Islam adalah agama paripurna, penyempurna
semua agama serta berintikan aturan yang suci sesuai fitrah manusia serta penuh
dengan kemudahan. Prinsip ini ditegaskan dalam hadits: “Sesungguhnya Allah rela akan kemudahan
bagi umat ini, dan Dia tidak menyukai kesulitan bagi mereka”HR Thabarani,
juga firman Allah Swt: “Allah menghendaki kemudahan bagi kalian dan Dia
tidak menghendaki kesulitan bagi kalian”QS al Baqarah: 185, “Allah
berkehendak meringankan dari kalian…”QS an Nisa’: 28.
Prinsip mudah dan ringan
dalam berislam tergambar jelas dalam aturan–aturan syariat. Sebutlah haji yang
hanya wajib dilaksanakan sekali dalam seumur hidup bagi orang yang mampu, zakat
yang cuma dikeluarkan jika harta telah mencapai satu nishab serta setahun
sekali atau setiap masa panen atau saat terima gaji tiba, puasa yang tidak
diwajibkan atas orang yang lemah secara fisik seperti sakit, lanjut usia atau
sedang dalam perjalanan, dan shalat yang bisa dilakukan dengan duduk jika
memang tidak bisa dengan berdiri. Kemudahan dan keringanan aturan–aturan
tersebut sekali lagi membuktikan kebenaran firman Allah: “… Dia sekali–kali
tidak menjadikan untuk kamu dalam agama satu kesulitan…”QS al Hajj: 78,
serta sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam: “Aku diutus dengan
membawa agama yang suci lagi mudah”HR Haitsami.
Mudah dan ringannya aturan agama sangat
terkait erat dengan sifat Allah Yang Maha Belas Kasih serta tidak pernah
sekalipun menuntut kepada hamba kecuali sebatas kemampuan. Dia Maha Pemurah
Maha Pemberi anugerah, anugerahNya terus dan selalu tercurah kepada seluruh
makhlukNya, kasih sayangNya luas tiada terbatas, Dia memberi pahala jauh lebih
besar daripada amal hambaNya, dan pada lain pihak pintu taubatNya senantiasa
terbuka untuk siapa saja yang mengakui dan menyesali dosa–dosa. Dia terus
menanti dan memberi kepada setiap orang yang serius meminta dan memohon
kepadaNya, bahkan Dia marah terhadap orang yang tidak mau meminta kepadaNya.
Ini semua adalah kemurahan dan kemudahan Allah kepada hambaNya, maka melalui
Rasul yang paling Dia cintai ada pesan: “Permudahlah, jangan kalian
mempersulit…”Muttafaq Alaihi.
Sifat pemurah Allah yang terwujud
dalam syariatNya yang mudah, berlanjut pada anjuran dan tuntutan kepada para
hambaNya agar mereka menjadi pribadi–pribadi murah hati yang gampangan kepada
sesama dalam berbagai aspek dan dimensi kehidupan, antara lain gampangan dalam menjual,
membeli, memberi, menagih dan melunasi hutang. Dari
Abu Hurairah ra bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:“Sesungguhnya
Allah mencintai kemudahan jual beli dan pelunasan hutang”HR Turmudzi,
“Semoga Allah mengasihi seorang yang gampangan ketika menjual, membeli, dan
menagih hutang “HR Bukhari, “Semoga Allah memasukkan surga orang
yang gampangan ketika membeli, menjual, melunasi hutang, dan menagih hutang”HR
Nasa’i.
Tentang membayar hutang, Islam bahkan
menjadikan hal ini sebagai salah satu standar kebaikan seorang pribadi, “Belilah(
unta yang lebih tua itu ) dan berikan kepadanya, sebab sebaik–baik kalian adalah
yang paling baik pelunasannya!”HR Turmudzi, ini bermula ketika
seorang lelaki yahudi menagih hutang kepada Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam dengan kata–kata kasar hingga para sahabat hendak melakukan
tindakan kepada lelaki tersebut, tetapi dicegah oleh Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam: “Biarkanlah, sebab pemilik hak berhak untuk berbicara!”.
Selanjutnya Beliau memerintahkan supaya para sahabat membeli unta untuk
melunasi hutang unta Beliau kepada lelaki yahudi itu. Para sahabat lalu mencari
unta, tetapi tidak menemukan kecuali unta yang lebih tua daripada unta yahudi
yang dihutang oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam.
Dalam hal menagih hutang juga demikian,
seseorang sangat dianjurkan untuk bersikap santun serta tetap bisa mengontrol
diri, “Barang siapa yang menuntut hak maka hendaknya dia menuntutnya dalam
sikap menjaga diri (Afaaf), baik saat mendapat atau tidak mendapatkan haknya!”HR
Ibnu Majah – Ibnu Hibban, bahkan jika bisa dan mungkin atau dalam kondisi
tertentu maka sebaiknya hutang itu diputihkan saja, Nabi shallallahu alaihi
wasallam bersabda: “Para malaikat menyambut roh seorang lelaki sebelum
kalian, mereka: Adakah sedikit amal yang kamu lakukan? Lelaki itu menjawab:
Saya memerintahkan para pemudaku supaya menangguhkan orang kaya dan membebaskan
orang yang susah”HR Bukhari, “Ada seorang pedagang yang memberi
hutang kepada orang–orang, lalu ketika pedagang itu melihat ada orang yang
kesulitan maka segera dia berkata kepada para anak buah: Bebaskanlah dia,
semoga Allah juga membebaskan dari kita!, Allah lalu membebaskan pedagang itu
(dari dosa–dosa) “Muttafaq Alaihi. Sikap ini sebagai implementasi
dari firman Allah, “Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran,
maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedakahkan (sebagian atau
seluruh piutang) itu, lebih baik bagimu jika kamu mengetahui “QS al
Baqarah: 280.
Surat al Maa’uun
Sikap murah hati dan gampangan juga diajarkan
dalam Alqur’an surat al Maa’uun yang artinya, ”dan mereka mencegah
(ogah atau tidak mau menolong dengan) barang berguna“QS al Maa’uun: 7,
di sini Allah memasukkan orang yang ogah menolong dengan barang berharga dalam
kategori orang yang mendustakan agama, artinya Allah memmerintahkan seseorang
agar menjadi seorang pemurah dan menjadi penolong orang lain dengan
barang–barang berharga (salah satu tafsir dari kata al Maa’uun)
miliknya. Dalam tafsir at Tahriir Wat Tanwiir, Syekh Muhammad Thohir bin
Asyur menuturkan:
[Kata al Maa’uun, menurut Said bin
Musayyib dan Ibnu Syihab, adalah salah satu istilah untuk harta benda
yang berlaku di kalangan suku Quresy. Kaitannya dengan mereka, saat itu mereka
enggan mengeluarkan sedekah, padahal
ketika itu (periode Makkah) mengeluarkan sedekah untuk para fakir dan miskin
hukumnya wajib meski tiada batasan–batasan tertentu (sebelum diwajibkan zakat).
Menurut Imam Malik, seperti dinukil oleh Asyhab, al Maa’uun artinya
adalah zakat sebagaimana syair gembala berikut ini:
قَوْمٌ عَلَي اْلإِسْلاَمِ لَمَّا يَمْنَعُوْا مَاعُوْنَهُمْ وَيُضَيِّعُوا التَّهْلِيْلاَ
Kaum yang memeluk islam,
ketika mereka mencegah (tidak mau)
berzakat maka mereka menyia – nyiakan sholat
Tafsiran al Maa’uun yang umum
dimengerti oleh khalayak ialah perabot rumah tangga dan alat lain untuk
pertanian seperti sabit, cangkul dsb di mana tiada kerugian bagi pemilik jika
dia meminjamkan perabot atau alat–alat tersebut. Termasuk al Maa’uun
adalah tempat berteduh atau tanah kosong yang bisa dipakai untuk menaruh
barang].
Sikap pemurah dan gampang memberikan harus
juga diambil dalam urusan air, api dan garam. Aisyah ra bertanya: “Wahai
Rasulullah, sesuatu apakah yang tidak boleh dicegah? Beliau bersabda: “Air,
garam dan api”, Aisyah berkata: Wahai Rasulullah, kalau air kami sudah
memaklumi, lantas kenapa dengan garam dan api? Beliau menjawab: “Wahai
Humaira’!, barang siapa yang memberikan api maka sungguh sama halnya dia
bersedekah dengan seluruh yang matang karena api tersebut, dan barang siapa
yang memberikan garam maka sama halnya dia bersedekah dengan semua yang lezat
karena garam itu”, Beliau melanjutkan: “dan barang siapa yang memberikan
minum seteguk kepada seorang muslim pada saat ada (banyak) air maka sama halnya
dia memerdekakan budak, dan barang siapa yang memberikan minum seteguk seorang
muslim pada saat tiada air maka sama halnya dia menghidupkannya (seorang
budak)”HR Ibnu Majah.
Keuntungan yang Besar
Dengan menjadi pribadi yang murah hati, seseorang
sangat berpeluang meringankan atau menghilangkan derita dan beban saudara
seiman, dan ini berarti dia berhak menerima janji dari Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam: “Barang siapa yang meringankan dari orang beriman satu
derita dari berbagai derita dunia maka Allah pasti meringankan darinya satu
darita dari berbagai derita hari kiamat. Barang siapa yang memudahkan orang
yang kesulitan maka Allah akan memberikan kemudahan baginya di dunia dan
akhirat…”HR Muslim. Syekh Ali Ahmad at Thohthowi berkata: “Ada
rahasia tersimpan dalam hadits ini, yaitu janji bahwa seorang yang meringankan
derita atau mumudahkan kesulitan orang lain pasti mendapat keuntungan besar
berupa menutup ajal dengan baik atau mati dengan membawa Islam, Husnul
Khatimah, sebab seorang kafir di akhirat sama sekali tidak dikasihi olehNya
serta tiada sedikitpun derita dan kesulitan mereka diringankan. Beliau
melanjutkan: Dari hadits ini juga bisa dipetik sebuah pengertian mengenai
anjuran mengeluarkan uang tebusan untuk seorang muslim yang ditawan oleh orang
kafir, menyelamatkan seorang muslim dari tangan orang-orang zhalim serta
membebaskannya dari penjara. Disebutkan bahwa ketika keluar dari penjara, maka
Nabi Yusuf as menuliskan di pintu penjara: “Ini adalah kuburan orang yang
hidup, kepuasan para musuh, dan bahan
ujian (kesetiaan) bagi teman – teman”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar