Alloh Subhanahu Wa Ta'ala befirman:
قُلْ مَا يَعْبَأُ بِكُمْ رَبِّي لَوْلا دُعَاؤُكُمْ فَقَدْ كَذَّبْتُمْ فَسَوْفَ يَكُونُ لِزَامًا
Katakanlah (keada orang-orang musyrik). "Tuhanku tidak mengindahkan kamu kalau bukan karena doamu." (Tetapi bagaimana kamu berdoa kepada-Nya), padahal sungguh kamu telah mendustakan-Nya? Karena itu kelak (azab) pati (menimpamu). (Q.S. Al Furqan: 77)
Ya'ba'u : Memperdulikan
Lizam : Menetapkan siksa, kehancuran, dan kerusakan di dunia dan akhirat.
Bahasa doa dalam ayat di atas memiliki tiga kemungkinan makna:
1. Doa (Permohonan)
Ini berarti ayat di atas adalah peringatan keras terhadap keberpalingan dari berdoa karena Alloh telah memberikan kabar gembira kepada kita terkait keutamaan berdoa dan sifat pemurah-Nya dalam memberikan pengabulan doa (istijabah). Dia berfirman,
"Dan apabila hamba-hambaku bertanya kepadamu, maka (jawablah) bahwasannya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka beriman kepada-Ku agar mereka selalu berada dalam kebenaran." (Q.S. Al-Baqoroh: 186)
"Dan Tuhanmu berfirman, 'Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.' " (Q.S. Al-Mu'min: 60)
Jika demikian, berarti makna ayat di atas adalah:
Katakan kepada mereka wahai Muhammad, "Alloh tidak akan peduli kepada kalian andai bukan karena doa dan permohonan pertolongan kalian kepada-Nya saat bencana (syada'id) melanda." (Lihat Shafwatut Tafasir : 2 / 371)
Hadist-Hadits Doa
a.
Kewaspadaan tidak akan pernah bermanfaat dari qodar, tetapi doa bisa selalu bermanfaat dari sesuatu yang telah dan akan terjadi. Maka tetapilah doa oleh kalian. (H.R. Ahmad – Thobaroni)
b.
Sesungguhnya Alloh Dzat Maha Pemalu dan Maha Pemurah. Dia malu ketika salah seorang dari kalian mengangkat kedua tangan kepada-Nya lalu mengembalikan keduanya dalam keadaan kosong dan rugi. (H.R. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Hakim)
c.
Barangsiapa yang senang jika Alloh mengabulkan untuknya di waktu bencana dan susah maka hendaknya ia memperbanyak doa pada masa senang. (H.R. Turmudzi dan Hakim) Disebut oleh Ahmad Abdul Jawwad dalam buku Ad-Du'a Al Mustajab min Al Hadits wal Kitab, hal 50-51)
d.
Berusahalah mengenal Alloh di waktu senang maka Dia akan mengetahuimu di waktu susah." (H.R. Abul Qosim dalam Al-Jami' As Saghir 1/131)
e.
Tidak menolak qodho' kecuali doa dan tidak menambah umur kecuali kebaikan. (H.R. Turmudzi dan Hakim dalam Al Jami' As Saghir 1 / 205). Di sini ada petunjuk supaya bertawajjuh kepada Alloh dengan doa agar Dia memberikan kelembutan-Nya dalam qodho' dan qodar-Nya.
Bentuk-Bentuk Pengabulan Doa
Doa sudah pasti dikabulkan sebagaimana diberitakan oleh Alloh Subhanahu Wa Ta'ala sesuai dengan kehendak-Nya. Ada kalanya disegerakan, ditunda, atau berupa peleburan dosa. Berdasarkan sabda Rosululloh Shollallohu 'Alaihi Wasallam:
Tiada seorang yang berdoa dengan doa tertentu kecuali dikabulkan untuknya; ada kalanya disegerakan baginya di dunia, ada kalanya ditunda (ditangguhkan) untuk di akhirat dan ada kalanya dosa-dosa dilebur darinya sesuai kadar doanya. (Hal itu) selama ia tidak berdoa dengan dosa, memutus sanak famili atau tergesa-gesa dengan berkata, 'Aku telah berdoa kepada Tuhanku dan Dia tidak mengabulkan untukku.' (H.R. turmudzi)
Di sini ada pelajaran bahwa terburu-buru (isti'jal) dan menganggap lambat pengabulan doa adalah sebab tidak dikabulkannya doa. Selain itu, ada lagi sebab-sebab lain doa tidak dikabulkan.
Sebab-Sebab Doa Ditolak
a. Makanan, minuman, dan pakaian yang tidak halal.
Wahai manusia, sesungguhnya Alloh Dzat Yang Bersih, tidak menerima kecuali yang bersih. Dan sesungguhnya Alloh memerintahkan orang-orang beriman hal yang telah Dia perintahkan kepada para utusan. Maka Dia berfirman, "Wahai para utusan, makanlah kalian dari yang bersih dan beramallah yang sholih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kalian perbuat." (Q.S. Al-Mu'minun: 5). Wahai orang-orang beriman, makanlah kalian dari yang bersih yang telah Aku rizqi-kan kepada kalian. (Q.S. Al Baqoroh: 172). Kemudian Beliau menyebut seorang lelaki yang melakukan perjalanan panjang dalam keadaan rambut awut-awutan dan berdebu seraya menjulurkan kedua tangan ke langit, 'Ya Tuhan, Ya Tuhan' sementara makanannya haram, minumannya haram, da ia dibesarkan dengan yang haram. Maka bagaimana mungkin ia dikabulkan? (H.R. Ahmad Muslim dan Turmudzi)
b. Tidak mantap dengan pengabulan.
Nabi Shollallohu 'Alaihi Wasallam bersabda:
Berdoalah kalian kepada Alloh seraya kalian meyakini akan dikabulkan. Mengertilah bahwa sesungguhnya Alloh tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai dan lupa. (H.R. Turmudzi dan Hakim)
Jangan salah seorang kalian berkata, "Ya Alloh, ampunilah saya jika Engkau berkenan, ya Alloh kasihanilah saya jika Engkau berkenan." Seharusnya ia memantapkan permintaan karena sesungguhnya tidak ada kebencian baginya. (H.R. Abu Dawud)
c. Tidak Memperhatikan Tatacara dan Etika Berdoa
Di antaranya adalah membaca tahmid dan sholawat kepada Rosululloh Shollallohu 'Alaihi Wasallam, seperti dalam hadits:
Jika salah seorang kalian berdoa maka hendaklah memulainya dengan memuji Alloh ta'ala kemudian bersholawat kepada Nabi Sholalllohu 'Alaihi Wasallam kemudian ia bisa berdoa sesuai keinginannya." (H.R. Abu Dawud, Turmudzi, Ibnu Hibban, Hakim dan Baihaqi). Dalam riwayat Ibnu Syaikh yang artinya, "Doa terhalang dari Alloh sehingga dibacakan sholawat atas Muhammad dan ahli baitnya."
Selain itu, masih banyak lagi etika berdoa yang semestinya harus dijaga. Hanya saja di sini bukan kesempatan untuk menyebutkannya.
2. Keimanan
Ibnu Abbas berkata, "Andai bukan karena doamu" maksudnya andai bukan karena imanmu. (lihat Mukhtasar Ibnu Katsir 2/ 642) karena inilah Alloh tidak butuh pada kekafiran yang merupakan lawan keimanan dan kekafiran yang mengeluarkan pelakunya dari agama Islam yang terkait dengan orang-orang kafir, Alloh berfirman:
وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا
Dan Kami datang kepada amal yang mereka lakukan lalu Kami jadikan amal itu debu yang bertaburan (Q.S. Al Furqan: 23)
Dalam ayat lain, Alloh juga berfirman, "... maka Kami tidak mendirikan timbangan untuknya pada hari Qiamat." (Q.S. Al-Kahfi: 105). "Dan orang-orang kafir adalah amal-amal mereka laksana fatamorgana di padang sahara yang disangka oleh orang kehausan sebagai air, tetapi ketika ia mendatanginya maka ia tidak menemukan sesuatu apapun.." (Q.S. An-Nuur : 39)
Tentu yang dimaksudkan sebagai kekafiran di sini bukanlah kekafiran yang tidak menyebabkan pelakunya keluar dari Islam (kufur majaz) yang biasa disebut dengan maksiat seperti dijelaskan oleh Alloh, "Barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Alloh maka mereka adalah orang-orang kafir." (Q.S. Al-Maidah: 44). Ditanyai tentang ayat ini, Ibnu Abbas menjawab, "Mereka adalah orang-orang kafir, tetapi mereka tidak seperti orang yang mengingkari Alloh dan hari akhir. Dan seperti sabda Rosululloh Shollallohu 'Alaihi Wasallam, "Aku melihat mereka dan ternyata kebanyakan penduduknya adalah para wanita yang kufur." Dikatakan, "Apakah mereka kufur kepada Alloh?" Beliau menjawab, "Mereka kufur kepada suami dan mengingkari kebaikan." (H.R. Bukhori dari Ibnu Abbas). Juga seperti hadits:
Mencaci seorang muslim adalah kefasikan dan memeranginya adalah kekafiran." (Silsilah Syu'abul Iman Bab Al Hubb Fillah)
Cukup menjadi bukti kepedulian Alloh kepada hamba sebagi hadiah dari keimanan adalah ketika Dia menyelamatkan dan memberikan jaminan bebas dari keabadian tinggal di neraka kepada manusia beriman meski keimanan tersebut tidak disertai dengan amalan. Seperti dalam hadits, "Akan keluar dari neraka orang yang mengucapkan laa ilaah ilalloh sementara dalam hatinya ada sebobot atom keimanan." (H.R. Bukhori).
"Tiada hamba yang berkata laa ilaaha ilallohu kemudian mati menetapi itu kecuali ia pasti masuk surga." (H.R. Muslim) Perawi hadits (Abu dzar) bertanya, "Meski ia berzina meski ia mencuri?" Beliau Sholallollohu 'Alaihi Wasallam menjawab, "Meski ia berzina meski ia mencuri"
Ucapan hamba "Laa ilaaha illallohu" ini maknanya adalah pengakuan secara lisan serta pembenaran dalam hati dan bukan hanya sekadar mengucapkan dengan lisan. Selain itu, iman juga bisa menyelamatkan pemiliknya dari masuk neraka jika dibarengi dengan amal seperti disebutkan dalam hadits Abu Hurairah RA bahwa ada seorang Badui datang dan berkat, "Wahai Rosululloh, tunjukkanlah amal yang bila saya kerjakan saya akan amsuk surga!" Rosululloh Shollallohu 'Alaihi Wasallam bersabda: "Kamu menyembah Alloh dan jangan menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Kamu dirikan sholat. Kamu tunaikan zakat wajib. Dan kamu berpuasa Romadhon." Badui itu berkata, "Demi Alloh, selamanya saya tak akan menambah lebih dari ini sedikitpun dan juga tak akan mengurangi." Setelah badui pergi, Rosululloh Shollallohu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Siapa yang ingin melihat seorang dari penduduk surga maka lihatlah lelaki ini." (H.R. Muslim dalam Kitabul Iman)
Dengan iman, manusia berhak menerima anugerah dan kemurahan Alloh berupa aneka ragam nikmat yang tidak terhitung, tidak terbilang seperti halnya syafaat dengan segala modelnya, peleburan dan pengampunan dosa, peningkatan derajat, dan lain-lain.
Iman adalah sumber ketaqwaan dengan seluruh tingkatannya yang menjadikan manusia satu sama lain menjadi kekasih (al akhilla') kelak di hari kiamat sebagaimana firman Alloh:
الأَ َخِلأَّءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلاَّ الْمُتَّقِينَ
Para kekasih pada hari itu satu dengan yang lain adalah musuh kecuali orang-orang yang bertaqwa. (Q.S. Az Zukhruf: 67)
Dan semestinya orang-orang yang saling mengasihi memiliki ciri-ciri seperti disebutkan Rosululloh Shollallohu 'Alaihi Wasallam terkait karakter kaum beriman, "Perumpamaan kaum beriman dalam keadaan saling memberikan mawaddah, rahmah, dan kasih sayang adalah laksana tubuh yang jika satu dari anggotanya sakit maka seluruh anggota ikut merasakan dengan tidak bisa tidur dan panas." (H.R. Ahmad Muslim)
Tawaddud (saling memberikan mawaddah) adalah mewujudkan cinta di antara mereka dengan saling mengunjungi dan memberi hadiah ,Tarohum (memberi rahmat) adalah dengan menguatkan tali persaudaraan seiman (ruhama' bainahum). Ta'athuf (memberikan kasih sayang) adalah dengan satu sama lain saling memberikan pertolongan.
Dengan itu semua maka kedengkian akan hengkang diantara mereka. Dan perlu diketahui bahwa sikap membiarkan kedengkian dan tidak berusaha mengusirnya dari hati adalah sia-sia belaka karena setiap orang diperintahkan untuk memohon ampunan bagi saudara Islam yang telah terlebih dahulu meninggal dunia. Alloh berfirman,
•
"Dan orang-orang yang datang setelah mereka berdoa, 'Ya Tuhan kami, ampunilah kami dan saudara-saudara yang telah mendahului kami dengan keimanan, dan jangan jadikan kedengkian kepada orang-orang beriman (bersarang) di hati kami. Sungguh Engkau Maha Belas Kasih dan Maha Mengasihi." (Q.S. Al Hasyr : 10)
3. Ibadah
Ibadah merupakan sebuah gambaran atau performa ketaatan seorang hamba. Maksudnya, Tuhan kalian tidak akan peduli dan tidak akan memperhatikan urusan kalian andai bukan karena ibadah dan ketaatan kalian. Sungguh, kemuliaan manusia bergantung pada kadar ma'rifah dan ketaatannya. Jika ini tidak ada maka antara dirinya dan hewan tidak ada perbedaan. Imam Az Zajjaj berkata, "Nilai dan standar apa yang kalian miliki jika memang kalian tidak beribadah kepada Alloh?" (Tanwirul Adzhan: 3 / 97). Ini karena manusia diciptakan Alloh agar mereka beribadah."
"Dan tak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka selalu beribadah kepada-Ku." (Q.S. Adz Dzaariyat : 56)
Betapapun ibadah menjadi syarat perhatian dan kepedulian Alloh kepada hamba, akan tetapi yang mesti harus selalu diingat oleh seorang penyembah (al 'abid) adalah terlebih dahulu melihat dzat yang disembah, dan bukan melihat ibadah yang dilakukan. Seorang 'abid harus lebih mendahulukan melihat ibadah sebagai sarana dan penghubung antara dirinya dengan Alloh sebagaimana tersirat dari bacaan yang sering kita lantunkan, "Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepad-Mu kami memohon pertolongan."
Disini maf'ul bih (obyek) didahulukan dan mengakhirkan kata kerja yang memberi faedah hashr (hanya) yang maksudnya bahwa ibadah adalah hak Alloh yang maknanya seorang muslim tidak boleh terperdaya (ightiror) melihat ibadah, tetapi harus melihat Alloh semata sebagai Dzat yang disembah. Apalagi dasar ibadah adalah ikhlas.
"Dan mereka tidak diperintahkan kecuali agar mereka menyembah Alloh dengan memurnikan agama untuknya.” (Q.S. Al-Bayyinah: 5). Disamping ikhlas dasar ibadah lainnya adalah ittiba',
•
"Katakanlah, jika kalian mencintai Alloh maka ikutilah aku dan Alloh akan mencintai kalian serta mengampuni dosa-dsa kalian." (Q.S. Ali Imron: 31).
Rosululloh Shollallohu 'Alaihi Wasallam bersabda:
Barangsiapa yang memperbarui dalam urusan kami apa-apa yang bukan bagian darinya maka ia ditolak. (Muttafaq 'Alaih)
Adanya ikhlas dan ittiba' merupakan pertanda seseorang mampu berbuat ihsan dalam ibadah seperti diajarkan oleh Rosululloh Shollallohu 'Alaihi Wasallam kepada Mu'adz,
"Wahai Mu'adz, Demi Alloh sungguh aku mencintaimu. Lalu aku berwasiat kepadamu, setiap selesai sholat maka jangan pernah meninggalkan doa, 'Ya Alloh berikanlah pertolongan kepadaku untuk berdzikir, bersyukur, dan beribadah dengan baik kepada-Mu." (H.R. Ahmad, Abu Dawud, Nasa’i, Ibnu Huzaimah, Ibnu Hibban, dan Hakim). Abu Hurairah juga meriwayatkan sabda Rosululloh Shollallohu 'Alaihi Wasallam, "Apakah kalian ingin bersungguh-sungguh dalam berdoa? Ucapkanlah:
Ya Alloh berikanlah pertolongan kepadaku untuk berdzikir, bersyukur dan beribadah dengan baik kepada-Mu. (H.R. Ahmad)