Translate

Selasa, 12 Agustus 2014

Ta’tsirul Hubb Fillah fi Hayatil Mutahaabbaini Fiih



(Pengaruh Cinta dalam Kehidupan Dua Pecinta karena Alloh)

                Sungguh Rosululloh Shollallohu 'Alaihi Wasallam telah memahami suatu ikatan yang bisa mengikat seorang muslim dengan sudaranya dalam perbedaan jenis, warna, dan bahasa mereka. Ikatan yang dimaksud adalah ikatan keimanan kepada Alloh Subhanahu wa Ta'ala. (robithoh iman billah) seperti ditunjukkan oleh firman-Nya:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ
Sesungguhnya orang-orang beriman adalah bersaudara. (Q.S. Hujarot :10)

                Ikatan inilah yang menjadi dasar persaudaraan istimewa atas nama cinta karena Alloh dalam pandangan Islam. Cinta yang didambakan adalah cinta yang agung dan terlepas dari segala kepentingan, bersih dari semua bentuk tendensi, serta steril dari semua jenis kotoran. Rosululloh Shollallohu 'Alaihi Wasallam juga memahami bahwa cinta seperti itulah yang bisa memberikan pengaruh sangat kuat dan signifikan dalam membangun masyarakat dan umat. Karena itulah, beliau tidak melewatkan kesempatan kecuali disana menyuarakan dan mendorong kaum muslim agar saling mencintai sekaligus menguatarakan keresahan ini demi membuka kunci-kunci hati dan menyebar luaskan cinta, kasih sayang, saling menasehati, kerukunan dan keramahan.
                Sebaliknya, makar, penghinaan, iri hati, saling menyerang dan membenci harus musnah hingga suasana yang jernih tercipta dalam suatu komunitas. Anas RA meriwayatkan bahwa ada seorang lelaki di sisi Rosululloh Shollallohu 'Alaihi Wasallam. Seseorang kemudian lewat dan lelaki itu segera berkata: "Wahai Rosululloh, sungguh saya mencintai orang ini." Beliau bertanya, "Apakah kamu sudah memberitahukannya?" Lelaki itu menjawab, "belum!´Beliau bersabda, "beritahukan kepadanya!" Lelaki itu lalu menyusul orang tersebut dan mengatakan, "sungguh, saya mencintaimu karena Alloh!" orang itu menjawab, "semoga Alloh mencintai anda yang telah mencintai saya karena-Nya." (H.R. Abu Dawud)
                Dalam rangka memberikan pelajaran kepada kaum muslimin bagaimana membangun masyarakat penuh cinta, kasih sayang, dan persaudaraan, Rosululloh Shollallohu 'Alaihi Wasallam sendiri telah melakukan hal tersebut saat beliau memegang tangan Mu'adz dan bersabda,
 "Wahai Mu'adz, demi Alloh sungguh aku mencintaimu. Lalu aku berwasiat kepadamu, setiap selesai sholat maka jangan pernah meninggalkan doa:

Ya Alloh, berikanlah pertolongan kepadaku untuk berdzikir, besyukur , dan beribadah dengan baik kepada-Mu!" (H.R. Ahmad)

                Sebelum itu, beliau Shollallohu 'Alaihi Wasallam juga telah mengikat tali persaduaraan antar sesama individu para sahabat Anshor dan Muhajirin dengan ikatan persaudaraan dan kesetiaan secara umum. Beliau mempersaudarakan Ja'far bin Abi Tholib dengan Mu'adz bin Jabal; Hamzah bin Abdul Mutholib dengan Zaid bin Haritsah; Abu Bakar dan Khorijah bin Zuhair; Umar dengan Itban bin Malik; Abdurrohman bin Auf dengan Sa'ad bin Robi', dan seterusnya.
                Dalam kehidupan dunia yang penuh dengan ambisi, syahwat, dan keinginan, cinta karena Alloh dan bukan karena sesuatu yang lain tentu saja akan sangat sulit dan tidak bisa dicapai kecuali oleh orang yang berjiwa bersih, memiliki ruhiyah tinggi dan sadar betapa dunia sangat rendah dibandingkan dengan keridhoan Alloh. Maka bisa dimaklumi jika Alloh menyiapkan untuk mereka derajat dan nikmat yang sesuai seperti disebutkan dalam hadits berikut:

Alloh berfirman, "Kecintaan-Ku wajib (pasti menjadi milik) bagi orang-orang yang saling mencintai karena-Ku, orang-orang yang duduk bersama karena-Ku, orang-orang yang saling berkunjung karena-Ku, orang-orang yang saling memberi karena Aku." (H.R. Malik dalam Al Muwaththo')

Alloh berfirman, "Orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku, bagi mereka mimbar-mimbar dari cahaya (hingga) para Nabi dan Syuhada' merasa iri kepada mereka." (H.R. Turmudzi)

Sesungguhnya diantara para hamba Alloh ada manusia-manusia yang mereka bukanlah para nabi dan bukan syuhada', tetapi para nabi dan syuhada' iri kepada mereka pada hari kiamat karena kedudukan mereka di sisi Alloh. Para sahabat bertanya, "Wahai Rosululloh, beritahukanlah kami siapa mereka?" Beliau menjawab, "mereka adalah kaum yang saling mencintai dengan ruh1 Alloh tanpa ada ikatan kerabat antara mereka dan juga tanpa harta benda yang bisa mereka gunakan untuk saling memberi. Demi Alloh, wajah mereka adalah cahaya2 dan mereka di atas cahaya3. Mereka tidak takut4 atau susah5 ketika manusia merasa takut dan susah.6" Beliau lalu membaca firman Alloh, "Ingatlah sesungguhnya para kekasih Alloh tidak ada takut atau susah atas mereka." (H.R. Abu Dawud)

                Rosululloh Shollallohu 'Alaihi Wasallam juga menegaskan dalam hadits yang lain bahwa cinta seperti ini diantara orang beriman adalah salah satu syarat keimanan yang bisa menjadikan pemiliknya masuk surga. Beliau bersabda:

Demi Dzat yang diriku dalam kuasa-Nya, kalian tidak akan masuk surga sehingga kalian beriman. Kalian tidak akan beriman sebelum kalian mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan sesuatu yang jika kalian lakukan maka kalian akan saling mencintai? Suarakan salam dianatara kalian! (H.R. Muslim)

                Berangkat dari sini marilah kita mantapkan tekad untuk membangun fikroh kita atas dasar ini, yaitu dasar cinta yang murni yang ditanamkan sendiri oleh muslim dalam hati pemeluknya. Cinta inilah yang menjadikan kaum muslimin generasi awal mampu berpegang teguh dan tabah memikul beban jihad fii sabilillah dan memberikan pengorbanan besar dalam membangun dan menyebarkan kekuasaan Islam. Sungguh, tidak ada pilihan bagi seorang muslim yang terbina di hadapan arahan dan petunjuk Nabawi ini kecuali membuka hati untuk mencintai saudaranya karena Alloh dengan seutuh hati dan sepenuh perasaan guna menuju satu fikroh (pemikiran). Sementara merintis sebuah jamaah (komunitas) adalah sarana yang harus dilaukan seperti disebut dalam kaidah ushlul, "Suatu yang menyempurnakan hal wajib hukumnya wajib" agar tujuan bisa di dapatkan meksi melalui proses terhadap atau tadrij, sebiji demi sebiji.

Sebiji, sebiji yang mendapatkan berkah dari Alloh akan menumbuhkan banyak biji.

                Ini semua adalah nikmat besar yang di anugerahkan oleh Alloh kepada kita yang harus kita jaga agar tidak sirna sebagai akibat maksiat atau pelanggaran yang kita lakukan. Hadits Mu'adz di atas telah memberikan petunjuk atas hak penjagaan ini dengan memohon pertolongan untuk selalu kepada Alloh karena Dia Dzat Pemberi Anugerah atas nikmat ini tanpa ada upaya dan kekuatan dari kita , untuk selalu bersyukur kepada-Nya dengan mengetahui kadar nikmat ini dan memahami bahwa itu hanya dari Alloh semata dan memahami bahwa Dia memberi sebagai anugerah dan bukan karena seorang hamba berhak menerimanya, dan untuk selalu beribadah dengan baik dan tidak terperdaya dengan melihat diri karena telah bisa melakukan ibadah, tapi lebih melihat sisi bahwa ibadah itu adalah penghubung antara seorang hamba dan Tuhannya. Jadi, yang dilihat hanyalah Alloh karena mengerti bahwa dasar ibadah adalah ikhlash. Karena Alloh Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ
Dan mereka tidak diperintah kecuali agar menyembah Alloh seraya memurnikan agama untuk-Nya (Q.S. Al Bayyinah: 5)

Di samping itu juga harus mengikuti ajaran Rosululloh Shollallohu 'Alaihi Wasallam (ittiba').
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Katakanlah: Jika kalian mencintai Alloh maka ikutilah aku dan Alloh akan mencintai dan mengampuni dosa-dosa kalian. (Q.S. Ali Imron: 31)
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ وَلَوْلَا كَلِمَةُ الْفَصْلِ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Alloh yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Alloh? Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Alloh) tentulah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang dholim itu akan memperoleh azab yang amat pedih." (Q.S. As Syuro: 20)

                Dan taushiyah ini kami tutup dengan syair hikmah:

Jika anginmu telah bertiup maka raihlah karena setelah angin kencang adalah angin yang tenang.

Jika urusan telah sempurna maka masa menyusut telah dekat. Khawatirkan sirna jika telah dikatakan sempurna.


Jika berada dalam nikmat maka jagalah sebab maksiat bisa menghilangkan nikmat.

Tidak ada komentar: