Translate

Senin, 06 Mei 2013

ANTARA ANJING DAN SEBATANG JARUM

Cobalah untuk mengawali suatu hari anda dengan niat untuk memberi. Mulailah dengan sesuatu yang terkecil, yang tak terlalu berharga dimata anda. Mulailah dari uang receh, hanya untuk satu tujuan yaitu “Memberi tanpa pamrih”. Apakah anda berada di bis kota yang panas, lalu seorang pengamen dengan suaranya yang fals dan memekakkan telinga. Atau anda berada dalam mobil berAC yang sejuk, lalu tangan kecil mungil menjulur pada anda meminta-minta, atau sekedar menyingkirkan duri dari keramaian orang, atau hanya tersenyum, atau mungkin hanya sekedar mengasihi makhluk Tuhan, hewan sekalipun. Diceritakan: pada dahulu kala ada seorang perempuan muda berjalan terseok-seok seolah menahan rasa letih. Sudah terlalu jauh ia menyusuri jalan, untuk mencari sesuap nasi. Menawarkan diri kepada siapa saja yang mau, meski dengan harga yang murah, perempuan muda itu terlihat terlalu tua dibandingkan dengan usia sebenarnya. Wajahnya lusuh nan kusut, kuyu diguyur penderitaan panjang. Ia tidak memiliki keluarga, kerabat, ataupun sanak saudara lainya. Orang-orang sekelilingnya menjauhinya. Bila bertemu dengan perempuan tersebut mereka melengos menjauhinya karena jijik melihatnya. Namun perempuan itu tidak peduli, karena pengalaman dan penderitaan mengajarinya untuk bisa tabah. Segala ejekan dan cacimaki manusia diabaikanya, ia anggap bak sampah. Ia berjalan Dan Berjalan, seolah tiada pemberhentianya, ia tak tau akan berlabuh dimana. Ia tak pernah yakin, perjalananya akan berakhir. Tapi ia terus berusaha melenggak-lenggok untuk menawarkan diri. Namun sepanjang itu Sunyi yang ia temui, sementara panas masih terus membakar dirinya. Entah sudah berapa jauh ia berjalan, namun tak seorangpun juga yang mendekatinya, tak seorangpun menawarnya. Lapar dan Haus terus menyerangnya. Dadanya terasa sesak dengan nafas yang terengah-engah kelelahan yang amat sangat. Betapa lapar dan hausnya dia. Akhirnya sampailah ia disebuah desa yang sunyi. Desa itu sedemikian gersangnya hingga sehelai rumputpun tak tumbuh lagi. Perempuan pelacur itu memandang ke arah kejauhan. Matanya nanar melihat kepulan debu yang bertebaran di udara. Kepalanya sudah mulai terayun-ayun dibalut kesuraman wajahnya yang lusuh. Dalam pandangan dan rasa hausnya yang sangat itu. Ia Melihat sebuah sumur di batas desa yang sepi. Sumur itu ditumbuhi rerumputan dan ilalang kering yang rusak di sana-sini. Pelacur itu berhenti di pinggirnya sambil menyandarkan tubuhnya yang sangat letih. rasa hauslah yang membawa ia ke tepi sumur tua itu. Sesaat ia menjengukan kepalanya ke dalam sumur tua itu. Tak tampak apa-apa, hanya sekilas air memantul dari permukaanya. Mukanya tampak menyemburat senang, namun bagaimana harus mengambil air sepercik dari dalam sumur yang curam? Perempuan itu kembali terduduk. Tiba-tiba ia melepaskan stagenya yang mengikat perutnya, lalu dibuka sebelah sepatunya. Sepatu itu diikatnya dengan stagen, lalu di julurkanya ke dalam sumur. Ia mencoba mengais air yang hanya tersisa sedikit itu dengan sepatu kumalnya. betapa hausnya ia, betapa dahaganya ia. Air yang tersisa sedikit dalam sumur itu pun tercabik, lalu ia menarik stagen perlahan-lahan agar tidak tumpah, namun tiba-tiba ia merasakan kain bajunya ditarik-tarik dari belakang. Ketika dia menoleh, di lihatnya seekor anjing dengan lidahnya terjulur ingin meloncat masuk kedalam sumur itu. Sang pelacur pun tertegun melihat anjing yang sangat kehausan itu, sementara tenggorokannya sendiri serasa terbakar karena dahaga yang sangat. Sepercik air kotor itu sudah ada di dalam sepatunya. kemudian dia akan meneguknya, Anjing itu mengibas-ngibaskan ekornya sambil merintih. Pelacur itupun mengurungkan niatnya untuk mereguk air itu. Dielusnya kepala hewan itu dengan penuh kasih. Si Anjing memandangi air yang berada di dalam sepatu, lalu perempuan itu meregukan air hanya sedikit ke dalam mulut sang anjing, dan perempuan itu pun seketika terkulai roboh sambil tangannya memegang sepatu. Melihat perempuan itu tergeletak tak bernafas lagi, sang Anjing menjilat-jilat wajahnya, seolah menyesal telah mereguk air yang semula akan direguk perempuan itu. Pelacur itu benar-benar meninggal. Sesungguhnya, setiap orang beriman berhak atas surga. Tak peduli apa statusnya. Orang yang mulia atau mereka yang hina-dina. Karena surga adalah milik Allah, maka terserah kepada Allah, siapa yang diridhoi-Nya untuk masuk ke dalam surga-Nya itu. Dan Rasulullah SAW telah mengindikasikan bahwa seorang ahli ibadah tidak serta-merta mendapat jaminan akan masuk surga, karena surga lebih diutamakan bagi mereka yang mencintai Allah dengan sesungguh-sungguhnya kecintaan. Seperti juga kita, maka pastilah kita lebih suka kepada orang yang kita sukai untuk datang ke rumah kita, daripada mereka yang selalu memuja-muji kita – dengan niat bergelimang pamrih. Demikianlah juga Allah memilih mereka yang lebih dicintai-Nya. Dan Dia Maha Mengetahui akan segala yang tertampak pada lahir dan terbersit dalam batin. Maka, hendaknya kita tidak jadi merasa heran saat mengetahui bahwa Allah telah memasukkan seorang pelacur ke dalam surga-Nya yang mulia. Karena Dia sungguh mengetahui apa-apa yang selayaknya dianugerahkan kepada hamba-hamba-Nya. Pada suatu hari, dalam suatu majelis, seseorang bertanya kepada Rasulullah SAW, “Wahai, Rasulullah. Apakah hanya orang-orang ahli ibadah saja yang akan masuk surga?” Dengan tegas Rasulullah menjawab, “Tidak. Sesungguhnya, seseorang itu masuk surga bukan semata-mata karena ibadahnya, melainkan karena ketulusan cintanya kepada Allah.”....... Jadi janganlah pernah meremehkan suatu kebaikan, sekecil apapun itu yang mana justru membuat Allah ridho, membuat Allah suka, maka besar nilainya disisi Allah. Sebaliknya janganlah kita membuat Allah murka karena sikap kita, atau tindaan kita, walau hanya sebatang jarum yang kita perbuat. (من استَعْمَلْناه منكم على عملٍ, فكَـــتَـمْنا مِخْـيَطاً فما فوقَه, كان غلولا يأتى به يومَ القيامة) رواه مسلم. Dari ‘Ady bin ‘Amirah Al Kindy, katanya : saya mendengar Rasulalloh bersabda : “Barang siapa yang kami angkat sebagai amil dalam satu urusan, lalu dia mengumpat (KKN) sebatang jarum atau lebih dari itu, maka dia dikatakan seorang koruptor dan akan mempertanggung jawabkannya pada hari kiyamat” Sementara realita yang kita temui, betapa banyak para pejabat-pejabat kita yang kita percayai justru melakukan tindakan yang tak terpuji. Menganggap korupsi, melakukan dosa sebagai Budaya, dan berarti itu menjadi bagian dari kehidupan. Dan karenanya, hal itu dinikmati dan dilakukan oleh semua orang. Baik tua, maupun muda, Miskin maupun kaya. Bila ini berlanjut terus, apa jadinya bangsa Indonesia nantinya. Korupsi bukan hanya dilakukan oleh mereka yang memegang jabatan atau juga bagi mereka yang istilahnya berada di tempat basah. Korupsi seperti sudah membudaya di bangsa ini, disetiap sudut kehidupan dapat ditemui. Dari sekedar pungli (pungutan liar), birokrasi yang dipersulit, atau suap – menyuap, dan tetek benek. Lalu adakah yang bisa dilakukan anak-anak Bangsa ini agar korupsi tidak terjadi lagi? Tentu. Caranya, kita mencegah siapa pun agar tidak punya niat untuk korupsi. Kita juga bisa mendorong siapa pun agar dekat pada Tuhan sehingga jika mereka yang telah diingatkan mau korupsi, ingat akan Allah. Dan bahwasanya setiap tindakan, perbuatan, bahkan ucapanpun yang kita lakukan, disitu tak luput dari pantauan-Nya, Kedekatan dengan Tuhan, membuat hati nurani ter-asah sehingga mengingatkan dan menjaga setiap orang yang berniat menjauh dari dosa. hingga akhirnya tidak jadi bebuat korup. مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ. “Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya Malaikat Pengawas yang selalu hadir”. ( Qaaf : 18) Dan mulai juga dari diri sendiri. Jujur saja; mengurangi timbangan, menyontek, menerobos lampu merah, atau lebih remeh lagi, itu termasuk etika tercela, yang mana bisa jadi membuat Allah murka. Mencukupkan diri dan mengucap syukur atas apa yang diterima, itu sebuah resep yang akan menjauhkan seseorang dari pencobaan untuk korup. Dalam Alkitab diceritakan tentang orang-orang yang ingin dibabtis oleh Yohanes Pembabtis, diantara mereka ada pemungut cukai dan para prajurit yang bertanya tentang langkah pertobatan. Dan inilah yang Yohanes Pembabtis katakan : Ada datang juga pemungut-pemungut cukai untuk dibaptis dan mereka bertanya kepadanya: "Guru, apakah yang harus kami perbuat?" Jawabnya: "Jangan menagih lebih banyak dari pada yang telah ditentukan bagimu." Dan prajurit-prajurit bertanya juga kepadanya: "Dan kami, apakah yang harus kami perbuat?" Jawab Yohanes kepada mereka: "Jangan merampas dan jangan memeras dan cukupkanlah dirimu dengan gajimu." (Lukas 3:12-14) Jadi kini saatnya kita ubah budaya, jangan jadikan korupsi dan dosa sebagai budaya. Tapi mari jadikan parbuatan ma’ruf, kejujuran, dan transparansi menjadi budaya bangsa ini. Jadi kesimpulannya “Jika dengan seteguk air seorang pelacur bisa masuk surga, maka hanya dengan sebatang jarum seorang pejabat yang korup juga bisa terseret ke dalam neraka” (Aby Ikhya’ Ulumiddin)

Tidak ada komentar: