Translate

Sabtu, 29 Oktober 2016

Seratus Nyawa Sang Ibunda




Sa’ad bin Abi Waqqosh

Sa’ad bin Abi Waqqosh, salah satu sahabat yang diberi kabar masuk surga ini masuk islam saat berusia sembilan belas tahun. Keislaman Sa’ad tak lain karena peran Abu Bakar yang dengan sangat meyakinkan memberikan penjelasan akan kebenaran islam kepada Sa’ad. Saat datang kepada Nabi Saw untuk menyatakan masuk islam pun Sa’ad mendapat sambutan yang cukup hangat. Ketika menyambut kedatangan Sa’ad Nabi Saw bersabda: “Ini adalah Khol (paman dari ibu) ku, barang siapa mau maka silahkan menampakkan Kholnya kepadaku”. Meski Sa’ad bukan saudara ibunda Nabi Saw, tetapi  Sa’ad berasal dari Bani Zahroh sama dengan ibunda Beliau Saw.

Mendengar keislaman anaknya, ibunda Sa’ad tidak menerima dan berusaha mengajak anaknya supaya kembali dari mengikuti Muhammad.  Sang ibu yang sudah mengakui bahwa anaknya adalah seorang yang sangat berbakti kepada orang tua berkata: “Wahai Sa’ad, bukankah kamu telah mengerti bahwa Alloh memerintahkan supaya sanak kerabat disambung dan supaya seorang anak taat dan berbakti kepada orang tuanya?” Sa’ad mengiyakan, lalu ibundanya berkata: “Demi Alloh aku tak akan makan dan minum sehingga kamu mengingkari agama Muhammad dan kembali menyembah berhala Isaf dan Na’ilah” . Selanjutnya sehari semalam ibunda Sa’ad sama sekali tidak makan dan minum meski keluarganya telah memaksanya makan dan minum dengan membuka paksa mulutnya. Pada hari kedua juga demikian, ibunda Sa’ad tetap melakukan aksi mogok makannya hingga tubuhnya pun lemah. Menyaksikan kondisi ini, Sa’ad dengan mantap berkata kepada ibunya: “Ketahuilah wahai ibuku, demi Alloh andai engkau memiliki seratus nyawa lalu satu persatu keluar maka saya tak akan pernah meninggalkan agama Muhammad. Terserah sekarang apakah engkau mau makan atau tidak”. Merasa bahwa upaya untuk mengembalikan agama anaknya kepada berhala gagal, ibunda Sa’ad akhirnya menghentikan aksi mogok makan.

Disebutkan pula bahwa ibunda Sa’ad juga pernah hendak mengurung Sa’ad. Ini bermula ketika mengerti bahwa anaknya telah menjadi pengikut Muhammad maka begitu anaknya berada di depan pintu rumah, ibunda Sa’ad berteriak: “Tolong barangkali ada orang yang membantuku menangkap dan mengurung anak ini di kamar sampai dia mati atau meninggalkan agama Muhammad”  Mendengar teriakan seperti ini Sa’ad yang hendak masuk rumah bergegas lari menjauh dari rumahnya, tetapi sebelum itu dia sempat berkata kepada ibunya: “Saya tak akan pernah kembali kepadamu juga tak akan mendekati rumahmu”. Untuk beberapa lama Sa’ad benar – benar tidak pulang lagi ke rumah sampai akhirnya ibundanya menyerah dan menyuruh orang agar mencari dan mengajak Sa’ad kembali ke rumah. Kepada orang yang disuruh mencari itu, ibunda Sa’ad berpesan: “Katakan kepada Sa’ad supaya kembali ke rumah, jangan membikin malu keluarga!” 


Sa’ad pun pulang ke rumah dengan segala perlakuan ibundanya yang telah berubah. Kadang baik dan bersahabat, tetapi kadang terlihat begitu jahat. Seringkali ibunya berkata: “Lihatlah saudaramu Amir, dia anak yang berbakti, tidak meninggalkan agamanya dengan menjadi pengikut Muhammad” . Tetapi sikap ibunda Sa’ad kepada Amir juga akhirnya berubah bahkan semakin parah ketika Amir telah mengakui islam sebagai agama kebenaran. Bentakan dan siksaan fisik seringkali dirasakan oleh Amir setiap hari hingga akhirnya Amir terpaksa ikut berhijroh ke Habasyah. Benturan antara anak yang setia dengan islam dan ibunda yang teguh dengan kekafiran pada saatnya juga pernah menimbulkan kegaduhan. Ketika itu Sa’ad pulang ke rumah dan melihat banyak orang berkerumun di depan rumahnya. Sa’ad bertanya ada apa ini? mereka menjawab: “Ini ibumu, dia menyiksa Amir dengan berjanji tak akan berdiri di bawah tempat berteduh, tak akan makan dan minum sehingga Amir kembali dari mengikuti Muhammad” karena jengkel dengan ulah ibunya, Sa’ad lalu berkata: “Demi Alloh wahai ibu, engkau tak akan berteduh, tak makan dan minum sehingga engkau menempati tempatmu di neraka”

Tidak ada komentar: