Translate

Sabtu, 02 November 2013

Iltizam Terhadap Amanah

Zaman fitnah yang kehadirannya dikhawatirkan banyak orang salah satu tandanya adalah tercerabutnya sifat amanah dari jiwa manusia. Ketika tampak amanat diabaikan, amanat diabaikan, amanat ditelantarkan,dan amanat disia-siakan, yakinlah kita bahwa zaman fitnah telah tiba. Hal ini ditunjukkan oleh hadits Nabi saw yang merupakan kelanjutan dari hadits fitnah pada taushiah yang lalu sebagai berikut : “Orang pagi-pagi berperilaku layaknya orang beriman sore-sore berperilaku layaknya orang kafir. Pagi-pagi berperilaku layaknya orang kafir sore-sore berperilaku layaknya orang beriman. Dia menjual agamanya dengan harta benda dunia.” (HR Muslim dan at Tirmidzi. Lihat Tuhfatul ahwadzi jilid VI hal 438.) Apakah amanat itu? Ada beberapa makna. Pertama, amanat yaitu titipan seseorang kepada orang lain agar supaya dijaga dan dipelihara (Didasarkan pada firman Allah swt dalam Q.S An nisaa’: 58).Kedua, amanat ialah beban kewajiban dari Allah swt untuk para hambaNya termasuk juga hak-hak yang berhubungan dengan sesama manusia yang diperintahkanNya untuk dilaksanakan. (Didasarkan pada firman Allah swt dalam Q.S Al Ahzab : 72).Ketiga, amanat ialah jabatan dan kekuasaan ( al wilayah ). (Didasarkan pada nasehat Nabi saw kepada sahabat Abu Dzar Al Ghifari .)Dari sini amanat dapat diartikan; menjaga atau memelihara sesuatu yang patut untuk dijaga dan dipelihara, baik yang berhubungan dengan Allah swt maupun dengan manusia, berupa hak-hak, kewajiban, dan peraturan, baik bersifat materi maupun nonmateri . Amanat yang merupakan lawan dari khianat ternyata mencakup sisi materi ( maaddiyah ), nonmateri ( maknawiyah ), dan diniyah. Untuk mengenal lebih mendalam tentang amanat, berikut ini hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Huzaifah bin Al Yaman. “ Rasulullah saw manceritakan kepada kami dua hadist kepada kami,.Salah satu dari dua hadits itu aku telah melihat kenyataannya dan aku sedang menunggu kenyataan hadits lainnya. Beliau menceritakan kepada kami sesungguhnya amanat telah turun didasar hati jiwa manusia. Dan ( ketika turun Al Qur’an ) mereka mengkaji dari Al Qur’an dan kemudian mengkaji dari As Sunnah. Beliau menceritakan pula tentang lenyapnya amanat itu. Kata beliau : “Seseorang tidur dalam sekejap, lalu dilepaslah amanat dari hatinya. Maka bekas dari amanat itu menjadi seperti bekas pada sesuatu yang sedikit. Kemudian dia tidur sekejap lagi, maka amanat tercabut lagi dari hatinya. Lalu bekasnya tampak laksana bekas lepuhan di tangan (bhs. Jawa: kepalen) yaitu laksana bara api yang dilemparkan sehingga mengenai kakimu, lalu kakimu bengkak. Kamu melihatnya seperti melepuh. Padahal di dalamnya tidak ada apa-apanya. Setelah itu manusia bersegera berbaiat. Maka hampir saja tidak ada seorang pun menuaikan amanatnya, sampai dikatakan:”dikalangan penduduk sana ada orang amanat” dan dikatakan pula” Ah alangkah manisnya dia; alangkah cerdasnya dia,”sementara tidak ada sediktpun dia memiliki iman. Dan sungguh pernah datang kepadaku masa dimana aku tidak mempedulikan siapa diantara kalian aku baiat. Jika dia muslim,agamanya mesti mencegahnya dari tidak amanat. Dan jika dia nasrani atau yahudi,para hakimlah yang mencegahnya.Adapun hari ini maka aku tidak membaiat diantara kalian kecuali fulan dan fulan.”(HR. Bukhori Muslim) Dari hadits yang panjang tersebut, dapat diambil beberapa pengertian : 1. Pada dasarnya amanat itu potensi yang dibawa setiap manusia secara fithrah seperti halnya naluri jika digali, potensi itu akan berkembang kuat. Tapi jika didiamkan, potensi itu akan kusut dan rusak yang pada akhirnya tidak bisa dimanfaatkan. Maka harus ada upaya untuk menggalinya. Yakni dengan mengkaji Al Qur’an dan As Sunnah. 2. Dari masa kemasa-masa keberadaan sifat amanat akan semakin terkikis. Semakin hari tampak amanat semakin hilang, lenyap dan musnah. Amanat tercabut ibarat di saat seseorang tidur ( tanpa sadar ) hingga tiada berbekas amanat itu kecuali sedikit dan diibaratkan dengan lepuhan tangan yang mebengkak yang tiada isinya. 3. Bersamaan dengan terkikisnya sifat amanat, kebanyakan manusia akan mengalami kekeliruan dalam menetapkan ukuran.Ukuran menilai seseorang bukan lagi didasarkan pada keimanan ( amanat )nya akan tetapi diukur dari kecerdasannya, kekuatannya, atau kemanisanya. 4. Keimanan menjadi penegak utama sifat amanat bagi orang muslim. Sedang bagi nonmuslim sifat amanat ditegakkan melalui penekanan (pressure) dari hakim (penguasa) pemerintahan Islam. Jika terjadi kondisi dimana sifat amanat runtuh, maka unsur keimanan memang lemah disatu sisi dan sisi lain karena tiadanya hakim. 5. Adanya perbedaan yang cukup mencolok dalam hal amanat antara kaum muslimin dahulu dengan kaum muslimin berikutnya sehingga sekarang. Jika kita perhatikan pada As Sunnah, akan kita dapati disana bahwa amanat pada kita itu sekian banyak macamnya. Dantaranya ada amanat suami-istestri, amanatul majlis, amanat manakala berperan sebagai mustasyar ( pihak yang di mintai pertimbangan atau diajak musyawarah ), amanat sebagai juru adzan, dan amanat jual beli. Termasuk pula amanat ukhuwah , amanat dakwah , amanat kekuasaan dan jabatan, amanat memilih pimpinan, amanat berjamaah, amanat beriltizam, dsb. Dan kita mendapati berbagai macam amanat itu saat ini (diantaranya amanat jabatan dan kekuasaan) telah disia-siakan ( diberikan bukan pada ahlinya) sedemikian rupa bahkan amanat umumnya cenderung diposisikan laksana maghnam ( barang rampasan ). Yakni bila mendapati amanat, amanat itu dijalankanya dengan khianat. Jalan keluar tatkala tiba zaman fitnah, tiada lain kita mesti memperhatikan ulang amanat-amanat pada diri kita. Berapa banyak amanat yang menjadi beban kita dan apakah amanat-amanat itu benar-benar sudah kita tunaikan, sudah kita jalankan, dan sudah kita jaga dengan sebaik-baiknya (jauh dari khianat). Terlebih lagi kita telah masuk dalam sebuah Jama’ah Dakwah di mana unsur amanat merupakan unsur pokok. Apakah itu amanat dalam tugas dan iltizamat, amanat dalam berinfaq, amanat dalam mengaji, amanat dalam bersikap, dsb. Tidak ada iman bagi yang tidak memiliki amanat. Allah swt berfirman: “Dan aku kepada kalian adalah seorang pemberi nasehat yang amanat.” (QS al-A’rof: 68) Mengingat akan pentingnya menjaga amanat,Rasulullah saw selalu mengajarkan kepada kita untuk mengamalkan doa-doa yang intinya mengingatkan agar beriltizam pada amanat demi menghindari khianat. “Aku titipkan kepada Allah swt agamamu dan amanatmu serta akhir dari amalmu”.(HR Abu Dawud) “Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari kelaparan karena dia seburuk-buruk teman tidur dan aku berlindung pula dari khianat karena dia seburuk-buruk teman dekat”.(HR.Abu Dawud,Nasa’I dan Ibnu Majah) Wallohu Subhaanahu Wata’alaa A’lam

Tidak ada komentar: