Translate

Jumat, 02 September 2016

Sex, Isteri Muda dan Rohbaaniyyah




Seorang Ibu pernah bertanya tentang sabda Nabi SAW yang artinya, “Demi Dzat yang diriku berada dalam kekuasaanNya. Tiada lelaki yang mengajak isteri menuju Firosynya (mengajak ke ranjang) lalu isterinya menolak kecuali Dzat yang berada di langit marah kepada (isteri) sampai suami ridho kepadanya”[1]. Abu Huroiroh ra juga menyatakan: “Nabi SAW melaknat al Musawwifah dan al Muflisah”[2]. Al Musawwifah adalah wanita yang jika suami mengajaknya maka ia berkata,”Sekarang? nanti sajalah” sedang al Muflisah adalah wanita yang saat diajak suami maka ia mengaku sedang haid padahal tidak haid. Di sini dengan jelas dinyatakan bahwa isteri  yang menolak ajakan suami mendapat marah dari Alloh dan laknat malaikat serta Rosululloh SAW. Lantas bagaimana jika suami menolak ajakan isteri?.

Sungguh hak suami atas isteri sangatlah besar hingga pada saatnya nanti yang pertama kali ditanyakan kepada wanita adalah sholatnya dan bagaimana perlakuannya kepada suami. Ketika datang dari Yaman, Muadz bin Jabal berkata, “Wahai Rosululloh, saya melihat orang  - orang di Yaman satu sama lain saling bersujud memberi penghormatan. Apakah kami bisa bersujud kepada engkau?” Nabi SAW menjawab, “Andai aku memberi perintah manusia agar sujud kepada manusia tentu aku akan memerintahkan isteri bersujud kepada suami”[3]Hak suami atas isteri juga disebut dalam sabda Nabi SAW, “...demi Dzat yang diriku berada dalam gengamanNya, andai dari kaki hingga kepala suami ada luka yang mengalirkan nanah kemudian isteri datang dan menjilatinya maka ia belum sepenuhnya memberikan hak suaminya”[4] Karena itulah dalam kondisi apapun tak ada alasan bagi isteri untuk menolak ajakan suami, “Seorang wanita jangan sampai menolak kebutuhan suaminya  meski di atas pelana unta, meski di atas pelana unta” [5] seorang bertanya, “Salah satu dari kami mempunyai hajat kepada ister?” Nabi SAW bersabda, “Tak ada alasan bagi isteri untuk menolak meski di atas dapur api (Tannur)”.

Hanya Alloh yang lebih mengetahui apa rahasia tersembunyi yang terdapat dalam sabda Nabi SAW ini. Yang pasti memang lelaki harus segera terpenuhi hasratnya. Sebab jika tidak maka akan terjadi sesuatu yang dinamakan kekacauan dalam berfikir dan ketidak tentraman dalam  hati. Jika Nabi SAW saja menyatakan bisa menahan diri dari makan dan minum tetapi tak sanggup menahan lapar dari hasrat yang telah muncul, tentu bagi pria selain Beliau hasrat itu harus lebih segera terpenuhi karena jika tidak maka hal – hal negatif pasti muncul. Di samping itu wanita cenderung bisa siap atau instan setiap saat, berbeda dengan pria. Karena itulah tekanan agar memenuhi hasrat pasangan kepada pria lebih ringan daripada kepada wanita. Para ulama Fiqih sendiri berbeda pendapat soal standar kewajiban nafkah batin yang harus diberikan suami kepada isteri. Kendati demikian mayoritas sepakat bahwa nafkah batin bagi suami yang mampu wajib memberikannya kepada isteri minimal sekali dalam setiap kali masa suci, “....maka jika para wanita itu telah bersuci maka datangilah mereka dari arah yang telah diperintahkan oleh Alloh atas kalian” QS al Baqoroh: 222. pendapat lain menyatakan bahwa nafkah batin ini harus diberikan sesuai kekuatan suami dan kebutuhan isteri. Nafkah batin bagi isteri dihukumi wajib berdasarkan pada keputusan tentang diperbolehkannya wanita meminta cerai bila memang suaminya Impoten. Sementara itu Imam Ahmad menyatakan bahwa kewajiban memberi nafkah batin kepada isteri adalah sekali dalam setiap empat bulan. Ini berdasarkan pada sebuah kasus di mana Umar ra di tengah malam mendengar seorang wanita berkata: “Malam yang gelap dan panjang. Mata tak terpejam karena tak ada suami untuk bersenang – senang. Demi Alloh, andai tiada Alloh tentu ranjang ini akan bergoyang – goyang. Rasa takut dan malu kepada Tuhanku serta penghormatanku kepada suami membuatku bisa mengendalikan diri untuk menjaga kendaraan miliknya” keesokan harinya Umar ra bertanya di mana suami wanita itu dan mendapat jawaban bahwa suaminya masuk dalam pasukan yang sedang  bertugas di Irak. Selanjutnya Umar ra bertanya berapa bulan wanita mampu bersabar ditinggal suaminya pergi? Para wanita itu menjawab: Sebulan, dua bulan dan semakin menipis dalam tiga bulan serta habis dalam empat bulan. Dari sini kemudian Umar ra pasti menarik kembali pasukan yang telah bertugas selama empat bulan.

Suami tidak hanya mendapat pemenuhan hasrat dari isteri setiap saat, tetapi juga memiliki hak mengarahkan kendaraan isteri ke arah yang dikehendaki. Suatu ketika Umar ra datang dan mengadukan, “Wahai Rosululloh, saya mengalami kehancuran”  “Apa yang menyebabkanmu hancur?”tanya Nabi SAW. Umar ra menjawab, ”Tadi malam saya telah memindah (arah) kendaraan saya” Nabi SAW diam tidak menjawab hingga turunlah firman Alloh, “Para isterimu adalah sawah ladangmu maka datangilah sawah ladang itu bagaimanapun kamu suka”QS al Baqoroh: 223. dalam versi lain disebutkan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan para lelaki Muhajirin yang menikah dengan para wanita Anshor. Mendapati suami mereka melakukan aktivitas sex dengan gaya yang tidak biasa[6], para wanita Anshor protes sebab kaum lelaki Madinah tidak biasa melakukan hal tersebut. Apalagi opini yang disebarkan oleh Yahudi sudah mempengaruhi fikiran penduduk Madinah bahwa barang siapa yang mendatangi isteri dari belakang maka kelak anak yang terlahir dari hubungan tersebut akan bermata juling. Hal ini kemudian sampai kepada Rosululloh SAW hingga turunlah ayat tersebut. Meski memperbolehkan mendatangi wanita kapan saja, di mana saja dengan cara apa saja Islam tetapi memberi batasan agar suami tidak melakukan senggama di lubang anus isteri,  tidak menggauli isteri pada saat menstruasi serta tidak menggauli isteri pada siang hari bulan Romadhon.


Isteri Muda

Menggauli wanita bagi lelaki tidak hanya sekedar sebagai ibadah dan pemenuhan libido. Lebih jauh dari itu dari aspek non fisik, dari sisi Rohani hal itu menjadikan pria lebih tenang dan tentram serta mampu berkonsentrasi penuh dalam beribadah. Dari sisi fisik, sex bagi kaum pria juga memiliki efek yang cukup signifikan. Sex yang normal menjadikan fisik lelaki lebih sehat, apalagi bagi lelaki yang sudah berumur dan melakukan sex dengan daun muda. Karena itulah Nabi SAW bersabda kepada Jabir, “Kenapa kamu tidak menikahi gadis yang bisa kamu buat bersenang – senang dan ia juga bisa bersenang – senang denganmu” HR Muslim. Nabi SAW juga bersabda:
          عَلَيْكُمْ بِاْلأَبْكَارِ فَإِنَّهُنَّ أَعْذَبُ أَفْوَاهًا وَأَنْتَـقُ أَرْحَامًا وَأَرْضَى بِالْيَسِيْرِ

“Carilah oleh kalian para gadis, sebab mereka lebih manis mulutnya, lebih panas rahimnya dan lebih rela dengan yang sedikit” HR Ibnu Majah.

Meski menganjurkan agar mencari isteri perawan, ternyata dari seluruh isteri Rosululloh SAW yang tercatat masih berstatus gadis ketika menikah dengan Beliau hanyalah Aisyah ra. Mayoritas isteri Beliau adalah janda. Ini membuktikan bahwa Nabi SAW tidak menikah semata atas dorongan syahwat mencari kepuasan seperti yang dituduhkan oleh para Dajjal pembohong yang menjadi musuh – musuh Islam, tetapi karena ada tujuan – tujuan lain yang jauh lebih mulia. Inilah antara lain tujuan – tujuan tersebut; 1) memperbanyak penolong dan pembantu (Anshoor)  dari para mertua sehingga posisi  Beliau semakin kuat menghadapi para penantang yang menghalang di jalan dakwah. 2) Kabilah – kabilah yang menjadi mertua Rosululloh SAW naik status menjadi lebih mulia karena memiliki hubungan kerabat dengan Beliau SAW. 3) Memperlihatkan kepada banyak orang hal – hal yang tersembunyi dari Nabi SAW agar tuduhan sebagai penyihir dan tukang ramal musnah. 4) Menunjukkan mukjizat yang berupa kemampuan Beliau SAW yang menggauli sembilan isterinya dalam satu malam[7].

Tentang menikahi wanita perawan, Alqomah meriwayatkan bahwa ia sedang berjalan bersama Abdulloh bin Mas’ud ra di Mina. Di tengah jalan mereka bertemu dengan Utsman bin Affab ra. “Ada sesuatu yang ingin aku sampaikan kepadamu wahai Abu Abdurrohman!” kata Utsman. Abdulloh bin Mas’ud pun merespon dan mereka kemudian mencari tempat untuk bercakap. Utsman ra kemudian mengatakan:

أَلاَ نُزَوِّجُكَ جَارِيَةً شَابَّةً . لَعَلَّهَا تُذَكِّرُكَ بَعْضَ مَا مَضَى مِنْ زَمَانِكَ ؟
“Apakah saya bisa menikahkan anda dengan gadis muda? Mungkin sekali ia bisa mengingatkan kepada anda sebagian dari masa anda yang telah lewat?”[8]
 
al Hafizh Ibnu Hajar menuturkan: Ketika itu mungkin sekali Utsman bin Affan ra melihat keadaan Ibnu Mas’ud ra yang terlihat lusuh seperti tidak terawat dan ini disimpulkan oleh Utsman ra karena Abdulloh bin Mas’ud ra telah kehilangan isteri sebagai tempat bersenang – senang baginya. Karena itulah ia kemudian menyarankan agar Ibnu Mas’ud menikah lagi dengan seorang gadis muda. Al Hafizh melanjutkan, ‘’Ungkapan “Mungkin sekali ia akan mengingatkan kepada anda sebagian dari masa anda yang telah lewat” menyiratkan bahwa menggauli isteri muda bisa menambah semangat (Nasyaath) dan kekuatan. Dan sebaliknya juga demikian. Wallohu A’lam[9]. Hikmah yang disampaikan oleh Utsman ra kepada Abdulloh bin Mas’ud ra itulah yang mungkin menjadi salah satu motivasi  bagi seorang Umar ra yang ketika itu sudah berumur menikahi Ummu Kultsum binti Ali bin Abi Tholib ra.

Budaya Rohbaaniyyah

Sekelompok sahabat pernah datang bertanya kepada Aisyah ra seputar amal ibadah Rosululloh SAW. Mendengar penjelasan Aisyah ra mereka sepertinya menganggap sedikit amal Nabi SAW. Kendati demikian mereka maklum karena Nabi SAW adalah manusia yang mendapat jaminan bebas dari neraka. Sebagian lalu berkata, “Aku tak akan menikah dengan wanita” yang lain berkata, “Aku tak akan memakan daging” dan sebagian lain berkata, “Aku tak akan tidur di atas tikar” tak lama Nabi SAW datang dan mengetahui apa yang mereka ungkapkan. Nabi SAW lalu bersabda, “Mengapa mereka mengucapkan seperti itu. Adapun diriku maka aku sholat juga tidur, berpuasa juga berbuka dan aku juga menikahi wanita...”Muttafaq Alaihi

Ada banyak pelajaran yang bisa dipetik dari hadits ini, tetapi yang paling pokok adalah sikap dan tindakan yang diambil oleh Rosululloh SAW guna membarantas benih – benih ekstrimisme dalam beragama. Islam tidak membenarkan seseorang terus – terusan bepuasa atau semalam suntuk melakukan sholat dan Islam juga tidak membenarkan gaya hidup Rohbaaniyyah, menjauh dari wanita seperti yang hendak dilakukan oleh para sahabatnya termasuk yang pernah dilakukan oleh Utsman bin Mazh’un, “Rosululloh SAW menolak Utsman bin Mazh’un yang berniat hidup menjauh dari wanita (Tabattul)...” HR Muslim.

Dalam sejarah, gaya hidup Rohbaaniyyah, tidak menikah dengan wanita merupakan suatu budaya yang diciptakan oleh orang – orang Nashroni sebagaimana dikisahkan oleh Alqur’an:

...وَرَهْبَانِيَّةَ نِ ابْتَدَعُوْهَا مَا كَتَبْـنَاهَا عَلَيْهِمْ إِلاَّ ابْتِغَاءَ رِضْوَانِ اللهِ فَمَا رَعَوْهَا حَقَّ رِعَايَتِـهَا ...
 “.... dan mereka mengada – adakan Rohbaaniyyah padahal Kami tidak mewajibkannya kepada mereka tetapi mereka sendirilah yang mengada – adakannya untuk mencari keridho’an Alloh.lalu mereka tidak memeliharanya dengan pemeliharaan yang semestinya”QS al Hadid: 27.

Ayat in tak lain adalah bentuk teguran keras dan penghinaan terhadap kaum Nashroni dari dua sisi; 1) mereka merubah agama Alloh dengan menciptakan gaya hidup kependetaan (Rohbaaniyyah) padahal Alloh tidak pernah mewajibkan hal tersebut atas mereka. 2) kendati mereka sendiri yang mewajibkan Rohbaaniyyah , akan tetapi justru mereka sendiri yang melakukan pelanggaran. Nabi SAW bersabda kepada Abdulloh bin Mas’ud ra, “Tahukah kamu bahwa Bani Isroil terpecah menjadi 72 golongan dan tak ada yang selamat dari mereka kecuali tiga golongan;  golongan pertama bangkit setelah Nabi Isa as di hadapan para raja durjana untuk mengajak kepada agama Isa as. Mereka lalu berperang dan terbunuh. Mereka bersabar dan selamat Kemudian sekelompok lagi bangkit di hadapan para raja durjana dan mengajak kepada agama Isa as meski tak ada kekuatan untuk berperang. Mereka lalu dibunuh dan dipotong dengan gergaji serta dibakar dengan api. Mereka bersabar dan selamat. Kelompok ketiga tidak memiliki kekuatan berperang atau kemampuan menegakkan keadilan hingga mereka lalu mengungsi ke gunung – gunung untuk beribadah dan menjadi pendeta. Mereka inilah yang disebut Alloh dalam firmanNya, “dan Rohbaaniyyah yang mereka ada- adakan...” HR Ibnu Abi Hatim.

Nabi SAW juga pernah bersabda, “Jangan kalian memberatkan diri hingga Alloh akan memberatkan kalian. Sungguh ada kaum yang memberatkan diri mereka sehingga Alloh pun memberatkan mereka. Itulah sisa – sisa mereka di gereja – gereja dan rumah – rumah yang mereka ada – adakan.” HR Abu Ya’la. Sungguh Islam tidak mengenal Rohbaaniyyah yang berupa menjauh dari wanita, tetapi Islam mengenal Rohbaaniyyah dalam bentuk lain seperti disebut dalam sabda Nabi Saw:

...عَلَيْكَ بِالْجِهَادِ فَإِنَّهُ رُهْبَانِيَّةُ اْلإِسْلاَمِ ...

“...tetapilah Jihad oleh kalian, sungguh ia adalah Rohbaaniyyah Islam....” HR Ahmad








[1] HR Muslim
[2] HR Abu Ya’la
[3] HR Turmudzi dalam Kitaabun Nikaah. Ibnu Majah dan Imam Ahmad.
[4] HR Imam Ahmad
[5] HR Ahmad dan Ibnu Majah
[6] Para lelaki Makkah biasa mendatangi wanita dari depan, belakang maupun dari atas. Sementara para wanita Madinah hanya biasa mengenal satu arah maka ketika seorang dari mereka menikah dengan lelaki dari Makkah protes pun muncul
[7] Lihat az Zawaajul Islaami al Mubakkir / 31.Syakh Ali Shobuni  
[8] HR Bukhori Muslim. Lafazh milik Muslim / 1400
[9] Lihat Fathul Baari Syarah Hadits ke 5065.

Tidak ada komentar: