Translate

Jumat, 12 September 2014

Ihsan dan Itqon dalam Ibadah, Karya, dan Kecakapan



 Sabda Rasulullah saw:
“Sesungguhnya Allah swt mewajibkan (menuntut) ihsan atas segala sesuatu. Bila kamu membunuh, maka lakukanlah ihsan dalam cara membunuhmu. Bila kamu menyembelih, lakukanlah ihsan dalam cara menyembelihmu”. (HR.Muslim dari Saddad bin Aus)
                Hadits Shahih ini mengajurkan berbuat ihsan atau itqon (melakukan sesuatu pada tingkat yang terbaik dan sempurna) dalam segala hal, termasuk dalam cara membunuh dan cara menyembellih sekalipun. Imam Nawawi menyebut hadis yang diriwayatkan oleh sahabat Syaddad bin Aus (keponakan sahabat Hassan bin Tsabit) ini sebagai prinsip dasar (kaidah) agama yang penting, sehingga beliau meletakannya dalam jajaran 42 hadits di kitab Al Arbain.
Ihsan dan Itqon dalam Ibadah
                Ibadah yang kita sembahkan kepada Allah swt hendaknya berupa amal ibadah yang ihsan. Menurut para ulama amal ibadah yang ihsan standarnya ialah memenuhi  unsur  ikhlas dan unsure ittiba’ (sesuai dengan sunnah). Upamanya sholat. Praktek ibadah ini tidak hanya sekedar bangun dan duduk di atas sajadah beberapa saat saja. Agar sampai pada tingkat ihsan, maka aspek shuroh dzohiroh seperti sunnah gerakan dan bacaan mesti diperhatikan selain mesti diperhatikan aspek hakikat batiniah seperti khusyu’, khudlur, dan tadabbur.
                Amal ibadah apapun seperti sholat, puasa, tilawah, dzikir, dan lainnya bila pelaksanaannya tidak sampai pada tingkat ihsan, itqon atau ihkam seperti hilangnya adab dan rasa pengagungan (taqdis), agaknya nilai ibadah yang didapat tak lebih dari sekedar kepayahan dan kecapekan. Hal ini sebagaimana tersirat dari ungkapan hadits :
“Betapa banyak orang berpuasa tidak ada nilai baginya kecuali lapar dan dahaga. Dan betapa banyak orang bangun malam tidak ada nilai baginya selain selain terjadi (tidak tidur) dan kepayahan”.(HR.Nasa’I,Ibnu Majah dan Hakim dari Abu Huroiroh)
                Sahabat Ali bin Abi Thalib berkata:
“Tidak ada baiknya tilawah (Al Qur’an) yang tidak ada tadabbur (perenungan makna ) di dalamnya”.
                Berkaitan puasa di bualn Ramadhan, menahan makan dan minum selama kurang lebih 14 jam terasa tidak tidak terlalu berat seperti dikatakan oleh Maimun bin Mihran. Namun bagaimana dalam puasa juga mengendalikan nafsu kema’shiatan dan mengekang ego kebinatangan agar mencapai maqom takwa ini yang penting, namun pelaksanaannya susah dan berat. Sementara pengendalian nafsu itulah nilai ihsan dan itqon dalam ibadah puasa. Sahabat Jabir bin Abdillah Al Anshari berkata:
“Bila kamu berpuasa hendaknya pendengaranmu, penglihatanmu, dan lidahmu juga turut berpuasa dari tindak jujur dan dosa. Tinggalkan menyakiti tetangga. Hendaklah kamu tenang pada hari puasamu. Jangan kamu jadikan hari puasa dengan hari tidak puasamu sama saja”(Fiqhus Shiyam.Dr Yusuf Qordlowi.Hal   87)
                Amal ibadah yang dilakukan dengan mengabaikan ihsan dan itqon kadangkala tidak sekedar terlarang mendapatkan nilai pahala, boleh jadi justru bisa mengakibatkan dosa, seperti beramal atas dasar riya’ atau sholat tanpa ihsan dalam ruku’ dan sujud sesuai dengan yang diwajibkan. Contoh yang lain ialah melakukan ibadah namun tidak ada dasarnya (bid’ah), seperti melakukan I’tikaf di masjid Ampel atas dasar keyakinan I’tikaf di situ lebih mulia daripada di masjid lain para umumnya. Ini malah suatu kesalahan yang diperoleh.
                Ibadah yang berupa meninggalkan hal- hal yang terlarang (attarku) pun menuntut dilakukan secara ihsan dan itqon. Perbuatan dosa, haram, syubhat, dan syahwut ditinggalkan semata-mata karena Allah swt, pengagungan terhadap-Nya, malu dan takut kepada-Nya. Bukan meninggalkan hal-hal yang dilarang itu atas dasar riya’, malu, atau takut kepada manusia.
                Menjauhi atau setidak-tidaknya mewaspadai bergaul dengan orang-orang yang kebiasaannya berbuat dosa, haram, syubhat, dan syahwat termasuk bagian pula dari upaya ihsan dan itqon dalam ibadah yang sifatnya attarku. Karena dengan kewaspadaan itu kita dapat menghindari kecenderungan yang mendorong diri untuk meniru perbuatan-perbuatan yang terlarang itu akibat berdekat-dekat dengannya.
Ihsan dan Itqon dalam Karya dan Kecakapan
                Dalam hidup ini kita dituntut berkarya dan memiliki imkaniyah (kecakapan), ahliyah (keahlian), dan kafa’ah (kemampuan) tertentu. Aktifitas dakwah adalah bagian dari tuntutan dan kecakapan itu. Karya yang akan kita lakukan dalam kecakapan yang kita miliki,sebagaimana ibadah, hendaknya di upayakan sampai pada tingkat ihsan dan itqon. Karya betul-betul kita buat sesempurna mungkin (ekselen).Terarah,terencana dan utuh.Tidak asal-asalan.Kecakapan yang kita miliki pun betul-betul kita dalami dan kita seriusi hingga kita benar-benar piawai,ahli,dan cakap (professional) dibidangnya.Tidak setengah-setengan,mentah,dan tanggung.Rosululloh bersabda:
“Sesungguhnya Alloh swt menyukai bila salah satu dari kamu beramal melakukan amal itu secara sempurna dan terbaik.” (HR Baihaqi dari A’isyah)
Pada riwayat lain disebutkan:
“Sesungguhnya Alloh menyukai orang beramal yang sempurna dan bagus amalnya.”(HR Baihaqi dari  Kulaib bin Syihab)
Untuk menuju itqon dalam berkarya kiranya perlu langkah-langkah yang kreatif (mampu menciptakan hal baru),taktis (pertimbangan dan perhitungan matang),dan respontif (tanggap dan cekatan).Ide-ide tidak boros,tidak pula ide disia-siakan.Kreasi-kreasinya terpogram,terarah dan utuh.Selalu ada kontrol dan evaluasi.Sedang agar imkaniyah (kecakapan), ahliyah (keahlian)dan kafa’ah (kemampuan) tertentu bisa ihsan dan itqon, perlu meningkatkan potensi yang pasti dimiliki setiap pribadi manusia dan mengasahnya.Membuka diri dari kekurangan dan kelemahan.Misalnya dengan membaca,diskusi,ikut training,kursus,uji coba,serta upaya-upaya peningkatan pengetahuan dan penambahan pengalaman yang lain.
Dalam rangka menuju profesionalisasi,dunia modern saat ini menuntut spesialisasi (pendalaman suatu bidang keahlian) dan kompetensi (kecakapan dan kemampuan) dibidang tertentu.Bukan generalisasi (kemampuan menguasai beberapa bidang tapi tidak secara serius dan mendalam).Menekuni suatu bidang tertentu sehingga cakap dan piawai di dalamnya akan sangat dibutuhkan daripada generalisasi.Ketekunan dalam suatu bidang sehingga piawai,hasilnya niscaya tidak akan tersia-siakan atau terbuang dengan percuma.
Di tengah persaingan (perlombaan) menuju kebaikan,kita membutuhkan tim kerja (team work) yang kokoh,lengkap,dan komplit yang bisa masuk semua lini dan merambah di segala bidang kehidupan bersamaan dengan karunia keberkahan dari Alloh swt.Kebutuhan posisi dapat dipenuhi dengan pembagian job-job yang jelas dan tidak mesti harus sama.Untuk ini sangat diutuhkan kader-kader yang itqon dalam karya dan kecakapannya,yaitu sumber daya manusia yang berkompeten dan spesialis dibidangnya masing-masing,seperti administrator,negarawan,pendidik,dai,kiyai,ahli Al Quran,ahli fiqh,ekonom,advokat,teknokrat,dokter,jurnalis,konglomerat,dan bidang-bidang lain yang membutuhkan kecakapan tertentu semacam pertukangan,persopiran,pertanian,keperawatan,konveksi,dan masak-memasak.Jika kebutuhan ini dipenuhi dan potensi tersebut dikumpulkan dalam wadah jama’ah serta dikelola secara baik,maka akan terwujud sebuah konfigurasi (bentuk) yang indah,laksana konfigurasi pelangi.
Posisi dan job yang jelas sesuai dengan spesialisasi dan kompetensi masing-masing,demikian ini adalah menejemen ilahiyah yang diterapkan dikalangan Malaikat dan hasilnya sangat mengesankan.Imam Ibnu Katsir berkata: “Setiap Malaikat pasti memiliki posisi tertentu di langit serta mempunyai  job-job dalam ibadah dan tanggung jawab (taklif dan wadzifah) tertentu yang tidak mereka sia-siakan dan tidak pula batasnya mereka lampaui “.(Aqidatul Muslim,Kholid Abdurrohman.Hal: 67) Alloh berfirman:
“Tiada seseorangpun diantara kami (Malaikat) melainkan mempunai kedudukan (posisi dan job) yang tertentu.” (QS As Shoffaat: 164)
Usaha-usaha ihsan dan itqon dalam segala hal,utamanya dalam hal ibadah,karya dan kecakapan ini sangat perlu dilakukan dalam rangka membentuk kader-kader dai yang diharapkan siap hati (mental) nya sekaligus fisik (skill) nya.apalagi ihsan dan itqon sendiri merupakan sifat dan karakter Alloh swt kala menciptakan makhluk-Nya.Di dalam Al Quran:
(Alloh yang membuat secara itqon segala sesuatu.” (QS An Naml: 88)
Sementara dalam hikmah dikatakan: “Takhollaquu bi akhlaqillah” (berakhlaklah kamu sesuai dengan akhlak yang menjadi sifat-sifat Alloh swt)


Wallohu A’lam

Tidak ada komentar: