalui dengan perahu-perahu amal keshalehan Dunia adalah tempat ujian dan fitnah secara fisik maupun psikis. Fitnah dunia sungguh semakin berat jika datang dari orang-orang yang hidup bersama kita; isteri-isteri dan anak-anak kita. Karena itu Allah memperingatkan agar kita tidak terjebak dalam fitnah ini yang secara khusus disebutkan oleh Allah dalam firmanNya: “Hai orang-orang yang beriman sesungguhnya sebagian dari isteri-isterimu dan anak-anakmu adalah musuh bagimu maka waspadalah...”QS At Taghabun:14. 

 Disebutkan bahwa ayat ini diturunkan terkait orang-orang yang telah masuk islam semenjak di Makkah dan bermaksud hijrah (ke Madinah) akan tetapi langkah mereka surut dan tertahan oleh isteri-isteri dan anak-anak mereka. Demikian seperti dikatakan oleh Ibnu Abbas ra. Al Qadhi Abu Bakar bin Al Arabi mengatakan: [Ini menjelaskan sisi permusuhan (yang dimaksudkan) karena musuh bukanlah dianggap musuh kecuali sebab perbuatannya. Jadi apabila isteri dan anak berbuat seperti perbuatan musuh maka mereka berdua adalah musuh karena tidak ada perbuatan yang paling buruk daripada menghalangi antara seorang hamba dengan ketaatan] Al Hasan (al Bashri) mengatakan: [Digunakan huruf Jarr “Min” untuk menunjukkan arti sebagian karena tidak keseluruhan mereka berubah menjadi musuh dalam arti sebagian mereka ada yang melakukan perbuatan melawan agama sehingga dengan perbuatan melawan ini mereka dianggap sebagai musuh yang perlu diwaspadai dan tidak boleh diremehkan akan bahaya dan keburukan mereka] Hal paling berbahaya yang bisa memberikan pengaruh kepada perbuatan melawan agama pada sekarang ini adalah terjadinya apa yang sudah beritakan oleh Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam dalam sabda Beliau; “...kemudian akan ada fitnah yang memasuki seluruh rumah orang Arab (penduduk muslimin) tanpa terkecuali” HR Bukhari. “Termasuk tanda-tanda kiamat adalah anak-anak menjadi sumber kemarahan( orang tua)...”HR Thabarani. “Akan terjadi fitnah-fitnah yang membuat orang bijak pun merasa kebingungan di dalamnya” Fitnah semacam ini dalam penilaian kita tidak lain adalah fitnah yang berkembang saat ini berupa TV, Komputer, Internet, Face Book, Twitter dan HP dll bagi siapa saja yang tidak bisa mengambil manfaat positifnya, lagu-lagu, para selebritis dan konser-konser musik. Sungguh semuanya sudah mewabah dan disaksikan oleh seluruh orang. Karena seringkali bersentuhan sehingga hati menganggapnya biasa dan merasa kerusakan ini bukanlah hal yang serius serta tidak perlu dipermasalahkan. Laa haula walaa quwwata illaa billaah al aliiy al azhiim. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda; “Ingat, sesungguhnya dalam tubuh ada segumpal daging; jika daging itu baik maka seluruh tubuh juga baik dan jika daging itu rusak maka seluruh tubuh menjadi rusak”HR Bukhari Muslim. Hati yang rusak adalah hati yang sakit. Hati yang sakit adalah hati yang diliputi kegelapan. Hati yang sakit berbahaya bagi pemiliknya; dalam agamanya sebagai modal meraih keberuntangan dunia akhirat, juga dalam akhiratnya sebagai rumah yang langgeng dan abadi baginya. Hati yang sakit bisa diidentifikasi melalui gejala-gejala yang muncul di mana yang paling dominan adalah bermalas-malasan dalam menjalankan ketaatan, merasa berat melakukan kebaikan-kebaikan, serta sikap rakus terhadap kesenangan dan kelezatan dunia, sama sekali jauh dari memperlakukan dunia sebagai ladang akhirat. Jika gejala-gejala tersebut muncul maka seseorang wajib berusaha melakukan terapi pengobatan. Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman! penuhilah Allah jika Dia Memanggilmu menuju hal yang bisa membuatmu selalu hidup –menghidupkan hatimu – dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah Menghalangi antara seseorang dan hatinya dan sesungguhnya kepadaNya-lah kalian dikumpulkan”QS Al Anfaal:24. Ayat ini memberikan arahan untuk melakukan pengobatan hati dan berusaha selalu menghidupkannya dengan berbagai macam cara di mana yang paling memudahkan mencapai tujuan adalah dengan mencari seorang Guru Murabbi yang akan selalu membimbing dan mengarahkan, yang bisa melihat hati dan membersihkan akhlak, yang akan memegang tangannya menuju Allah, dan yang karena bershuhbah dengan guru itu Allah menjaga dirinya dari keburukan, hawa nafsu dan kemaksiatan. Apabila tidak menemukan guru seperti itu maka mencari teman yang shaleh yang selalu memberi nasehat. Saran dan pendapat teman seperti ini bisa membantu mengenali penyakit hati dan pengobatannya. Atau mencari Jamaah yang patut untuk bergabung di dalamnya agar bisa turut serta bersama yang lain dalam memperbaiki hati. Jika semuanya tidak ditemukan - sebagaimana kondisi mayoritas masyarakat sekarang ini yang susah mencari orang-orang yang bisa saling membantu dalam kebaikan dan kebenaran – maka harus melakukan secara rutin iltizamat berikut ini: a. Menjalankan shalat dan keharusan-keharusannya yang berupa; mendirikannya, menjaganya, khusyu’, khudhur dan melanggengkannya. Sungguh shalat bisa menghilangkan kotoran-kotoran hati. b. Memperbanyak bershalawat kepada Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam karena shalawat bisa menambal keretakan hati. c. Membaca Alqur’an karena membaca Alqur’an bisa membersihkan karat-karat hati d. Merutinkan wirid-wirid dan dzikir-dzikir serta menghadiri majlis-majlis dzikir yang di antaranya adalah majlis ilmu. e. Menetapi Istighfar. Imam Ali bin Abi Thalib karramallahu wajhah mengatakan: [Carilah hatimu dalam tiga suasana; ketika mendengarkan Alqur’an, dalam majlis-majlis dzikir dan dalam waktu-waktu khalwah. Jika kamu tidak menemukkannya dalam suasana-suasana ini maka memohonlah kepada Allah agar menganugerahkan hati kepadamu karena kamu sama sekali tidak memiliki hati] Ada do’a-do’a ma’tsur yang menjadi dalil adanya peluang merubah akhlak yang tercela seperti berikut: 1. “Ya Allah, sesungguhnya saya memohon perlindunganMu dari kejahatan diriku dan dari kejahatan seluruh binatang melata yang ubun-ubunya ada dalam genggamanMu . sesungguhnya Tuhanku berada pada jalan yang lurus” 2. “Ya Allah, sesungguhnya saya memohon perlindunganMu dari akhlak yang mungkar, menuruti keinginan nafsu dan dari berbagai penyakit” 3. “Ya Allah, tunjukkanlah diriku akan akhlak yang baik karena tidak ada yang menunjukkan akan akhlak yang baik kecuali Engkau. Hindarkanlah keburukan akhlak dariku. Karena tak ada yang menghindarkannya dariku kecuali Engkau” 

 =والله يتولى الجميع برعايته=

Sabtu, 02 November 2013

HIRSH (RAKUS)

Istriku... untuk yang kesekian kalinya aku menasehati dirimu, bahwa jiwa yang luhur, agung adalah jiwa yang senantiasa puas dengan apa yang dia dapat, jiwa yang tidak menjatuhkan harga dirinya ke dalam lembah keserakahan, menghinakan diri dengan kerakusan dalam mengejar-ngejar keinginan semu, untuk apa kita mengejar-ngejar dunia dan asesorisnya, seseorang yang mengenal dunia pasti akan membencinya, sebaliknya seseorang yang mengenal Alloh pasti akan mencintai-Nya. Hal yang senada dikatakan oleh Asy-Syafi’i r.a melalui bait-bait syairnya: Dunia itu tiada lain hanyalah seonggok bangkai dengan bentuk lain Menjadi rebutan anjing-anjing yang siap melahapnya Jika engkau menjahuinya Berarti engkau beroleh kedamaian dari penghuninya Tetapi jika engkau ikut merebutnya Engkau harus bersaing dengan anjing-anjing yang mengejarnya Istriku... untuk apa engkau menjatuhkan dirimu ke api keserakaha, dengan menumpuk-numpuk harta, Ibnu ‘Umar r.a. meriwayatkan dari Rasulalloh saw, Bahwa Beliau bersabda “Barang siapa menimbun bahan makanan selama empat puluh hari, sungguh ia telah lepas dari Alloh dan Alloh pun telah lepas darinya” ada yang menambahkan “Seolah-olah ia telah membunuh semua orang”. Ali r.a. mengatakan “Barang siapa menimbun bahan makanan selama empat puluh hari, niscaya hatinya menjadi keras”. Masih dari Ali r.a. Bahwasanya Ia pernah membakar makanan yang di timbun oleh pemiliknya. Coba lihat teladan para shahabat dan generasi setelahnya, contohlah mereka, jadikanlah teladan mereka, selain Al Qur’an dan Hadis sebagai pedoman hidup maka kamu akan selamat sayank…

DUA PERMATA YANG HILANG

Diantara sinyalemen yang diungkapkan Rasulullah saw tentang tanda-tanda akhir zaman ialah adanya sosok generasi yang terasing ( gharib ). Tentu generasi yang baik ini bukan terasing dari komunitas orang banyak karena apa yang diperbuatnya salah, melainkan mereka terasing karena kokoh dalam keimananya, sementara kebanyakan manusia pada saat itu justru kebalikannya. Ada dua karakter besar yang dilakaukan oleh kebanyakan manusia pada waktu itu. Pertama, mereka melalaikan Allah swt. Perilaku dan pikiran mereka tidak dikaitkan dengan keagungan dan ketentuan Allah swt, meliankan fokus mereka semata-mata berorientasi pandangan ihwal kedunia-wian. Kedua, menanggalkan ajaran kebenaran yang di bawa oleh Al Qu’an. Jangankan mereka ber-upaya memahami ayat-ayat dari wahyu Allah untuk dimasukkan otaknya, mereka justru menggugat keabsahan Al Qur’an, setidak-tidaknya mereka memutarbalikkan makna tersurat dari kitab suci itu. Dengan dua karakter ini kebanyakan manusia saat itu menjadi tidak murni lagi dalam berislam, kondisinya sudah terinfiltrasi ( disusupi ) oleh ajaran yang lainnya. Kondisi ini mengakibatkan kebanyakan mereka termasuk orang-orang yang fasik,persis dengan kondisi ahlul kitab di masa-masa sebelumnya. Atas kondisi yang bisa saja menimpa umat Islam di setiap masa ini, Allah swt berfirman : “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun kepada mereka, dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepada mereka, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan diantara mereka adalah orang-orang fasik. ( QS. Al Hadid : 16) Menurut Imam An Nawawi, kata li dzikrillah pada ayat ini maksudnya ada dua, yaitu (….) (tuduk hati ketika mengingat Allah swt ) dan (….) ( tunduk hati untuk tujuan mengingat Allah swt). Arti pertama maksudnya mengingat Allah dengan ketundukan hati telah menjadi suatu kedudukan tertentu di sisi Allah swt ( maqom ). Sedang arti kedua maksudnya mengingat Allah dengan ketundukan hati secara tidak stabil, masih situasional (hal). Dengan demikian kondisi yang maksimal ialah menjadikan dzikrullah sebagai maqom, sedang kondisi yang setidak-tidaknya ialah menjadikan dzikrullah sebagai hal. Dzikrullah yang mempunyai arti luas bisa jadi berarti membawakan doa atau wiridan yang dianjurkan membacanya. Juga berarti dzikrullah melakukan perbuatan baik yang fardlu maupun sunnah secara rutin, seperti tilawah Al Qur’an, pengajian ilmu, dan berdakwah, termasuk segala aktifitas politik menuju tatanan Allah swt di bumi. Karena yang terpenting dari dzikrullah adalah membebaskan diri dari lalai dan lupa kepada Allah swt.Sehingga menurut Said bin Jubair,setiap perbuatan yang didarmabaktikan juntuk Alloh adalah dzikir.(Fi Sabilil Huda War Rosyad,hal 32.Sayyid Muhammad al Maliky) Selain kesadaran berdzikir, kesadaran lainnya ialah membenarkan secara tanpa kompromi atas apapun yang dibawa oleh Al-Qur’an. Kehujjahan Al-Qur’an dan kewajiban mengamalkannya adalah urusan yang maklumun fiddin bid dlarurah, tanpa butuh dalil lagi. Karena dari mengamalkan Al-Qur’an itulah makna berpegang teguh kepada agama Islam. Allah saw berfirman : “Alif laam raaa. Inilah suatu kitab yang ayat-ayatnya dikokohkan serta dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi Allah Yang Maha Bijaksana dan Maha Tahu”. (QS Hud: 1) Soal Al-Qur’an ini mesti disadari bahwa walaupun turunya telah habis bersamaan wafatnya Rasulullah saw, akan tetapi antisipasi Al-Qur’an terhadap kasus-kasus kontemporer juga perkembangannya terhadap penggalian hukum akan terus eksis sepanjang masa. Al-Qur’an semakin di gali dan dikaji, akan semakin bertambahlah rahasia, kedalaman, dan kedetailannya. Imam Ali bin Muhammad Al Habsyi berkata : “Tanazzulnya ( kemampuannya berkembang mengantisipasi zaman ) bagi para ulama senantiasa tetap eksis, sementara dia sudah terputus periodesasi turunnya”.(Syari’atulloh al Kholidah,hal 19) Dua hal ini ( dzikrullah dan menerima Al-Qur’an ) rasanya merupakan dua kesatuan yang terpadu. Artinya kalau orang senantiasa berdzikir kepada Allah swt akan selalu membenarkan apapun yang dibawa Al-Qur’an. Begitu pula orang yang membenarkan Al-Qur’an akan berdzikir kepada Allah swt. Maka orang yang emoh berdzikir dan menolak kebenaran Al-Qur’an, dikhawatirkan jangan-jangan dia berkolaborasi (bekerja sama ) dengan setan. Allah swt berfirman : “Barang siapa yang berpaling dari dzikir Tuhan Yang Maha Pemurah ( Al-Qur’an), kami adakan baginya setan, maka setan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya”. (QS.Zukhruf : 36) Dari sini semestinya aktivitas kehidupan kita hendaknya jangan terlepas dari aktivitas dzikir serta aktivitas berdawah dan belajar ( untuk terus mengkaji Al-Qur’an), sebab dua hal itulah permata ( hikmah) yang kerap hilang, minimal selalu timbul tenggelam dari diri kaum muslimin. Rasulullah saw bersabda : “Ingatlah sesungguhnya dunia itu terkutuk. Juga terkutuk apa yang ada di dunia itu, selain dzikirullah dan suatu yang mengantarkan padanya dan orang yang berilmu atau orang yang belajar.” (HR.Tirmidzi) wallohu a'lam bisshowaf.