Translate

Kamis, 31 Oktober 2013

SEMANGAT BERDERMA & BERDARMA BAKTI UNTUK ORANG LAIN

Untuk mencapai derajat luhur di sisi Allah swt yang disebut dengan wushul, ‎maqom, atau idrok, banyak jalan yang bisa ditempuh kaum muslimin, laksna pepatah : ‎‎“Banyak jalan menuju Roma” sesuai dengan status, dan kecenderungan masing-masing. ‎ Menurut Ibnu Qudamah Al-Maqdisi, status orang yang menempuh jalan luhur ‎kepada Allah swt dapat dikelompokan menjadi enam : 1 ) ahli ibadah; orang yang tekun ‎dan serius beribadah siang malam, 2 ) alim ; orang berilmu dan kesehariannya dihabiskan ‎untuk aktifitas mengamalkan ilmu kepada masyarakat, 3 ) muta’allim; orang yang ‎menghabiskan waktunya untuk menuntut ilmu, 4 ) pejabat; penguasa yang bertanggung ‎jawab terhadap kehidupan rakyatnya, 5 ) pekerja; sehari-harinya bekerja mencari nafkah ‎keluarganya, dan 6 ) orang yang tenggelam ( mabuk ) dalam cinta (ekstase ) kepada Allah ‎swt.‎ Apapun statusnya, ada satu jalan yang otomatis harus ditempuh oleh orang yang ‎menghendaki derajat luhur di sisi Allah swt. Jalan asasi itu adalah sakho’ (murah tangan ‎‎). Sakh’ bisa berarti suka berderma ( dengan harta ), bisa juga berarti umum, yaitu setiap ‎kegiatan darma bakti yang memberikan manfaat pada orang lain, seperti ringan tangan, ‎suka menolong, dan trengginas dalam mengulurkan bantuan, sampai ketingkat berkorban ‎untuk orang lain baik dengan harta, tenaga, pikiran, maupun lainnya. Dengan murah ‎tangan, orang rela berpayah-payah dan mau repot demi orang lain.‎ Murah tangan ini sifatnya universal dan lintas batas,baik jenis, golongan, suku, ras, ‎maupun agama. Namun, paling tidak, dalam lingkup komunitas kecil kaum muslimin ( ‎kutlah ) sikap itu dapat diterapkan secara lebih ideal. Semakin seseorang murah tangan ‎berarti kian baguslah derajatnya. Dalam hadits Rasulullah saw disebutkan : ‎ ‎ ‎ Seluruh makhluk adalah “keluarga” Allah. Sebaik-baik “ keluarga” Allah adalah orang ‎yang paling bermanfaat dikalangan keluarga-Nya. (H.R. Tabharani )‎ Sikap ringan tangan untuk orang lain merupakan pengejawantahan dari orientasi ‎pemikiran bernilai luhur yang diajarkan oleh agama Islam. Sementara pemikiran ‎berorientasi biasa bahkan rendah adalah semangat beramal dan berkaya yang terbatas ‎untuk kepentingan diri sendiri ( individualistik ) yang disebut dengan bakhil (lawan dari ‎sakh’) baik secara harta, pikiran, tenaga, maupun jenis kemampuan lainnya. Dalam satu ‎kaidah fiqh dinyatakan :‎ ‎“Amal yang bermanfaat untuk diri sendiri sekaligus untuk orang lain nilainya lebih afdhol ‎dibanding dengan amal yang bermanfaat secara terbatas untuk diri sendiri.”‎ Atas dasar ini, Imam Fudhail bin Iyadh mengatakan bahwa orang yang ‎mencapai derajat luhur di sisi Allah swt bukanlah orang yang banyak puasa juga bukan ‎orang yang banyak sholat,karena puasa dan sholat bermanfaat untuk diri sendiri, ‎melainkan orang yang memiliki sikap mental : 1 ) murah tangan, 2) polos hati, 3 ) ‎memberi nasehat ummat ( berdakwah ), karena hal itu bermanfaat bagi orang lain ‎disamping bermanfaat pada dirinya sendiri.‎ Pendapat ini ditegaskan oleh Syekh Akbar Ibnu Arabi. Guru besar tasawuf yang ‎dituduh “sesat” oleh Imam Asy-Syaukani, Syekh Izzuddin bin Abdussalam, dan Ibnu ‎Taimiyah, sementara menurut mayoritas ulama ahli tasawuf beliau adalah seorang wali ‎besar, berpesan bahwa thariqat yang di tempuh untuk mencapai derajat luhur di sisi Allah ‎swt adalah thariqat yang di bangun di atas landasan : 1 ) Al-Qur`an, 2) As-Sunnah, 3 ) ‎kepolosan hati, 4 ) murah tangan, 5 ) menghindari keras hati, dan 6 ) memaafkan ‎kesalahan teman. ‎ Orang-orang besar di masa Islam maupun di masa jahiliyah sama di kenang ‎jasanya tidak lebih karena memiliki sifat murah tangan pada orang lain. Nabi Ibrahim as ‎misalnya.Beliaulah orang pertama yang mempelopori trdisi memuliakan dan menjamu ‎makan tamu.Murah tangan tampak dapat memperbaiki nama dan mengangkat derajat di ‎mata masyarakat maupun dalam pandangan Allah swt. Dalam hadits dinyatakan :‎ ‎“Orang yang murah tangan dekat dengan Allah,dekat dengan masyarakat,dekat dengan ‎surga,dan jauh dari neraka.Sesungguhnya orang jahil yang murah tangan lebih dicintai ‎Allah ta`ala daripada ahli ibadah yang bakhil”. ‎ ‎( H.R. Tirmidzi )‎ Kaum muslmin dengan demikian seharusnya menghiasi jiwanya dengan sifat ‎murah tangan baik harta maupun kemampuan lainnya,lebih-lebih para dai,karena sifat itu ‎memilki pengaruh positif yang besar pada sasaran dakwah (mad`u ). Apalagi dinyatakan ‎dalam sebuah hadits bahwa orang beriman aslinya tidak mungkin bertabiat kikir ‎disamping tidak mungkin bertabiat khianat.‎ Pada periode Rasulullah saw,banyak tokoh dan orang awam masuk islam karena ‎kedermawanan beliau yang lebih dari laksana angina berhembus.Seseorang datang dan ‎beliau berikan kambing diantara dua gunung.Dia lalu pulang menemui kaumnya dan ‎berkata :”Wahai kaumku,masuk Islamlah,sesungguhnya Muhammad kalau memberi tidak ‎takut miskin.“Sahabat Anas bin Malik menambahkan “ Ada seseorang masuk islam ‎dengan target demi meraih dunia, namun tidak berapa lama,Islam menjadi lebih dia cintai ‎daripada dunia dan isinya.” Rasulullah saw bersabda:‎ ‎“Wahai anak turun adam.Bila kamu mengerahkan segenap kemampuanmu itu lebih baik ‎bagimu.Bila kemampuanmu itu kamu kekang maka itu berakibat buruk bagimu.Kamu ‎tidak akan di cela sebab pola hidup cukup menjadi pilihanmu.Mulailah dengan orang-‎orang yang nafkahnya menjadi tanggung jawabmu.Tangan di atas ( memberi) lebih baik ‎daripada tangan di bawah (meminta )”. (H.R.Muslim ) ‎ Pangkal dan cabang dari murah tangan sesungguhnya adalah berbaik sangka ‎kepada Alloh swt (husnudzdon bilah).Orang yang sangkaannya kepada Alloh swt positif ‎dia akan mudah bermurah tangan.Sebaliknya,pangkal dan cabang kikir adalah berburuk ‎sangka kepada Alloh swt (su’udzdzon billah).Orang yang sangkaannya kepada Alloh ‎negatif,dia akan cenderung bersikap bakhil.Jadi,seseorang bermurah tangan atau ‎tidak,amat terkait dengan tingkat keimanannya kepada Alloh swt.Musa ad-Dinawari ‎berkata:‎ ‎“Murah tangan terhadap apa yang dimiliki merupakan puncak murah tangan.Sedangkan ‎kikir terhadap apa yang dimiliki merupakan buruk sangka kepada Dzat yang patut ‎disembah.”‎ Setiap orang tidaklah sama kemampuan dan kecenderungannya.Keragaman dalam ‎hal kemampuan dan kecenderungan merupakan kehendak Alloh swt.Dia sendiri yang ‎mengaturnya.Keragaman itu seyogyanya disukuri dengan mempergunakan potensi dan ‎kecenderungan yang dimiliki masing-masing sebaik-baiknya.Tanpa harus iri,silau,atau ‎‎“memandang jauh” orang lain.Imani dan tanamkanlah rasa percaya diri.Inilah barangkali ‎hikmah diciptakannya keragaman,yaitu agar tumbuh kompetisi dalam berbuat ‎kebaikan,termasuk berkompetisi dalam hal bermutrah tangan.Firman Alloh swt :‎ ‎“Dan masing-masing (Individu,jamaah atau ummat) memiliki kiblat (arah kecenderungan) ‎sendiri-sendiri.Alloh lah yang mengatur kiblat itu.Maka berlomba-lombalah kamu dalam ‎berbuat kebajikan.”(QS.Al Baqoroh: 148)‎ Khlolifah Ali bin Abi Tholib,sebagaimana dituturkan oleh Ibnu abi Hatim ‎mengatakan:‎ ‎ “Barangsiapa dianugerahi Alloh kemampuan harta maka hendaklah dia pergunakan ‎harta itu untuk menjalin hubungan sanak kekerabatan.Untuk menjamu tamu dengan ‎baik,untuk mengentas orang yang menderita,mengentas tawanan,menolong ibnu ‎sabil,fakir miskin,dan membantu para pejuang.Dan hendaklah ia bersabar atas bencana ‎yang penimpa hartanya.Dengan sikap itulah dia akan memperoleh kemuliaan di dunia ‎dan keluhuran di akherat.”‎ Hasan Al Bashri ditanya,‎ ‎”Siapakah dermawan itu?” Dijawabnya: “Orang yang seandainya memiliki dunia dan ‎menginfaqkannya dia masih melihat ada hak-hak yang masih belum ditunaikannya.”‎ Berikut ini adalah kisah yang menggambarkan darmabakti generasi sahabat.Usai ‎peperangan Yarmuk,Hudzaifah Al-Adawi pergi mencari anak pamannya di antara para ‎pasukan yang terbunuh.Dia membawa air dengan harapan jika anak pamannya masih ‎memiliki sisa-sisa hidup dia akan memberinya minum.Benar,ternyata anak pamannya itu ‎masih memiliki sisa-sisa hidup di antara orang-orang yang terbunuh.Katanya: “Apakah ‎anda butuh minum?” Anak pamannya mengiyakan dengan isyarah.Tiba-tiba terdengar ‎seseorang tidak jauh darinya menjerit kesakitan.Anak pamannya yang tengah kesakitan ‎dan kehausan itu memberi isyarah kepada Hudzaifah Al adawi untuk pergi memberi ‎minum kepada orang yang menjerit itu.Orang yang menjerit itu ternyata Hisyam bin ‎Ash.Hudzaifah Al-Adawi berkata:”Apakah anda butuh minum?” Hisyam bin Ash ‎mengiyakan.Tiba-tiba,berikutnya terdengar seorang terluka yang lain menjerit ‎kesakitan.Hisyam bin Ash memberi isyarah kepadanya cepat pergi memberi minum orang ‎yang menjerit itu.Hudzaifah Al Adawi berbegas menemuinya,ternyata dia sudah ‎wafat.Dia lalu kembali ke Hisyam bin Ash.Didapati Hisyam bin Ash juga wafat.Dia terus ‎berlari menuju anak pamannya.Ternyata anak pamannya juga telah wafat.‎ Wallohu A’lam

Tidak ada komentar: