Mujaahadah adalah modal sukses disetiap medan perjuangan. Dengan
kadar mujaahadah inilah dibedakan derajat orang orang muslim kelak disurga,
mulai dari derajat ‘Usshooh (ahli maksiat), derajat Ashaabul Yamin, derajat
Muqarrabin, sampai dengan derajat Abraar. Pada dasarnya mujaahadah adalah
Mujaahadatun Nafsi (kesungguhan diri). Rosululloh saw bersabda:
Mujahid adalah orang yang ber-mujaahadatun Nafsi. (HR. Ahmad dan Tirmidzi)
Mujaahadatun
Nafsi bisa memberi spirit untuk mengegolkan aktivitas, meskipun berat. Sahabat Ummu Kultsum binti Uqbah bin Abi Muaith hijrah dari Makkah
ke Madinah dengan berjalan kaki. Begitu pun dengan Ummu Aiman. Ia berangkat hijrah tanpa bekal, walaupun setetes air
minum. Meski dengan kondisi apa adanya, kedua sahabat wanita itu sukses di
dalam aktivitasnya, karena keduanya telah mewujudkan di dalam jiwanya sikap
Mujaahadatun Nafsi. Dalam hikmah disebutkan:
Dengan kadar apa yang Engkau bekerja keras, Engkau akan peroleh apa
yang Engkau cita-citakan.
Dengan bekerja keras akan diperoleh keluhuran, dan barang siapa
mencari keluhuran, maka ia terjaga di waktu malam.
Bagi seorang muslim, Mujaahadah Nafsi pertama yang mesti harus di
lakukan adalah mengerjakan amal-amal wajib dan meninggalkan amal-amal yang
dilarang, karena ini dasar daripada seorang muslim untuk memasuki surga,
berdasarkan hadist:
Seorang Badui datang kepada Rosululloh saw, lalu berkata: "Ya
Rosululloh, tunjukkanlah kepadaku amal yang jika aku kerjakan aku masuk
surga." Beliau bersabda: "Kamu menyembah kepada Alloh seraya tidak
menyekutukan sesuatu pun denganNya; kamu dirikan sholat maktubah(fardhu); kamu
tunaikan zakat fardlu; dan kamu berpuasa ramadlan." Ia berkata: "Demi
Dzat yang diriku berada di dalam kekuasaanNya, aku tidak akan menambah apapun
atas ini selamanya dan aku tidak juga akan menguranginya." Tatkala Baduwi berpaling, Nabi saw bersabda:
"Barang siapa ingin melihat seseorang dari penduduk surga, maka hendaklah
ia melihat orang ini." (HR. Muslim, jilid 1hal. 31)
Dalam hal (mengerjakan
amal-amal wajib dan meninggalkan amal-amal yang dilarang), ada yang sifatnya
individu, seperti sholat lima waktu, puasa, zakat, serta ada yang sifatnya jama'y
seperti Iqaamatul Khilaafah
berikut wasilah-wasilahnya. Sebagaimana amal individu tidak layak diabaikan
maka tidak layak pula mengabaikan amal yang sifatnya jama'i. Karena nilai dari amal jama'y tidak
kurang dengan nilai dari amal individu. Bahkan di dalam kaidah fiqih
disebutkan:
Amal yang bermanfaat untuk dirinya dan orang lain itu lebih afdhol
daripada amal yang bermanfaat hanya untuk diri sendiri.
Dengan bergabung bersama Jamaah Dakwah
berarti telah ada Mujaahadatun Nafsi untuk ikut memikirkan Iqaamatul Khilafah sekalipun masih dalam tahap mempersiapkan
wasilah dan sekalipun berhukum fardhlu kifayah, tetapi ini tidak kalah
dengan amal fardlu yang lain, mengingat dibalik itu ada usaha dan kerja untuk
memikirkan nasib banyak orang, terlebih sedikit sekali orang yang punya
pemikiran dan kemauan demikian pada saat ini. Imam Al Haromain berpendapat:
Bagi orang yang melakukan fardlu kifayah ada kelebihan atas fardlu
ain karena orang yang melakukan fardlu kifayah berarti menggugurkan dosa dari
banyak orang."
Setelah masuk
Jamaah Dakwah, maka ada satu konsekuensi sikap Mujaahadatun Nafsi , yaitu
memikirkan bagaimana Jamaah Dakwah berfungsi secara optimal. Untuk upaya
ini, segala potensi (harta dan jiwa) dan keahlian harus disalurkan untuk
memperkuat Jamaah Dakwah, dalam kondisi mansyath (giat) maupun
kondisi makrah (enggan), sebagaimana dahulu dibaiatkan oleh Rosululloh
saw kepada para sahabat.tidak selayaknya ada sikap Ajzun Nafsi (lemah
diri) untuk ini, karena sikap itu bisa menimbulkan efek negatif yaitu pasif dan
keloyoan. Dan kemandegan aktifitas Jamaah Dakwah akibat Ajzun Nafsi tentu
tidak diharapkan. Rosululloh bersabda:
Berikanlah potensimu dan jangan kamu lemah diri. (HR. Abu Dawud, jilid II
Hal.123)
Sementara Jamaah Dakwah telah mempunyai
sarana-sarana dakwah baik material maupun non-material, maka sebagai bentuk
pengejawantahan Mujaahadatun Nafsi, sarana itu mestinya dioptimalkan untuk
mendayagunakan peran Jamaah Dakwah dalam kancah perjuangan pergerakan Islam di
dunia, seiring dengan terlaksananya progam dan kegiatan yang esensial, seperti
qiyamullail bersama, infaq fii sabilillah, pembinaan anggota, perekrutan kader
baru, dan lain sebagainya.
Dengan Mujaahadatun Nafsi, mudah-mudahan
diri yang bergabung dalam Jamaah dakwah ini mendapatkan ridlo Alloh Subhanahu
wata'ala.
Wallohu A’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar