Translate

Minggu, 30 Oktober 2016

Memendam Rasa, Mengikat Asa



Utsman bin Affan


Dua orang lelaki sedang bercengkrama di samping Ka’bah. Orang pertama bertanya: “Apakah kamu telah mendengar berita penting yang sekarang banyak dibicarakan oleh penduduk Makkah?” orang kedua menjawab: “Ia, aku mendengar Muhammad mengumumkan kepada seluruh orang bahwa dirinya adalah utusan Allah untuk menunjukkan bangsa Arab dan mengentas mereka dari sesat kekafiran menuju cahaya keimanan” orang pertama bertanya: “Lalu bagaimana menurutmu?”  “Demi Allah, Muhammad pasti jujur, sungguh dia sebaik - baik pemuda Quresy serta sudah dikenal dengan sifat amanahnya” jawab orang kedua.

Saat kedua orang itu asyik berbicara, tiba - tiba semerbak bau harum tercium. Mereka lalu menoleh ke arah datangnya bau harum tersebut dan mata mereka pun segera menemukan seorang pemuda dengan penampilan indah, penuh ketenangan dan tampak sekali bahwa pemuda bertubuh sedang itu adalah orang kaya raya dan terhormat. Salah seorang dari mereka bertanya: “Siapa pemuda berwibawa itu?” temannya menjawab: “Apakah kamu belum mengenalnya? dia adalah Utsman bin Affan, tokoh pemuda Quresy yang terkenal sangat dermawan” mendengar ini, si penanya dengan tersenyum - senyum berkata: “Ia, ia, aku pernah mendengar tentangnya, tetapi baru kali ini aku melihatnya”  temannya bertanya: “Lalu apalagi yang kamu dengar tentangnya? “ Si penanya menjawab: “Aku mendengar bahwa pemuda itu selalu memuliakan tamu, menolong orang yang membutuhkan, membantu orang miskin, gemar sekali meringankan beban orang yang kesusahan, dan rumahnya menjadi tempat tujuan para pengembara serta tempat istirahat para tamu. Sungguh pemuda itu suka memberi dengan rahasia dan tak pernah bangga dengan apa yang telah dia berikan”

Begitulah Utsman bin Affan sebelum islam, dia pemuda yang terpandang dan kaya raya. Perdagangannya meluas merambah Jazirah Arabia dari mulai Syam, Yaman hingga Iraq dengan angkutan ratusan unta. Pada ketika itu Utsman adalah konglomerat papan atas suku Quresy. Meski demikian, Utsman tetaplah pemuda yang pemalu dan suka merendah. Sampai pada akhirnya sifat pemalu ini harus dibayarnya mahal dengan perasaan, dengan hasratnya sebagai pemuda yang mendamba seorang dara jelita.

Ruqayyah, demikian nama gadis berparas elok dan indah tersebut. Maklum ayahnya adalah Muhammad Saw dan ibundanya adalah Khadijah. Semua pemuda Quresy bermimpi bisa menyuntingnya sebagai isteri, termasuk pemuda kaya raya Utsman bin Affan. Akan tetapi rasa malu menjadikan Utsman surut langkah, lidahnya keluh untuk berkata mengungkapkan hasrat keinginannya. Sampai akhirnya putaran waktu membawa Ruqayyah menjadi isteri Utbah bin Abu Lahab. Kabar pernikahan Ruqayyah  tentu saja sangat memukul Utsman. Hatinya sangat sedih dan kecewa. Kenyataan ini terus saja menghantui dan mengusik ketenangannya hingga ia datang mengeluh kepada bibinya yang bernama Su’daa, wanita yang selama ini dikenal sebagai pemilik firasat jitu dan apa yang ia ucapkan senantiasa benar.

Kepada saudara ibundanya itu, Utsman menumpahkan kesedihannya: “Wahai bibiku, sejak lama saya merindukan bisa memperistri  Ruqayyah, tetapi justru dia kini menjadi isteri orang lain. Apa yang harus saya lakukan? “ Sang bibi balik bertanya: “Lalu kenapa kamu tidak datang melamar Ruqayyah kepada ayahnya sebelum Utbah menikahinya?”Utsman menjawab: “Bibi telah mengerti bahwa saya sangat pemalu, tak mungkin ada keberanian muncul untuk datang kepada ayahnya, seorang yang sangat mulia dan berwibawa” Su’da berkata: “Jangan sedih Utsman, suatu hari nanti Ruqayyah pasti menjadi milikmu” dengan penuh ragu Utsman bertanya: “Bagaimana bisa, Utbah telah menyuntingnya” Su’da menjawab: “Wahai Utsman, ayah Ruqayyah adalah manusia agung, kelak nanti akan terjadi suatu hal besar, dunia akan berubah sebab ayah Ruqayyah, dan Ruqayyah akan menjadi isterimu”

Beberapa hari berlalu sedang kata - kata Su’da masih terngiang di telinga. Utsman terus bertanya:  “Terjadi ini terjadi itu, lalu apa hubungannya dengan diriku yang akan bisa memiliki Ruqayyah, sementara kenyataannya wanita rupawan itu telah menjadi milik orang?” Sampai pada suatu hari Utsman bertemu dengan Abu Bakar yang sejak lama menjadi kawan karibnya. Kepada Abu Bakar, Utsman menceritakan perihal perkataan Su’daa.Mendengar cerita Utsman, Abu Bakar menegaskan: “Bibimu benar, Muhammad adalah Utusan Allah, dia mengajak kepada RisalahNya dengan rahasia. Maukah kamu datang menghadap kepadanya bersamaku?” ajakan ini langsung disambut Utsman dengan gembira hati berbunga. Mereka beduapun segera datang kepada Nabi Saw. Nabi Saw bersabda: “Wahai Utsman, patuhilah Allah, sungguh aku adalah utusanNya kepadamu dan seluruh manusia!” Utsman menjawab: “Ia, wahai Rasulullah, saya bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah utusanNya “

Setelah menyatakan diri masuk islam di rumah Arqam bin al Arqam tersebut, Utsman beberapa hari tidak muncul hingga membuat hati Abu Bakar tercekam resah. Akhirnya pada suatu saat ketika Abu Bakar sedang membaca Alqur’an di rumahnya, Utsman datang dengan raut muka seperti kelelahan. Abu Bakar segera menyambutnya dengan sangat senang. “Di mana kamu wahai Utsman, kenapa lama tidak kelihatan. Aku khawatir kesusahan menimpamu. Kiranya ada apa, tolong ceritakan!”  Utsman pun bercerita:

Setelah mengetahui keislamanku, Hakam bin al Ash pamanku bertanya: “Apakah kamu meninggalkan tuhan - tuhan kami dan mengikuti agama baru yang belum pernah dikenal oleh nenek moyang kita?” Aku menjawab: “Wahai paman, tuhan - tuhan kalian itu hanyalah bebatuan bisu yang tidak bisa memberi manfaat atau menolak bahaya. Sebaiknya engkau meninggalkannya dan mengikuti agama Muhammad, agama kebenaran dan keadilan. Mendengar ini paman memukulku dan kemudian mengurungku di kamar gelap tanpa sama sekali memberiku makan dan minum. Aku bersabar dan mengatakan kepada paman bahwa aku tak akan meninggalkan agama Muhammad meski dia membunuhku. Melihat keteguhanku, dengan kemarahan masih meluap paman akhirnya melepaskanku. Aku berkata kepadanya: Saya sama sekali tidak peduli dengan kemarahan dan kerelaanmu. Hal terpenting bagiku adalah mendapat ridha Allah dan RasulNya”.


Setelah Rasulullah Saw berdakwah dengan terang - terangan maka tekanan orang - orang kafir semakin menjadi. Salah satu wujud tekanan itu adalah dengan memutuskan hubungan besan dengan Nabi Saw. Isteri Abu Lahab, Ummu Jamil datang kepada Nabi Saw dan berkata: “Aku mengembalikan puterimu Ruqayyah isteri anakkku Utbah, dan Ummu Kultsum istri anakku Utaibah” Ummu Jamil melanjutkan: “Kami tak sudi punya besan sepertimu yang membodohkan agama kami dan menghinan berhala - berhala kami” Akhirnya apa yang dulu dikatakan oleh Su’daa menjadi kenyataan. Ruqayyah kemudian diperistri oleh Utsman setelah diceraikan oleh Utbah. Dalam Sirah Ibnu Hisyam disebutkan bahwa Ruqayyah belum sempat tersentuh oleh Utbah. Setelah menceraikan Ruqayyah, Utbah lalu menikahi puteri Said bin al Ash. 

Tidak ada komentar: