Translate

Selasa, 09 September 2014

Komitmen Beramal Sholeh



                Sekian banyak Allah swt memberikan kasih sayang materi maupun nonmateri kepada kita. Salah satu diantara kasih sayang non materi ialah dilebur dan dihapusnya dosa-dosa ( kecil ) yang disebut “al lamam” cukup dengan melakukan amal sholeh, tanpa harus bertaubat dan memohon ampunan. Rasulullah saw bersabda kepada Amr bin Ash yang hendak berbaiat memeluk islam :
“Apakah kamu tidak tahu sesungguhnya Islam menghapus dosa sebelumnya; hijrah menghapus dosa sebelumnya; dan haji juga menghapus dosa sebelumnya?!”  ( H.R. MuslimI: 71)
                Ada dua hal yang bisa digali dari pengertian hadits ini sebagaimana dijelaskan oleh para ulama.
                Pertama, seseorang bisa diampuni dosanya tanpa harus bertaubat dan minta ampun manakala dia melakukan amal sholeh. Amal sholeh artinya bisa menjadi sebab pengampunan. Hal ini sesuai dengan firman Allah swt:
“Sesungguhnya pebuatan yang baik menghapuskan ( dosa ) perbuatan-perbuatan yang buruk. ( QS.Hud: 114 )
                Kedua, bila seseorang beramal sholeh dan meninggal dunia setelahnya maka hal itu cukup menjadi indikasi dia mati dalam khusnul khotimah. Maka tidak diperlukan lagi baginya keharusan meminta ampun dan memohon maaf.
                Disinilah arti dan perlunya amal sholeh. Ungkapan keimanan yang banyak dirangkai dengan amal sholeh dalam Al-Qur’an menambah kepentingan dan keperluan itu. Atas dasar ini amal sholeh seharusnya menjadi komitmen hidup kita sampai akhir hayat sehingga kita mencapai husnul khotimah., bukan su’ul khotimah, apalagi mati dalam keadaan kafir.
                Komitmen beramal sholeh dengan demikian menuntut terus dipelihara, dipupuk, dan dijaga lebih-lebih pada saat kita lagi sehat dan sempat, tengah dikaruniai umur panjang, berjiwa muda, hidup segar, cukup, aman, tentram dan sebagainya. Mumpung-mumpung. Sebab bisa saja bencana ( musibah, fitnah) dan kendala yang tidak diingini datang menjadi penghambat, pemutus bahkan perusak kita dalam melakukan amal sholeh. Sabda Rasulullah saw :
“Bersegeralah melakukan amal-amal ( sholeh) dalam rangka mengantisipasi tujuh keadaan. Bukankah kamu tidak menunggu kecuali kefaqiran yang menjadikan lupa, atau kekayaan yang membuat durhaka, atau sakit yang merusak, atau pikiran yang melemahkan akal, atau kematian yang cepat, atau dajjal, maka dajjal adalah seburuk-buruk hal ghaib yang ditunggu, atau hari Kiamat padahal hari kiamat itu lebih dahsyat dan pahit”. ( H.R. Tirmidzi )
                Hadits ini menyebut tujuh kendala dan rintangan yang bisa menghambat dan merusak komitmen kita beramal sholeh leluasa.
                Pertama, kefaqiran yang melupakan. Kefaqiran kerap membuat orang tidak ingat akan komitmet beramal sholeh disebabkan pikiran kacau, keprihatinan mendalam, dan kosentrasi hidup ( sibuk) mengejar sumber penghidupan. Kefaqiran sering melepas dan melalaikan banyak orang dari iltizamat beramal sholeh tertentu yang diseriusinya. Apalagi bila ditambah dengan beban tanggungan dan tekanan hutang. Kebangkrutan mendadak menyebabkan komitmen beramal sholeh goyah. Kadang bahkan sampai ketingkat merusak keimanan. Disebutkan dalam hadits dlaif:
“Hampir saja kefaqiran itu ( berubah) menjadi kekufuran.”(HR Ahmad bin Mani’)
                Kedua, kekayaan yang membuat durhaka. Kekeyaan memang dominan memperpurukkan orang pada kedurhakaan. Apalagi bila OKB ( orang kaya baru ). Hidup hedonis dan konsumtif ( menjadikan kenikmatan sebagai ukuran kebahagiaan). Sibuk ( syughul) dengan perputaran modal sehingga komitmen beramal sholehnya tidak diperhatikan. Waktunya habis mengurus kekayaan. Tsa’labah yang setelah menjadi kaya enggan berzakat dan berjamaah bisa dijadikan ibrah dalam hal ini.
                Ketiga, sakit yang merusak. Keadaan sakit biasanya diikuti dengan keluhan dan kelemahan fisik. Apalagi bila sakit itu menahun dan ada organ-organ tubuh yang tidak berfungsi secara normal. Usaha berobat yang melelahkan banyak menyita waktunya. Keadaan ini optimis menjadi hambatan secara leluasa.
                Keempat, pikun yang melemahkan akal. Pikun membuat daya pikir melemah, konsentrasi pecah, dan fungsi akal berkurang. Otomatis dalam keadaan pikun aktivitas beramal sholeh terhambat.
                Kelima, kematian yang cepat. Kematian membuyarkan harapan dan angan-angan. Hal ini banyak tidak didasari bila kematian itu benar-benar tiba ( ilmul yaqin ). Dengan kematian, amal sholeh menjadi putus. Sementara ajal kematian tidak memperhitungkan umur. Banyak orang mati di usia muda dan mendadak.
                Keenam, dajjal. Dia dicipta khusus mampu menjelajah bumi dengan kekuatan yang luar biasa. Dia menekan keimanan dan memberikan kekuasaan pada kekufuran. Komitmen beramal sholeh tidak aman bahkan bisa hancur pada saat itu. Karenanya dia dinyatakan sebagai hal ghaib terburuk yang di tunggu kedatangannya. Tidak ada Nabi kecuali memperingatkan keberadaan dajjal ini kepada ummatnya. Dia klimak fitnah bagi ummat manusia kecuali mereka yang dijaga oleh Allah swt seperti orang-orang yang menetap Mekkah-Madinah atau melazimkan membaca sepuluh ayat pertama surat Al Khafi.
                Tidak menjumpai Dajjal pun belum menjadi jaminan aman dalam beramal sholeh. Karena sebelum  Dajjal turun, sekian banyak fitnah ( bencana dan huru-hara) disinyalir merajalela di muka bumi oleh perilaku dajajilah ( dajjal-dajjal kecil) sebagai pendahuluan. Saat itu kemungkaran mewabah. Persepsi-persepsi ( mafahim ) menyesatkan menggejala. Dan pada saat bersamaan muncul para penyeru keneraka jahanam yang memakai dalih-dalih agama sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah saw kepada sahabat Hudzaifah Ibnu Yaman :
“Para penyeru kepintu-pintu neraka jahanam. Barang siapa menyambut seruan mereka, dia akan terlempar kepintu jahanam itu”. (H.R. Abu Dawud, Tirmidzi, dan Nasa’I )
                Ada dua kalangan yang diduga kuat sebagai pemeran dajajilah, yaitu ulama ( suu’) dan umaro ( dzalim dan fasiq ). Rasulullah saw bersabda:
“Sesungguhnya aku mengkhawatirkan atas ummatku ulah pemimpin-pemimpin yang menyesatkan.” (H.R. Tirmidzi)
                Dugaan peranan dua kalangan ini sebagai dajajilah dikuatkan dengan ungakapan Abdullah bin Mubarak, seorang ulama besar generasi Tabiin:
“Dan tidaklah menodai agama kecuali raja-raja ( penguasa) dan para pendeta buruk serta para birawannya ( ulama )”.
                Keadaan mewabahnya fitnah inilah yang diantisipasi oleh Rasulullah saw sejak dini dengan menyeru kita semua terus konsis dalam komitmen beramal sholeh. Sabda beliau :
“Bersegeralah melakukan amal-amal sholeh. Sebab akan ada fitnah datang laksana bagian-bagian malam yang gelap gulita. Seseorang pagi-pagi mukmin sorenya kafir. Sore-sore mukmin dan pagi-pagi kafir. Dia menjual agamanya dengan kekayaan dunia.” (H.R. Muslim)
                Ketujuh, hari kiamat. Hari akhir ini keberadaanya justru lebih dahsyat dan lebih mengerikan dibandingkan dengan bencana dan rintangan dalam bentuk apa saja di dunia. Menunggu beramal sholeh hingga kedatangannya tentu pemikiran konyol dan bernilai sangat rendah.
                Sebelum tiba tujuh kendala dan rintangan tersebut  idealnya semenjak dini ada komitmen atau ikrar beramal sholeh secara sungguh-sungguh, giat, semangat, dan serius. Senyampang masih diberikan umur panjang, kesehatan, kesempatan, kekuatan, keamanan, ketentraman, dsb. Hal yang dikhawatirkan ialah ketika ajal tiba sedang waktu itu kita kebetulan beramal tidak sholeh. Menyesal. Pada hal sebagaimana disebutkan di muka amal sholeh bisa melebur dosa dan melakukan menjelang ajal tiba cukup menjadi indikasi mati khusnul khotimah.
                Peri kehidupan Sahabat Amr bin Ash, perawi pertama yang meriwayatkan hadits dimuka kiranya dapat dijadikan renungan. Dia membagi hidupnya tiga bagian. Petama, saat jahiliyah ketika ia membenci Islam dan Rasulullah saw. Bila mati saat itu ia meyakini akan masuk neraka. Kedua, saat masuk Islam dan dia berbaiat di hadapan Rasulullah saw, berjuang dan membela agama. Dia optimis bila mati saat itu ia akan meraih khusnul khotimah. Sementara ketiga, saat dia bergelut dengan politik dan kekuasaan yang menjadikan komitmen beramal sholehnya tidak sebagus tingkatan kedua. Dia ingkar, pesimis. “Maa adri maa haali fiiha “ ( aku tidak tahu apa kondisi diriku), katanya. ( H.R. Muslim )
                Sebagai renungan ada baiknya kita perhatikan gubahan syair berikut ini:
Sesungguhnya Allah ta’alaa mempunyai hamba-hamba yang cerdas.
Mereka mentalak dunia dan mencemasi berbagai fitnah ( agar tehindar darinya )
Mereka memperhatikan dunia itu.
Ketika menyadari dunia bukan tempat menetap bagi orang hidup maka mereka menjadikan dunia bak lautan dan menjadikan amal sholeh di dalamnya menjadi kapal.


Wallohu A’lam

Tidak ada komentar: