Translate

Kamis, 06 Juni 2013

Ibadah, Sentuhan dan Penjiwaannya

Ibadah pada dasarnya ialah sarana interaksi dan komunikasi antara hamba dengan Tuhannya, juga berarti tarbiyah untuk menjiwai dan merasakan kedekatan dan kecintaan sama Alloh swt. Ibadah sholat,misalnya,adalah sarana pertemuan, doa, dzikir, dan munajat.Ibadah haji adalah kegiatan ziarah baitullah sebagai sarana penjiwaan dan perasaan bertamu dan dekat kepadaNya. Ibadah puasa adalah sarana mengekang terhadap apa yang disukai nafsu dan sarana mendahulukan apa yang disukai oleh Alloh swt.Dan ibadah zakat,selain sebagai sarana pensucian harta, ia adalah wahana penjiwaan terhadap anugrah dan nikmat Alloh swt. Dengan arti ibadah sebagai sarana interaksi dan sarana tarbiyah tersebut, maka tampak yang di butuhkan dari pelaksanaan ibadah ialah pengaruh ibadah dan penjiwaannya terhadap diri kita.Semakin ibadah dijiwai dan memberikan pengaruh,berarti kian baiklah ibadah kita.Pengaruh ibadah dan penjiwaannya inilah yang menumbuhkan pada diri seseorang kecintaan kepada Alloh swt (mahabbatulloh atau hubbulloh) yang menjadi tuntutan setiap orang yang beriman.Didalam al-Qur’an Alloh berfirman: “Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah andad (tandingan-tandingan) selain Alloh; mereka mencintainya sebagai mana mencintai Alloh.Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Alloh”. (QS. Al Baqarah: 165) Kencintaan inilah yang diminta oleh Rasulullah saw kepada Alloh swt, seperti tersurat dari doa beliau berikut ini : “Ya Allah sesungguhnya aku memohon kepadaMu melaksanakan kebaikan,meninggalkan kemungkaran, mencintai orang-orang miskin,dan memohon diberikan kepadaku pengampunan dan kasih sayang. Aku memohon kepadaMu cinta kepada-Mu, cinta kepada orang-orang yang mencintaiMu, dan mencintai perbuatan yang mendekatkan aku kepadaMu.”(HR.Turmudzi dan al Hakim) Pengaruh dan penjiwaan terhadap ibadah yang menumbuhkan kecintaan terhadap Alloh swt tampak lebih jelas,seperti digambarkan oleh sebuah hadits qudsi yang masyhur (HR.Bukhori), yaitu berupa perlindungan dan penjagaan terhadap seluruh pemikiran dan perilaku seseorang.Ia mempunyai pendengaran dan penglihatan yang bagus, juga kaki dan tangan yang bagus pula.Perlindungan dan penjagaan ini boleh jadi lewat dianugrahakannya nur dan furqon disamping doa yang mustajab, yang menjadikan seseorang tajam dan kuat firasat, feeling, insting, ilham dan intiusinya seperti yang di raih oleh orang yang disebut muhdats (mulham), yaitu Sayidina Umar bin Khattab ra dan orang-orang sholeh yang lain. Tumbuhnya kecintaan ( mahabbah ) kepada Allah swt yang dipengaruhi oleh ibadah,berikutnya akan menjadi penggerak tumbuhnya sikap kepasrahan dan penyerahan yang tinggi ( tawakkal ) kepada Allah swt, yang muatanya pada kalimat : laa haula walaa quwwata illa billah, Maasya’allahu laa quwwata illa billah, dan Inna Iillah wainna illaihi raji’un.Ketiga kalimat ini merupakan sari pati ajaran tasawwuf menuju mendapatkan maqom,bukan sekedar haal.Sementara orang Islam itu dituntut untuk mencapai maqom, setidak-tidaknya meraih tingkatan haal. Dengan demikian, ibadah pada hakikatnya adalah tarbiyah praktis yang realistis agar seseorang menjadi robbani. Allah swt berfirman : “Hendaklah kamu menjadi orang-orang robbani, disebabkan kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu mempelajarinya”. ( QS. Ali Imran : 79) Ibadah sesungguhnya lebih banyak dipraktekkan secara individual ( fardiyah ).Berangkat dari praktek-praktek ibadah individual ini kelak terbentuklah pribadi-pribadi yang mutamayyizah yang menjadi soko guru terbentuknya jamaah ( komunitas masyarakat ) yang mutamayyizah pula. Kita ketahui manhajul Qur’an bukan manhaj fardi, melainkan manhaj jama’i, walaupun kadangkala bermula dari praktek-praktek individual. Sebagai bukti bahwa manhajul Qur’an adalah manhaj jama’i, zakat suatu missal,awalnya praktek ibadah fardi, namun tak urung zakat berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat secara luas.Puasa awalnya juga fardi, namun pengaruhnya membentuk perasaan bersama dengan masyarakat sebulan penuh di setiap tahun.Sholat lima waktu pun asalnya fardi, namun mengarahkan kaum muslimin menuju satu kiblat.Demikian pula haji, awalnya fardi, namun berguna sebagai muktamar terbesar kaum muslimin dari seluruh penjuru dunia, selain muktamar mingguan ( jum’ah ) dan muktamar tahunan ( Ied). Ini mengisyaratkan hendaknya terjalin wihdah ( kesatuan ) diantara individu-individu kaum muslimin, termasuk isyarat perintah wihdatul khilafah ( kesatuan khilafah ). Lalu, sebatas manakah sentuhan ibadah kita menjiwai dan memberikan pengaruh? Wallohu Subhaanahu waTa’aala a’lam

Tidak ada komentar: