Sungguh Rosululloh Shollllohu 'Alaihi Wasallam senantiasa mengawasi dan merawat hati kaum muslimin. Menanamkan di sana tanaman-tanaman kesetiaan (al-wafa') dalam setiap kesempatan. Kepada mereka Beliau terus-menerus memperdengarkan petunjuk dan pengarahan. Ini karena wafa' merupakan salah satu konsekuensi dari kecintaan karena Alloh yang menjadi syarat kesempuranaan iman. Dan kiranya sudah tidak diragukan lagi bahwa masyarakat Islam sangat membutuhkan sesuatu yang bisa menguatkan hubungan dan mengikat setiap individu di antara mereka.
Di anatra wafa' adalah berbuat baik (ishthina'ul ma'ruf) yang merupakan sebab utama dan pintu terdekat guna memperkuat hubungan cinta sehingga Rosululloh Shollallohu 'Alaihi Wasallam memberikan dorongan agar dilakukan dan selalu dirindukan serta dicari kesempatan untuk melaksanakannya dengan berbagai model dan bentuk yang dimiliknya yang antara lain seperti berikut ini:
Jangan kamu meremehkan sedikit dari kebaikan meski kamu hanya bertemu saudaramu dengan wajah berseri. (H.R. Muslim)
Barangsiapa menunjukkan kebaikan maka baginya seperti pahala orang yang melakukan. (H.R. Ahmad Muslim, Abu Dawud dan Turmudzi)
Semua kebaikan adalah sedekah. (H.R. Ahmad Muslim dan Abu Dawud)
Barangsiapa yang membawa kebaikan kepadamu maka berikanlah balas jasa. Jika tidak menemukan (apapun ntuk membalas) maka berdoalah untuknya. (H.R. Thobaroni)
Alloh senantiasa menolong hamba selama hamba itu mau menolong saudaranya. (H.R. Turmudzi)
Dan sebagai wujud perhatian penuh Rosululloh Shollallohu 'Alaihi Wasallam akan kesetiaan pertemanan ini, maka beliau memberikan petunjuk guna mengimpelementasikannya dalam dunia nyata. Petunjuk ini antara lain:
1. Beliau menghidupkan ikatan perasaan dan kesatuan hati di antara para sahabat. Misalnya, Beliau menyuruh agar Sulek Al Ghothofani bangkit dan melakukan sholat di tengah banyak orang sehingga semua mata tertuju ke arahnya dengan pandangan penuh simpati dan kasihan.
2. Beliau membagi tugas di antara mereka hanya dalam urusan seekor kambing yang dipotong di tengah berwisata (rihlah) dan kebetulan beliau sendiri bertugas mengumpulkan kayu bakar.
3. Beliau mengajarkan kepada kita Sholawat Ibrohimiyyah karena memperhatikan dan memandang permohonan Nabi Ibrohim 'Alaihissalam:
وَاجْعَلْ لِي لِسَانَ صِدْقٍ فِي الْآَخِرِينَ
Dan jadikan untuk saya sebutan baik di kalangan orang-orang yang terakhir. (Q.S. Asy Syuaro' : 84)
Beliau juga memerintahkan agar kesetiaan mencakup teman-teman akrab orang tua. Beliau bersabda: Sesungguhnya bakti yang paling utama adalah seseorang menyambung teman akrab ayahnya. (H.R. Muslim)
4. Beliau menyembelih kambing, memotong-motong dan kemudian mengirimkannya kepada teman-teman Khodijah RA. Hal inilah yang sempat membuat Aisyah RA marah karena cemburu dan mengatakan, 'Aku tidak pernah cemburu kepada salah satu isteri Rosululloh Shollalohu 'Alaihi Wasallam seperti aku cemburu kepada Khodijah RA. Aku tidak pernah melihatnya sekalipun, tetapi Rosululloh seringkali menyebutnya." Terkadang Beliau menyembelih kambing, memotong, dan lalu membagi-bagikan kepada teman-teman Khodijah. Terkadang aku berkata, "Sepertinya di dunia ini tidak ada wanita kecuali Khodijah!"
Beliau lalu bersabda, "Dia begini dan begini dan darinya aku mendapat anak." (H.R. Muslim)
Itulah ajaran Islam, wafa' yang tiada bandingnya yang manfaatnya menyeluruh dan bisa dirasakan teman-teman yang jauh, apalagi teman yang dekat. Dan sudah pasti hal ini adalah buah dari pembinaan dan kaderisasi untuk mencetak pribadi yang istimewa dalam anggota jamaah.
Perbuatan baik bisa menjaga pelakunya dari kejelekan dan menolak darinya bencana dan keburukan. Jadi, dengan kebaikan maka pelaku kebaikan berada dalam benteng yang kokoh dan tempat perlindungan yang aman. Pemilik kebaikan di dunia adalah pemilik kebaikan di akhirat. Nama mereka dikenal dan dipanggil di hadapan banyak mata seperti disabdakan Rosululloh Shollallohu 'Alaihi Wasallam:
Pekerjaan baik bisa menjaga dari mati su'ul khotimah, afat dan kerusakan. Pemilik kebaikan di dunia adalah pemilik kebaikan di akhirat. (H.R. Hakim dalam Al Mustadrok)
Muslim adalah saudara muslim; tidak mendzolimi, dan tidak pula menghinakannya. Barangsiapa dalam kebutuhan saudaranya maka Alloh ada dalam kebutuhannya. Barangsiapa menghilangkan satu kesusahan dari orang beriman maka Alloh pasti menghilangkan darinya satu kesusahan dari kesusahan-kesusahan hari kiamat. Barangsiapa menutupi seorang muslimmaka Alloh pasti menutupinya pada hari kiamat. (H.R. Muslim)
Maksud tidak menghinakannya adalah tidak menjatuhkannya dalam kehancuran serta memberikan pertolongan kepadanya.
Pintu-pintu dan jalan kebaikan begitu banyak dan luas yang tiada kewajiban bagi kita kecuali melakukannya dengan semangat, ikhlas dan jujur. Sebab, penerimaan (qobul) hanya didapatkan dengan kejujuran bersama Alloh dan bila sudah didapatkan maka yang kecil menjadai besar, yang sediit menjadi banyak, dan yang terakhir menjadi dahulu. "Itulah anugerah dari Alloh dan cukup Alloh sebagai Dzat Yang Mencukupi.
"
Kaum muslimin dalam pandangan Islam laksana bangunan yang batu batanya saling bertaut dan menyatu. Para kader umat ini adalah tak ubahnya seperti bata-bata yang dimilikinya harus kuat dan kokoh, bersatu, dan menyatu dalam keterpautan yang kuat. Jika tidak, berarti dalam kondisi akan roboh. Karena inilah Islam membalut bata-bata tersebut dengan balutan yang kuat berupa semen kekuatan ruhiyyah dengan harapan keterikatan dan keterpautan bisa dijaga dan dilestarikan demi langgengnya kekuatan bangunan kaum muslimin dan tidak tergoyahkan oleh kejadian dan tantangan apapun. Dikatakan:
Wahai para putera Islam, sungguh kita semua adalah satu tubuh. Jika satu anggota mengeluh sakit maka seluruhnya merasakan panas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar