Translate

Rabu, 06 November 2013

Pleonasme

Allah berfirman: “ dan orang – orang yang berpaling dari ( perbuatan atau perkataan ) yang tidak berguna ( al laghw ) “ QS al Mu’minun: 3. ( al laghw ) memiliki arti; 1. Ucapan yang salah, 2. Berlebihan dalam berucap ( pleonasme ) dan segala hal yang tidak berguna baik ucapan atau perbuatan, 3. Setiap kata yang terlempar yang semestinya ditinggalkan seperti bohong, gurauan dan ejekan. ( …berpaling…) yakni dalam mayoritas waktu berpaling dari segala hal yang tidak berguna karena mereka sibuk dalam kesungguhan dan amal sholeh Salah satu ciri - ciri hamba sholeh yang disebutkan Allah dalam ayat ini adalah keberpalingan mereka dari al Laghw. Sementara di antara anggota tubuh yang paling susah terjaga oleh manusia adalah lisan karena tak ada kepayahan dalam mengucapkannya dan tak ada biaya untuk menggerakkannya sehingga terjadi banyak anggapan mudah dalam menjaga dari bahayanya serta mengantisipasi jerat - jeratnya. Hal ini menyebabkan lisan menjadi alat canggih setan dalam usaha penyesatan. Berpaling dari segala model al laghw adalah karakter kesungguhan dan barang siapa berkarakter kesungguhan dalam semua urusannya maka jiwanya akan sempurna dan tidak pernah akan mucul darinya kecuali aktivitas yang bermanfaat. Sementara bersungguh - sungguh, serius dalam segala urusan adalah bagian dari karakter Islam. Sungguh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah ditanya tentang hal terbesar yang menyebabkan manusia masuk surga maka Beliau bersabda: “Taqwa kepada Allah dan kebaikan budi pekerti “ dan Beliau juga ditanya tentang hal terbesar yang menjadikan manusia masuk neraka maka Beliau bersabda: “Dua lubang; mulut dan kemaluan “ HR Turmudzi. Diriwayatkan dari Beliau shallallahu alaihi wasallam yang bersabda: “Barang siapa menjaga keburukan perut, kemaluan dan lisannya maka wajib baginya surga “ HR Abu Manshur Ad Dailami. Ketiga macam syahwat inilah yang menjadikan banyak manusia mengalami kehancuran. Dalam hadits panjang dari Muadz bin Jabal ra. Ia bertanya: “ Wahai Rasulullah, apakah kami dihukum sebab apa yang kami ucapkan? “ Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menjawab: “ Ibumu meratapimu wahai Ibnu Jabal, bukankah tiada yang menyeret manusia ke nereka dengan posisi terbalik kecuali tali – tali lisan mereka ? “ ( HR Turmudzi – Hakim ). Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “ Sesungguhnya seorang hamba diangkat oleh Allah beberapa derajat karena mengucap satu kata yang meridhokan Allah dan sama sekali tidak disangkanya ( ora nggraito. Jawa ). Sesungguhnya seorang hamba terperosok ke neraka karena mengucapkan satu kata yang menjadikan Allah marah dan sama sekali ia tidak menyangka “ HR Ahmad – Bukhari. Maksud tidak menyangka adalah ia tidak merenungkan, tidak menoleh dan sama sekali tidak menganggap. Ia menyangka kata itu sedikit dan remeh, tetapi sebenarnya besar di sisi Allah. Karena itulah Nabi shallallahu alaihi wasallam memberikan warning / tahdziir agar seseorang tidak begitu saja menceritakan segala yang didengarnya karena khawatir terjatuh dalam kebohongan. Beliau bersabda: “Cukuplah seseorang berdosa jika ia menceritakan semua yang didengarnya “ HR Abu Dawud. Hal demikian bila orang tersebut sebelumnya tidak mencari kepastian ( tatsabbut / klarifikasi ) karena ia mendengar kebiasaan benar dan bohong. Maka bila begitu saja ia menceritakan semua yang didengar, sudah pasti ia juga ikut berbohong. Berbohong adalah memberitakan hal yang berbeda dengan kenyataan meski tidak sengaja. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Sangat beruntung bagi orang yang menahan kelebihan lisannya dan mendermakan kelebihan hartanya “ HR Baihaqi. “Hal terburuk yang diberikan kepada seseorang adalah lisan yang ngebros “HR Ibnu Abi Dun’ya. Seorang muslim yang terbina senantiasa menjauhi ucapan berlebihan - yang termasuk di sini adalah membicarakan hal tiada berguna atau menambah ucapan melebihi kebutuhan dalam hal yang berguna - apalagi berbohong. Ucapan berlebihan tidak terbatas, ini berbeda dengan ucapan penting yang terbatas seperti dalam firman Allah: “Tiada kebaikan sama sekali dalam banyak bisikan mereka kecuali orang yang memerintahkan sedekah, kebaikan atau mendamaikan antara manusia “ QS an Nisa’: 114. karena itulah kita dilarang memberikan pujian berlebihan ( al Mubalaghah fi Tsana’ ), meski itu benar, karena ditakutkan setan menyeret kepada tambahan yang semestinya tidak diperlukan. Yazid bin Abi Hubeb berkata: “ Ujian seorang alim adalah lebih senang berbicara daripada mendengarkan dengan seksama ( Istima’ ). Jikalau ada orang yang bisa menggantikannya maka sungguh dalam Istima’ ada keselamatan dan dalam berbicara ada pola ( Tazyin ), penambahan dan pengurangan “. Ibnu Mas’ud ra berkata: “ Aku peringatkan kepada kalian akan pembicaraan yang tiada guna. Cukuplah seseorang berbicara sekedar bisa menyampaikan maksudnya “ dalam hikmah dikatakan: “ Keselamatan manusia ada dalam menjaga lisan “ والله يتولى الجميع برعايته

Tidak ada komentar: