Sabda Rasulullah saw:
“Sesungguhnya
Allah swt mewajibkan (menuntut) ihsan atas segala sesuatu. Bila kamu membunuh,
maka lakukanlah ihsan dalam cara membunuhmu. Bila kamu menyembelih, lakukanlah
ihsan dalam cara menyembelihmu”. (HR.Muslim
dari Saddad bin Aus)
Hadits Shahih ini mengajurkan
berbuat ihsan atau itqon (melakukan sesuatu pada tingkat yang terbaik dan
sempurna) dalam segala hal, termasuk dalam cara membunuh dan cara menyembellih
sekalipun. Imam Nawawi menyebut hadis
yang diriwayatkan oleh sahabat Syaddad bin Aus (keponakan sahabat Hassan bin
Tsabit) ini sebagai prinsip dasar (kaidah) agama yang penting, sehingga beliau
meletakannya dalam jajaran 42 hadits di kitab Al Arbain.
Ihsan dan Itqon dalam Ibadah
Ibadah yang kita sembahkan
kepada Allah swt hendaknya berupa amal ibadah yang ihsan. Menurut para ulama
amal ibadah yang ihsan standarnya ialah memenuhi unsur ikhlas
dan unsure ittiba’ (sesuai dengan sunnah). Upamanya sholat. Praktek ibadah
ini tidak hanya sekedar bangun dan duduk di atas sajadah beberapa saat saja.
Agar sampai pada tingkat ihsan, maka aspek shuroh dzohiroh seperti sunnah
gerakan dan bacaan mesti diperhatikan selain mesti diperhatikan aspek hakikat
batiniah seperti khusyu’, khudlur, dan tadabbur.
Amal ibadah apapun seperti
sholat, puasa, tilawah, dzikir, dan lainnya bila pelaksanaannya tidak sampai
pada tingkat ihsan, itqon atau ihkam seperti hilangnya adab dan rasa
pengagungan (taqdis), agaknya nilai ibadah yang didapat tak lebih dari
sekedar kepayahan dan kecapekan. Hal ini sebagaimana tersirat dari ungkapan
hadits :
“Betapa banyak
orang berpuasa tidak ada nilai baginya kecuali lapar dan dahaga. Dan betapa
banyak orang bangun malam tidak ada nilai baginya selain selain terjadi (tidak
tidur) dan kepayahan”.(HR.Nasa’I,Ibnu
Majah dan Hakim dari Abu Huroiroh)
Sahabat Ali bin Abi Thalib berkata:
“Tidak ada
baiknya tilawah (Al Qur’an) yang tidak ada tadabbur (perenungan makna ) di
dalamnya”.
Berkaitan puasa di bualn
Ramadhan, menahan makan dan minum selama kurang lebih 14 jam terasa tidak tidak
terlalu berat seperti dikatakan oleh Maimun
bin Mihran. Namun bagaimana dalam puasa juga mengendalikan nafsu
kema’shiatan dan mengekang ego kebinatangan agar mencapai maqom takwa ini yang
penting, namun pelaksanaannya susah dan berat. Sementara pengendalian nafsu
itulah nilai ihsan dan itqon dalam ibadah puasa. Sahabat Jabir bin Abdillah Al Anshari berkata:
“Bila kamu
berpuasa hendaknya pendengaranmu, penglihatanmu, dan lidahmu juga turut
berpuasa dari tindak jujur dan dosa. Tinggalkan menyakiti tetangga. Hendaklah
kamu tenang pada hari puasamu. Jangan kamu jadikan hari puasa dengan hari tidak
puasamu sama saja”(Fiqhus Shiyam.Dr
Yusuf Qordlowi.Hal 87)
Amal ibadah yang dilakukan
dengan mengabaikan ihsan dan itqon kadangkala tidak sekedar terlarang
mendapatkan nilai pahala, boleh jadi justru bisa mengakibatkan dosa, seperti
beramal atas dasar riya’ atau sholat tanpa ihsan dalam ruku’ dan sujud sesuai
dengan yang diwajibkan. Contoh yang lain ialah melakukan ibadah namun tidak ada
dasarnya (bid’ah), seperti melakukan I’tikaf di masjid Ampel atas dasar
keyakinan I’tikaf di situ lebih mulia daripada di masjid lain para umumnya. Ini
malah suatu kesalahan yang diperoleh.
Ibadah yang berupa meninggalkan
hal- hal yang terlarang (attarku) pun menuntut dilakukan
secara ihsan dan itqon. Perbuatan dosa, haram, syubhat, dan syahwut
ditinggalkan semata-mata karena Allah swt, pengagungan terhadap-Nya, malu dan
takut kepada-Nya. Bukan meninggalkan hal-hal yang dilarang itu atas dasar riya’,
malu, atau takut kepada manusia.
Menjauhi atau setidak-tidaknya
mewaspadai bergaul dengan orang-orang yang kebiasaannya berbuat dosa, haram,
syubhat, dan syahwat termasuk bagian pula dari upaya ihsan dan itqon dalam
ibadah yang sifatnya attarku. Karena dengan kewaspadaan
itu kita dapat menghindari kecenderungan yang mendorong diri untuk meniru
perbuatan-perbuatan yang terlarang itu akibat berdekat-dekat dengannya.
Ihsan dan Itqon dalam Karya dan Kecakapan
Dalam hidup ini kita dituntut
berkarya dan memiliki imkaniyah (kecakapan), ahliyah
(keahlian), dan kafa’ah (kemampuan) tertentu. Aktifitas dakwah adalah bagian
dari tuntutan dan kecakapan itu. Karya yang akan kita lakukan dalam kecakapan
yang kita miliki,sebagaimana ibadah, hendaknya di upayakan sampai pada tingkat
ihsan dan itqon. Karya betul-betul kita buat sesempurna mungkin
(ekselen).Terarah,terencana dan utuh.Tidak asal-asalan.Kecakapan yang kita
miliki pun betul-betul kita dalami dan kita seriusi hingga kita benar-benar
piawai,ahli,dan cakap (professional) dibidangnya.Tidak
setengah-setengan,mentah,dan tanggung.Rosululloh bersabda:
“Sesungguhnya
Alloh swt menyukai bila salah satu dari kamu beramal melakukan amal itu secara
sempurna dan terbaik.” (HR Baihaqi dari
A’isyah)
Pada riwayat
lain disebutkan:
“Sesungguhnya
Alloh menyukai orang beramal yang sempurna dan bagus amalnya.”(HR Baihaqi dari Kulaib bin Syihab)
Untuk menuju itqon dalam berkarya kiranya perlu langkah-langkah yang
kreatif (mampu menciptakan hal baru),taktis (pertimbangan dan perhitungan
matang),dan respontif (tanggap dan cekatan).Ide-ide tidak boros,tidak pula ide
disia-siakan.Kreasi-kreasinya terpogram,terarah dan utuh.Selalu ada kontrol dan
evaluasi.Sedang agar imkaniyah (kecakapan), ahliyah
(keahlian)dan kafa’ah (kemampuan) tertentu bisa ihsan dan itqon, perlu
meningkatkan potensi yang pasti dimiliki setiap pribadi manusia dan
mengasahnya.Membuka diri dari kekurangan dan kelemahan.Misalnya dengan
membaca,diskusi,ikut training,kursus,uji coba,serta upaya-upaya peningkatan
pengetahuan dan penambahan pengalaman yang lain.
Dalam rangka menuju profesionalisasi,dunia modern saat ini menuntut
spesialisasi (pendalaman suatu bidang keahlian) dan kompetensi (kecakapan dan
kemampuan) dibidang tertentu.Bukan generalisasi (kemampuan menguasai beberapa
bidang tapi tidak secara serius dan mendalam).Menekuni suatu bidang tertentu
sehingga cakap dan piawai di dalamnya akan sangat dibutuhkan daripada
generalisasi.Ketekunan dalam suatu bidang sehingga piawai,hasilnya niscaya
tidak akan tersia-siakan atau terbuang dengan percuma.
Di tengah persaingan (perlombaan) menuju kebaikan,kita membutuhkan
tim kerja (team work) yang kokoh,lengkap,dan komplit yang bisa masuk semua
lini dan merambah di segala bidang kehidupan bersamaan dengan karunia
keberkahan dari Alloh swt.Kebutuhan posisi dapat dipenuhi dengan pembagian
job-job yang jelas dan tidak mesti harus sama.Untuk ini sangat diutuhkan
kader-kader yang itqon dalam karya dan kecakapannya,yaitu sumber daya manusia
yang berkompeten dan spesialis dibidangnya masing-masing,seperti
administrator,negarawan,pendidik,dai,kiyai,ahli Al Quran,ahli
fiqh,ekonom,advokat,teknokrat,dokter,jurnalis,konglomerat,dan bidang-bidang
lain yang membutuhkan kecakapan tertentu semacam
pertukangan,persopiran,pertanian,keperawatan,konveksi,dan masak-memasak.Jika
kebutuhan ini dipenuhi dan potensi tersebut dikumpulkan dalam wadah jama’ah
serta dikelola secara baik,maka akan terwujud sebuah konfigurasi (bentuk) yang
indah,laksana konfigurasi pelangi.
Posisi dan job yang jelas sesuai dengan spesialisasi dan kompetensi
masing-masing,demikian ini adalah menejemen ilahiyah yang diterapkan dikalangan
Malaikat dan hasilnya sangat mengesankan.Imam
Ibnu Katsir berkata: “Setiap Malaikat
pasti memiliki posisi tertentu di langit serta mempunyai job-job dalam ibadah dan tanggung jawab (taklif dan wadzifah) tertentu yang tidak mereka sia-siakan dan tidak pula
batasnya mereka lampaui “.(Aqidatul
Muslim,Kholid Abdurrohman.Hal: 67) Alloh berfirman:
“Tiada
seseorangpun diantara kami (Malaikat) melainkan mempunai kedudukan (posisi dan
job) yang tertentu.” (QS As Shoffaat:
164)
Usaha-usaha ihsan dan itqon dalam segala hal,utamanya dalam hal
ibadah,karya dan kecakapan ini sangat perlu dilakukan dalam rangka membentuk
kader-kader dai yang diharapkan siap hati (mental) nya sekaligus fisik (skill)
nya.apalagi ihsan dan itqon sendiri merupakan sifat dan karakter Alloh swt kala
menciptakan makhluk-Nya.Di dalam Al Quran:
(Alloh yang
membuat secara itqon segala sesuatu.” (QS
An Naml: 88)
Sementara dalam hikmah dikatakan: “Takhollaquu bi akhlaqillah”
(berakhlaklah kamu sesuai dengan akhlak yang menjadi sifat-sifat Alloh swt)
Wallohu
A’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar