Translate

Jumat, 10 Mei 2013

KOLABORASI MANUSIA DAN SETAN MENYERU KE NERAKA JAHANAM

Belakangan ini kita melihat gejala perpecahan menimpa sekian banyak partai politik dan ormas. Gejala ini banyak disebabkan oleh perbedaan pemikiran dan pandangan diantara individu-individu mereka. Ketika perbedaan itu menggumpal dan tidak ada titik temu, maka terjadilah sesuatu yang sangat bertolak belakang dengan visi lahirnya partai politik dan ormas tersebut, yaitu perpecahan. Kita tentu tidak menginginkan perpecahan terjadi pada jamaah dakwah kita. Untuk mengantisipasi hal itu, tauhidul fikroh (penyatuan pemikiran) harus senantiasa di bina diantara individu-individu jamaah. Hindari ikhtilaf yang menjurus kepada pertentangan, percecokan, perceraian, dan perpecahan. Hal ini sering kita peringatkan agar tidak ada yang memiliki pemikiran yang menyimpang, berdiri sendiri, atau mbalela, keluar dari arus pemikiran jamaah yang kita telorkan. Dalam hal ini, tansiq atau tandzim kejam’ahan adalah acuan kita. Tauhidul fikroh merupakan sumber kekuatan sebuah jamaah. Dalam tubuh manusia, tauhidul fikroh ibarat nyawa. Sebuah jamaah betapapun besar dan memiliki banyak pengikut, tidak akan banyak berarti, bila tidak di tompang oleh tauhidul fikroh masing-masing individu di dalamnya. Terbentuknya jama’atul muslimin di kota Madinah duhulu rasanya hanya satu khayalan belaka seandainya tidak ada tauhidul fikroh di kalangan sahabat atas ide-ide dari pemimpin mereka, Rasulullah saw. Ada dua aspek pemikiran yang harus kita satukan pikiran, arah, persepsi, dan pandangan kita didalamnya, yaitu aspek fiqh (tauhidul fikroh fiqhiyyan) dan aspek politik (tauhidul fikrah siyasiyan). Tauhidul fikroh dengan demikian tidak hanya dalam hal norma-norma agama yang sifatnya baku, namun juga mencakup cara pandang terhadap dinamika politik yang selalu berubah dari waktu ke waktu, yang diperlukan ijtihad baru di dalamnya, yang semuanya mengacu kepada dalil-dalil syara’. Kesatuan pemikiran kita dalam dua hal ini merupakan cermin persatuan hati dan persatuan perasaan diantara kita. Penyeru Ke Neraka Jahanam Pemikiran yang harus kita persepsikan secara sama diantaranya ialah membentengi diri sekaligus melawan arus sekularisasi dengan segala jenisnya yang diperkirakan akan menjadi trend di masa-masa yang akan datang. Paham ini berupaya memisahkan persoalan agama (syariat) dari wilayah negara dan kehidupan sehari-hari. Padahal Islam adalah agama sekaligus panduan bagi bernegara (al-islam din wa daulah). Paham yang mendistorsi syariat Islam ini anehnya banyak di propagandakan oleh tokoh-tokoh dari kalangan umat Islam sendiri. Mereka mempergunakan dalil-dalil agama untuk membenarkan propagandanya. Tersebarnya paham sekular di kalangan umat Islam agaknya tak lepas dari peran serta mereka. Sebagian tokoh dari kalangan umat Islam memandang bahwa negara harus dilepaskan dari campur tangan agama. Mereka tidak menginginkan syariat islam melembaga pada negara. Agama, menurunya, adalah urusan pribadi dan keluarga, sedeang agama adalah wilayah publik yang plural. Umat Islam, serunya, harus menjadi umat yang terbuka dan toleran, memahami agama tidak saja secara tekstual dan literal, melainkan kontekstual, karena masyarkat keberadaanya majemuk. Mereka mencap buruk orang Islam yang fanatik dan komit dengan Islam sebagai muslim radikal, ekstrim, dan tradisional. Mereka membiarkan kema’siatan dan kekufuran merajalela atas nama hak asasi, padal ridlo terhadap kekufuran hakikatnya adalah sesuatu kekufuran juga. Mereka memandang bahwa tata kehidupan sekular-lah yang dicita-citakan oleh para pendahulu. Terbukti, menurut mereka, para pendahulu sepakat membuang Piagam Jakarta yang telah mereka rumuskan dari perundang-undangan negara. Propoganda semacam ini, karena dibungkus dengan retorika dan dalih-dalih keagamaan disamping karena oleh orang yang ditokohkan, seakan-akan tampak manis dan benar padahal berbisa dan menggelincirkan. Propoganda ini telah melepas keterikatan sebagaian umat Islam pada ajaran agamanya. Propoganda ini juga mendatangkan nilai-nilau universitas syariat Islam. Propaganda ini di sambut gembira oleh kalangan non-Islam, karena menguntungkan bagi mereka, apalagi di alukan oleh orang dalam umat Islam sendiri. Mereka dengan begitu bisa memukul umat Islam dengan meminjam tangan umat Islam sendiri. Rasulullah saw memprediksikan bahwa akan muncul propaganda-propaganda yang menjerumuskan manusia ke neraka jahanam. Propadangan itu menurut beliau, dilakukan oleh kalangan umat Islam sendiri dan mempergunakan dalil-dalil Al-Qur’an dan hadits. Beliau menyatakan bahwa serbuan propaganda itu merupakan fitnah beragama terbesar yang menimpa umat islam di akhir zaman. Sabda beliau sebagaimana diceritakan sahabat Hudzaifah Ibnul Yaman (shohibis sirr): Ada orang-orang yang menyeru ke neraka jahanam barang siapa menyambut seruan mereka, maka dia akan dilemparkan oleh mereka ke neraka jahanam. Aku (hudzaifah) bertanya, “terangkanlah kepada kami ciri-ciri mereka”. Beliau bersabda,”mereka sekulit dengan kami dan lisannya berdalih dengan dalih kami (Al Qur’an dan Hadits). “apa yang engkau perintahakan bila kami menjumpai hal itu.?” “kamu harus bergabung dengan jamaatul muslimin berikut imamnya”. “bila mereka tidak memiliki jamaah dan tidak juga memiliki imam ?”. “tanya Hudzaifah mengantisipasi. Beliau bersabda, “berlepaslah kamu dari semua kelompok (para penyeru) itu, walaupun kamu harus menggigit akar pohon sampai kamu mati.”(H.R. Bukhari muslim) Propoganda ke neraka jahannam tersebut menjadi fitnah beragama yang terbesar didinding fitnah-fitnah beragama sebelumnya karena fitnah ini: 1) mampu menyerang langsung ke pusat sistem kepercayaan umat Islam. 2) aslinya bukan datang dari dalam Islam tapi dari luar Islam lalu diselundupkan secara paksa pada Islam (sekularisasi misalnya adalah berasal dari gerakan dalam agama Kristen). Dan 3) itu terjadi di saat kaum muslimin di dunia mengalami perpecahan karena tidak adanya insintusi Daulah Islamiyah. Tidak Terperosok pada Lubang yang Sama Dua Kali Melanjutkan tradisi Islam di masa-masa kerajaan, tokoh-tokoh umat Islam yang mendirikan negara Indonesa telah berusaha meletakkan dasar-dasar bernegara yang baik bagi negeri ini yang juga telah disetujui oleh kelompok-kelompok lain. Dasar-dasar bernegara itu seperti: “negara berdasarkan atas ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya (selanjutnya disebut Piagam Jakarta),” “presiden ialah orang Indonesia asli dan beragama Islam,” dan digunakannya kata”mukaddimah”bukan”pembukaan” atau “preambule”. Dasar-dasar ini telah dirumuskan pada sidang-sidang BPUPKI yang alot pada bulan juni 1945. Piagam Jakarta sebagai kompromi politik ditandatangani 9 orang, yaitu Sukarno, Hatta, Maramis (kristen), Abikusno Cokrosuyoso (Syarikat Islam), Haji Agus Salim (Islam), Ahmad Subarjo, Abdul Kahar Muzakkir (Muhammadiyah), Abdul Wahid Hasyim (NU), dan Muhammad Yamin. Namun, pada sidang PPKI tanggal 8 Agustus 1945, Piagam jakarta dicoret, sekaligus disusun pula rumusan apapun yang berbau Islami. Pada peristiwa pencoretan itu tidak ada satupun wakil Islam yang menandatangani piagam jakar diundang, kecuali Abdul Wahid Hasyim. Itu pun putra KH.Hasyim Asy’ari yang waktu itu baru berusia 32 tahun ini tidak hadir karena dalam perjalanan pulang ke Jawa Timur. (Piagam Jakarta,Endang Saifudin Anshari:52). Sementara wakil umat Islam yang hadir dalam sidang PPKI adalah Ki bagus Hadikusumo (Muhamadiayah), Kasman Singodimejo (Muhammadiyah,komandan PETA), dan M. Hasan (Aceh). Kasman Singodimejo diundang baru pagi hari itu. Ketiganya diminta dengan sangat dan bujuk rayu oleh hatta untuk toleransi dan berkorban (mencatat piagam jakarta) demi keutuhan bangsa dan agar kaum kristen tidak merasa di diskriminasi (Dosa-dosa politik,Firdaus A.N: 71) Awalnya bermula dari opsir jepang.la sore hari,tanggal 17 agustus 1945, mendatangi Hatta dan membawa pesan dari orang-orang Katholik dan Protestan di Indonesia bagian Timur bahwa mereka keberatan dengan dasar-dasar negara yang berbau Islami. Bila diteruskan juga apa adanya, maka mereka mengancam lebih suka berdiri di luar negara Indonesia. Atas dasar ini bencana pencoretan itu berawal. Padahal siapa nama opsir itu Hatta tidak mengenal dan bagaimana opsir Jepang ini begitu cepat membawa pesan dari kawasan Indonesia bagian timur, sedang baru beberapa jam saja proklamasi dibacakan, ini juga patut dipertanyakan. Pencoretan Piagam Jakarta yang tergesa-gesa sesungguhnya syarat dengan gerak tipu dan penelikungan terhadap umat Islam. Umat Islam ditinggalkan.Pencoretan Piagam Jakarta juga sarat dengan gertakan dan ultimatum dari kalangan Kristen dan Jepang. Umat Islam menjadi korban dari toleransi dan ketidaktegasannya. Pada saat itu terjadilah apa yang disebut kapitulasi, yaitu penyerahan kalah ummat Islam kepeda musuh-musuhnya. Ketika proses awal negeri ini buram maka akhirnya buramlah proses-proses berikutnya hingga kini. Peristiwa itu adalah sejarah. Jangan lupakan sejarah. Kenali sejarah itu agar tidak terjadi pengulangan kesalahan dua kali pada tempat yang sama. Proses pengesahan UU Sisdiknas beberapa waktu lalu rasanya juga hendak mengulang peristiwa Piagam Jakarta, sarat dengan ultimatum pada penelikungan yang akan berakhir kerugian, kalau saja umat Islam tidak tegas mengawalnya. Orang beriman tidak boleh tersengat dalam satu lubang dua kali. Sabda Rasulullah saw: Orang beriman tidak tersengat dua kali dalam satu lubang. (Q.S. Bukahari Muslim) Mewaspadai Kolaborasi Manusia Dan Setan Di dalam gerakan penyesatan, setan biasa mengambil rekanan dari kalangan manusia. Setan mengeluarkan bisikan-bisikan jahatnya kepada manusia. Setelah manusia terperangkap bisikan setan, maka jadilah dia sebagai mitra kerja setan. Apa yang keluar dari lidah manusia itu kemudian adalah suara setan. Apa yang dilakukannya itu lalu adalah kelakuan setan. Ia ibarat menjadi perantara (makelar) setan dalam menyesatkan manusia, walaupun tanpa dia sadari. Karena bisikan jahat setan sifatnya halus dan samar. Allah swt berfirman: `ÏB Ìhx© Ĩ#uqó™uqø9$# Ĩ$¨Ysƒø:$# ÇÍÈ “Ï%©!$# â¨Èqó™uqム†Îû Í‘r߉߹ ÄZ$¨Y9$# ÇÎÈ z`ÏB Ïp¨YÉfø9$# Ĩ$¨Y9$#ur ÇÏÈ Dari kejahatan (bisikan) setan yang biasa bersembunyi, yang membisikan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari jin dan manusia. (Q.S. An-Naas: 4-6) Dengan kolaborasi (kerja sama) setan dan manusia ini, program penjerumusan manusia ke neraka tampak berjalan mulus. Hal ini terbukti dengan dijumpainya sekian banyak penyeru (propagandis) ke neraka jahanam yang justru berasal dari dalam komunitas kaum muslimin sendiri, berstatus tokoh, dan fasih dalam mempergunakan dalil-dalil agama. (walau tidak pada tempatnya), sebagaimana prediksi Rasulullah saw di atas. Mengenai pengaruh bisikan-bisikan jahat setan, tingkatan manusia berbeda-beda. Ada yang sedikit saja dari jiwanya telah dipengaruhi setan, ada yang separuhnya, dan ada yang seluruh jiwanya telah dikuasai setan. Ibnul Qayyim Al-Jauziyah menyimpulkan bentuk-bentuk kejahatan bisikan setan menjadi enam tingkatan (dimulai dari tingkatan yang terberat), yaitu: 1) jahatnya kekufuran dan syirik (syarrul kufri was syirki). Kejahatan ini adalah yang paling dikehendaki oleh setan dari manusia, karena kekufuran dan syirik menutup manusia dari masuk surga. 2) Jahatan perilaku bid’ah (syarrul bid’ah). Perilaku bid’ah menjadi pintu masuk bagi kekufuran dan syirik. Bahaya bid’ah hakikatnya adalah bahaya bagi agama. Ia bahaya yang dapat menjalar ke mana-mana. Ia dosa yang bertaubat di dalamnya sulit diterima. 3) Dosa-dosa besar (al-kabair) dengan segala ragam dan jenisnya. Setan sangat loba di dalam menjatuhkan manusia pada dosa-dosa besar, apalagi bila manusia itu statusnya adalah orang alim nan ahli ibadah. Kita bisa memperhatikan kisah Barsesa. 4) Dosa-dosa kecil (ash-shaghair). Kadangkala setan menggoda manusia agar melakukan dosa-dosa kecil sampai manusia itu memandang remeh dosa-dosa kecil itu. Sementara dosa-dosa kecil bila dilakukan terus-menerus dan dipandang remeh jadilah ia bahaya yang besar. Orang yang berbuat dosa besar sekali dan ia menyesali lebih baik daripada orang yang biasa melakukan dosa kecil dan ia memandang ringan kelakuannya itu. Dosa kecil bila berhimpun maka ia akan berubah menjadi dosa besar. 5) Kesibukan manusia dengan hal-hal mubah yang tidak ada pahala dan dosa di dalamnya. Waktunya diarahkan setan agar berlalu sia-sia, tanpa ada pahala di dalamnya. 6) Kesibukan manusia dengan kegiatan-kegiatan yang tidak penting dan tidak mendesak untuk dilakukan, sementara ada kegiatan-kegiatan yang bernilai afdhol (mendesak dan penting). Bila manusia melakukan enam hal di atas dengan segala tingkatannya, hal itu merupakan petunjuk bahwa bisikan jahat setan (yang selalu bekerja sama dengan manusia) telah menguasai dirinya dengan segala tingkatannya. Hati dan pikirannya dikendalikan setan. Kita berlindung kepada Allah dari bisikan-bisikan jahat setan. Menghadapi kolaborasi setan dan manusia dalam program penyesatan, kita harus bersikap mawas diri dan berhati-hati di samping harus meningkatkan ketajaman firasat yang kita ikatkan dengan kaidah-kaidah yang ditetapkan syariat Islam. Firman Allah swt : žcÎ) šúïÏ%©!$# (#öqs)¨?$# #sŒÎ) öNåk¡¦tB ×#Í´¯»sÛ z`ÏiB Ç`»sÜø‹¤±9$# (#r㍞2x‹s? #sŒÎ*sù Nèd tbrçŽÅÇö7•B ÇËÉÊÈ Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was (bisikan jahat) dari setan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya. (Q.S. Al-A’raaf: 201)

Tidak ada komentar: