Translate

Selasa, 18 Juni 2013

INSTITUSI KELUARGA DI ZAMAN PRA-ISLAM (1)

Di ambil dari kitab ADABUL ISLAM FI NIDHOMIL USROH Karya Abuya As Sayyid Muhammad. > Keluarga dalam masyarakat pra-Islam, berada dalam keadaan porak-poranda, tidak memiliki jalinan silaturrohmi dan tidak pula mempunyai keakraban satu sama lain. Pada waktu itu, keluarga diliputi oleh kedengkian, pertentangan, kebencian dan permusuhan. Di dalamnya kaum wanita tidak dihormati dan tidak pula dimulyakan. Kaum wanita dalam masyarakat Athena (Yunani) dianggap sebagai benda tak berharga, hingga mereka diperjualbelikan di pasar-pasar sebagai budak dan dihinakan. Demikian pula halnya dalam hukum Hindu kuno. Di sebagian bangsa Eropa, kaum wanita tidak mempunyai hak milik pribadi. Sebaliknya, mereka dijadikan sebagai pelayan kaum lelaki sampai-sampai mereka tidak berhak memiliki pakaian mereka sendiri maupun harta yang mereka peroleh dari hasil keringat sendiri. Di kalangan bangsa Arab, kaum wanita sangat terhina, sampai-sampai ada sebagian dari mereka yang mengubur hidup-hidup anak perempuan, sebagaimana disebutkan dalam firman Alloh : Apabila salah seorang dari mereka diberi kabar tentang (kelahiran) anak perempuan, merah padamlah wajahnya sambil menahan marah. Ia bersembunyi dari kaumnya, karena buruknya berita yang diterimanya. Apakah ia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (dalam keadaan hidup)? Ketahuilah, sungguh jahat apa yang mereka tetapkan itu. (QS An-nahl : 58-59) Pada waktu itu, bangsa Arab tidak memberikan warisan kepada kaum wanita dan anak-anak, melainkan memberikannya kepada orang-orang yang berperang menghadapi musuh. Bangsa Arab juga merampas hak warisan secara paksa dari kaum wanita dengan mendatangi suami si perempuan dan kemudian melemparkan baju di atas badannya seraya berkata : “ aku mewarisi hartanya sebagaimana engkau mewarisi hartanya !” Maka, merekapun menjadi lebih berhak daripada perempuan itu. Ada sebagian dari mereka yang memaksa budak-budak perempuan mereka untuk melakukan pelacuran agar mendapatkan uang untuk mereka, juga ada yang mewarisi istri-istri ayah mereka bagaikan mewarisi sejumlah barang. Demukianlah kekacauan lembaga keluarga di zaman pra-Islam. Lalu datanglah Islam memberikan kepada kaum wanita hak-hak mereka secara adil dan menjadikan mereka sebagai tonggak keluarga, memperhatikan dan menjaga mereka, serta juga memelihara kesucian dan menempatkan mereka dalam kedudukan yang sesuai dengan keadaan mereka. Karenanya, Islam mengatur pewarisan kaum wanita dan menjelaskan hak-hak mereka dalam firman Alloh : Anak laki-laki mempunyai bagian dari peninggalan ibu-bapak dan karib-kerabatnya, dan anak perempuanpun mempunyai bagian dari peninggalan ibu-bapak dan karib-kerabatnya, baik sedikit ataupun banyak, menurut bagian yang telah ditetapkan (QS. An-nisa’ : 19) Islam mengharamkan mewarisi kaum wanita secara paksa, seperti disebutkan dalam firman Alloh : Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagimu mewarisi perempuan dengan paksa,… (QS. An-Nisa’ : 19). Islam juga mengharamkan pemaksaan budak perempuan untuk melakukan pelacuran, sebagaimana ditegaskan Alloh dalam firman-Nya : …Dan janganlah engkau memaksa budak-budakmu melakukan pelacuran, sementara mereka sendiri menginginkan kesucian, karena engkau hendak mencari keuntungan duniawi,… (QS. An-Nur : 33). Demikian pula, Islam melarang menikahi istri ayah dengan kalimat yang mengecam dosa ini, sebagaimana disebutkan dalam firman Alloh : Dan janganlah kalian mengawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, kecuali diwaktu yang sudah lampau (sebelum turun ayat ini) . sesungguhnya perbuatan itu sangat keji dan dibenci serta seburuk-buruknya jalan. (QS. An-Nisa’ : 22)

1 komentar:

Unknown mengatakan...

lanjutan bab berikutnya mana ??