Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
إِسْتَعِيْنُوْا عَلَى إِنْجَاحِ حَوَائِجِكُمْ بِالْكِتْمَانِ
“Jadikan menyimpan sebagai penolong mendapatkan kebutuhan-kebutuhan kalian”(HR Thabarani)
Banyak jalan yang harus dilalui oleh manusia untuk mendapatkan maksud keinginan. Di antara cara yang mungkin sering dilupakan adalah Menyimpan (Kitmaan) dalam arti tidak membeberkan maksud keinginan kepada orang lain sebelum keinginan itu tercapai. Hal ini karena setiap nikmat pasti diikuti oleh perasaan iri dari orang lain yang akibatnya sebelum nikmat itu didapatkan maka sangat mungkin orang lain akan melakukan upaya penggagalan. Inilah yang melatarbelakangi mengapa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berpesan demikian seperti disebut dalam lanjutan hadits di atas:
...فَإِنَّ كُلًَ ذِيْ نِعْمَةٍ مَحْسُوْدٌ
“...karena sungguh setiap pemilik nikmat itu dihasudi (ada orang yang iri kepadanya)”
Anjuran menyimpan ini sama sekali tidak bertentangan dengan hadits-hadits yang menganjurkan supaya nikmat diceritakan kepada orang lain (Tahadduts Binnimah), sebab menceritakan nikmat adalah ketika nikmat sudah didapat sementara menyimpan adalah ketika nikmat itu masih dalam harapan dan pencarian (belum didapatkan). Dari hadits ini orang-orang berakal (Uqala) mengambil pelajaran bahwa barang siapa hendak bermusywarah maka semestinya ia berusaha menyimpan dan melipat dengan baik rahasianya. Imam Syafii berkata, “Barang siapa menyimpan rahasianya maka kebaikan berpihak kepadanya” .
Sebagian ahli Hikmah berkata, “Barang siapa menyimpan rahasianya maka pilihan ada padanya. Betapa banyak membocorkan rahasia menjadi sebab darah pemiliknya mengalir dan mencegah maksud keinginan” sebagian lagi berkata, “Rahasiamu adalah darahmu, jika kamu ceritakan berarti kamu telah mengalirkan darahmu”.
Anu Syirwan berkata, “Ada dua keuntungan yang diperoleh dari menyimpan rahasia; mendapatkan maksud keinginan dan selamat dari bahaya yang mengancam” . Dalam tebaran hikmah juga dikatakan, “Milikilah sendiri rahasiamu, jangan titipkan kepada orang yang teguh yang bisa mengakibatkan dia runtuh. Atau orang bodoh yang menjadikan ia berulah” Kendati demikian ada sebagian rahasia yang mesti harus diketahui oleh teman dekat atau orang yang dimintai pendapat. Dalam kasus ini seorang harus berhati-hati dan meneliti sipakah orang yang layak ia percaya. Sebab tidak setiap orang yang dapat dipercaya memegang harta bisa dipercaya bisa menyimpan rahasia. Sungguh menjaga diri dari harta (Iffah) lebih mudah daripada menghindarkan diri dari membocorkan rahasia.
Ar Raghib berkata, “Menyebarkan rahasia pertanda minusnya kesabaran dan dada yang sempit di mana hal ini menjadi ciri lelaki lemah dan para wanita. Menyimpan rahasia menjadi hal yang sulit dilakukan karena manusia memiliki dua kekutan mengambil (Aakhidzah) dan kekuatan memberikan (Muthiyah) di mana keduanya sangat ingin mendapat aktivitas yang istimewa. Andai saja Allah tidak menentukan Muthiyah agar menampakkan isinya niscaya anda tidak akan mendapat kabar apapun dari orang yang tidak anda dorong (untuk memberikan kabar kepada anda). Karena itulah wajib bagi manusia untuk menahan kekuatan Muthiyah dan tidak melepaskannya kecuali jika wajib dilepaskan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar