(Pengaruh Cinta dalam Kehidupan
Dua Pecinta karena Alloh)
Sungguh
Rosululloh Shollallohu 'Alaihi Wasallam telah memahami suatu ikatan yang bisa
mengikat seorang muslim dengan sudaranya dalam perbedaan jenis, warna, dan
bahasa mereka. Ikatan yang dimaksud adalah ikatan keimanan kepada Alloh
Subhanahu wa Ta'ala. (robithoh iman billah) seperti ditunjukkan oleh
firman-Nya:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ
Sesungguhnya orang-orang beriman
adalah bersaudara. (Q.S. Hujarot :10)
Ikatan
inilah yang menjadi dasar persaudaraan istimewa atas nama cinta karena Alloh
dalam pandangan Islam. Cinta yang didambakan adalah cinta yang agung dan
terlepas dari segala kepentingan, bersih dari semua bentuk tendensi, serta
steril dari semua jenis kotoran. Rosululloh Shollallohu 'Alaihi Wasallam juga
memahami bahwa cinta seperti itulah yang bisa memberikan pengaruh sangat kuat
dan signifikan dalam membangun masyarakat dan umat. Karena itulah, beliau tidak
melewatkan kesempatan kecuali disana menyuarakan dan mendorong kaum muslim agar
saling mencintai sekaligus menguatarakan keresahan ini demi membuka kunci-kunci
hati dan menyebar luaskan cinta, kasih sayang, saling menasehati, kerukunan dan
keramahan.
Sebaliknya,
makar, penghinaan, iri hati, saling menyerang dan membenci harus musnah hingga
suasana yang jernih tercipta dalam suatu komunitas. Anas RA meriwayatkan bahwa
ada seorang lelaki di sisi Rosululloh Shollallohu 'Alaihi Wasallam. Seseorang
kemudian lewat dan lelaki itu segera berkata: "Wahai Rosululloh,
sungguh saya mencintai orang ini." Beliau bertanya, "Apakah
kamu sudah memberitahukannya?" Lelaki itu menjawab, "belum!´Beliau
bersabda, "beritahukan kepadanya!" Lelaki itu lalu menyusul
orang tersebut dan mengatakan, "sungguh, saya mencintaimu karena
Alloh!" orang itu menjawab, "semoga Alloh mencintai anda yang
telah mencintai saya karena-Nya." (H.R. Abu Dawud)
Dalam
rangka memberikan pelajaran kepada kaum muslimin bagaimana membangun masyarakat
penuh cinta, kasih sayang, dan persaudaraan, Rosululloh Shollallohu 'Alaihi
Wasallam sendiri telah melakukan hal tersebut saat beliau memegang tangan
Mu'adz dan bersabda,
"Wahai
Mu'adz, demi Alloh sungguh aku mencintaimu. Lalu aku berwasiat kepadamu, setiap
selesai sholat maka jangan pernah meninggalkan doa:
Ya Alloh, berikanlah pertolongan
kepadaku untuk berdzikir, besyukur , dan beribadah dengan baik kepada-Mu!"
(H.R. Ahmad)
Sebelum
itu, beliau Shollallohu 'Alaihi Wasallam juga telah mengikat tali persaduaraan
antar sesama individu para sahabat Anshor dan Muhajirin dengan ikatan
persaudaraan dan kesetiaan secara umum. Beliau mempersaudarakan Ja'far bin Abi
Tholib dengan Mu'adz bin Jabal; Hamzah bin Abdul Mutholib dengan Zaid bin
Haritsah; Abu Bakar dan Khorijah bin Zuhair; Umar dengan Itban bin Malik; Abdurrohman
bin Auf dengan Sa'ad bin Robi', dan seterusnya.
Dalam
kehidupan dunia yang penuh dengan ambisi, syahwat, dan keinginan, cinta karena
Alloh dan bukan karena sesuatu yang lain tentu saja akan sangat sulit dan tidak
bisa dicapai kecuali oleh orang yang berjiwa bersih, memiliki ruhiyah tinggi
dan sadar betapa dunia sangat rendah dibandingkan dengan keridhoan Alloh. Maka
bisa dimaklumi jika Alloh menyiapkan untuk mereka derajat dan nikmat yang
sesuai seperti disebutkan dalam hadits berikut:
Alloh berfirman,
"Kecintaan-Ku wajib (pasti menjadi milik) bagi orang-orang yang saling
mencintai karena-Ku, orang-orang yang duduk bersama karena-Ku, orang-orang yang
saling berkunjung karena-Ku, orang-orang yang saling memberi karena Aku." (H.R. Malik dalam Al Muwaththo')
Alloh berfirman, "Orang-orang
yang saling mencintai karena keagungan-Ku, bagi mereka mimbar-mimbar dari
cahaya (hingga) para Nabi dan Syuhada' merasa iri kepada mereka." (H.R. Turmudzi)
Sesungguhnya diantara para hamba
Alloh ada manusia-manusia yang mereka bukanlah para nabi dan bukan syuhada',
tetapi para nabi dan syuhada' iri kepada mereka pada hari kiamat karena
kedudukan mereka di sisi Alloh. Para sahabat bertanya, "Wahai Rosululloh,
beritahukanlah kami siapa mereka?" Beliau menjawab, "mereka adalah
kaum yang saling mencintai dengan ruh1 Alloh tanpa ada ikatan
kerabat antara mereka dan juga tanpa harta benda yang bisa mereka gunakan untuk
saling memberi. Demi Alloh, wajah mereka adalah cahaya2 dan
mereka di atas cahaya3. Mereka tidak takut4
atau susah5 ketika manusia merasa takut dan susah.6"
Beliau lalu membaca firman Alloh, "Ingatlah sesungguhnya para kekasih
Alloh tidak ada takut atau susah atas mereka." (H.R. Abu Dawud)
Rosululloh
Shollallohu 'Alaihi Wasallam juga menegaskan dalam hadits yang lain bahwa cinta
seperti ini diantara orang beriman adalah salah satu syarat keimanan yang bisa
menjadikan pemiliknya masuk surga. Beliau bersabda:
Demi Dzat yang diriku dalam
kuasa-Nya, kalian tidak akan masuk surga sehingga kalian beriman. Kalian tidak
akan beriman sebelum kalian mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan sesuatu yang
jika kalian lakukan maka kalian akan saling mencintai? Suarakan salam dianatara
kalian! (H.R. Muslim)
Berangkat
dari sini marilah kita mantapkan tekad untuk membangun fikroh kita atas dasar
ini, yaitu dasar cinta yang murni yang ditanamkan sendiri oleh muslim dalam
hati pemeluknya. Cinta inilah yang menjadikan kaum muslimin generasi awal mampu
berpegang teguh dan tabah memikul beban jihad fii sabilillah dan
memberikan pengorbanan besar dalam membangun dan menyebarkan kekuasaan Islam. Sungguh, tidak ada pilihan
bagi seorang muslim yang terbina di hadapan arahan dan petunjuk Nabawi ini
kecuali membuka hati untuk mencintai saudaranya karena Alloh dengan seutuh hati
dan sepenuh perasaan guna menuju satu fikroh (pemikiran). Sementara merintis
sebuah jamaah (komunitas) adalah sarana yang harus dilaukan seperti disebut
dalam kaidah ushlul, "Suatu yang menyempurnakan hal wajib hukumnya
wajib" agar tujuan bisa di dapatkan meksi melalui proses terhadap atau
tadrij, sebiji demi sebiji.
Sebiji, sebiji yang mendapatkan
berkah dari Alloh akan menumbuhkan banyak biji.
Ini semua adalah nikmat besar yang di anugerahkan oleh
Alloh kepada kita yang harus kita jaga agar tidak sirna sebagai akibat maksiat
atau pelanggaran yang kita lakukan. Hadits Mu'adz di atas telah memberikan
petunjuk atas hak penjagaan ini dengan memohon pertolongan untuk selalu kepada
Alloh karena Dia Dzat Pemberi Anugerah atas nikmat ini tanpa ada upaya dan
kekuatan dari kita , untuk selalu bersyukur kepada-Nya dengan mengetahui kadar
nikmat ini dan memahami bahwa itu hanya dari Alloh semata dan memahami bahwa
Dia memberi sebagai anugerah dan bukan karena seorang hamba berhak menerimanya,
dan untuk selalu beribadah dengan baik dan tidak terperdaya dengan melihat diri
karena telah bisa melakukan ibadah, tapi lebih melihat sisi bahwa ibadah itu
adalah penghubung antara seorang hamba dan Tuhannya. Jadi, yang dilihat
hanyalah Alloh karena mengerti bahwa dasar ibadah adalah ikhlash. Karena Alloh
Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ
مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ
Dan mereka tidak diperintah
kecuali agar menyembah Alloh seraya memurnikan agama untuk-Nya (Q.S. Al Bayyinah: 5)
Di samping itu juga harus mengikuti
ajaran Rosululloh Shollallohu 'Alaihi Wasallam (ittiba').
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ
فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ
رَحِيمٌ
Katakanlah: Jika kalian mencintai
Alloh maka ikutilah aku dan Alloh akan mencintai dan mengampuni dosa-dosa
kalian. (Q.S. Ali Imron: 31)
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ
الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ وَلَوْلَا كَلِمَةُ الْفَصْلِ لَقُضِيَ
بَيْنَهُمْ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Apakah mereka mempunyai
sembahan-sembahan selain Alloh yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak
diizinkan Alloh? Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Alloh) tentulah
mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang dholim itu akan
memperoleh azab yang amat pedih." (Q.S. As Syuro: 20)
Dan
taushiyah ini kami tutup dengan syair hikmah:
Jika anginmu telah bertiup maka
raihlah karena setelah angin kencang adalah angin yang tenang.
Jika urusan telah sempurna maka
masa menyusut telah dekat. Khawatirkan sirna jika telah dikatakan sempurna.
Jika berada dalam nikmat maka
jagalah sebab maksiat bisa menghilangkan nikmat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar