Translate

Selasa, 04 Maret 2014

KEMBALI KEPADA SYARI’AT ISLAM

Allloh Subhanahu waTa’ala berfirman: “Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak bertahkim kepada Thogut,padahal mereka telah dipertintahkan mengingkari Thoghut itu.Dan setan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya” (QS.An Nisa’ 60) Manusia,disamping memiliki watak-watak positif juga memiliki watak-watak negatif.Diantara watak-watak negatif itu,seperti diingatkan Al Quran,ialah makhluk mulia ini cenderung ingkar,kufur dan tidak berterimakasih terhadap karunia besar yang diterimanya.Salah satu pembentuk faktor ini adalah manusia menganggap karunia agung yang diterimanya sebagai hal yang biasa. Adanya matahari,udara,air,gigi,mata,akal serta ragam jenis binatang dan tumbuhan misalnya,sesungguhnya merupakan karunia yang amat agung.Namun,karena hal-hal itu dianggap biasa,manusia cenderung mengingkarinya.Setiap hari bahkan setiap saat manusia bergaul dan bergumul dengan hal-hal itu,sehingga dia tidak sempat merenungkan dan tidak merasakan keagungannya.Seperti halnya istri,Isteri cenderung durhaka kepada suami yang berbaik hati kepadanya,kerap disebabkan ia menganggap tanggungjawab dan nafkah suaminya sebagai hal biasa saja,tidak istimewa.Firman Alloh swt: “Sesungguhnya manusia itu amat ingkar tidak berterimakasih kepada Tuhannya,dan sesungguhnya dia sangat bakhil karena cintanya kepada harta.” (QS Al Aadiyat; 6-8) Bentuk tidak adanya terimakasih kepada Alloh swt itu tampak,misalnya,dari kontrasnya apa yang diucapkan manusia dengan apa yang diperbuatnya.Setiap saat manusia muslim mengaku dan mempersaksikan bahwa tiada Tuhan selain Alloh,sholat,ibadah,hidup dan matinya hanya dipersembahkan bagiNya,dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusannya.Namun,fakta perbuatannya,hukum-hukum Alloh dan Rosululloh yang diakuinya itu tidak ditegakkan dan enggan diperjuangkan.Justru mengambil hukum-hukum Thoghut,yaitu hukum-hukum selain dari Alloh swt dan Rosululloh saw atau hukum-hukum yang tidak mengacu kepada Al Quran dan Sunnah.Hukum-hukum Thoghut itu dijadikan supremasi dan dijunjung tinggi-tinggi ,tanpa rasa berdosa,sementara Syari’at Islam dianggap biasa,tidak memiliki nilai-nilai keunggulan yang patut dibanggakan. Hasil dari kenyataan ini adalah dominannya orang-orang yang beragama Islam secara statis.Mereka puas dengan hanya sekedar pengakuan syahadatnya,masjidnya yang ribuan,atribut-atribut keislaman,semaraknya kegiatan keislaman,dan ritual lainnya.Sementara berkaitan dengan undang-undang ,peraturan dan perilaku dimasyarakat,mereka diam.Seakan-akan mereka melakukan tawar-menawar dengan Alloh bahwa kalau soal ritual menjadi urusan agama,sedang urusan hukum,politik dan ekonomi,adalah wilayah mereka sendiri yang bisa diubah dan ditetapkan menurut kehendaknya.Suatu bentuk sikap keagamaan yang tidak totalitas. Kenyataan ini,paling tidak,tampak dari gagalnya Syari’at Islam (yang tersurat dalam Piagam Jakarta) dimasukkan dalam Undang-Undang Dasar pada sidang MPR beberapa waktu lalu,sementara wakil-wakil rakyat yang duduk di dalamnya mayoritas beragama Islam di satu sisi dan disisi lain masyarakat muslim yang mayoritas di bumi ini tidak bersuara,mendukungnya,malah sebagian menolak dengan terang-terangan,dengan mengatasnamakan toleransi.kemajemukan,keberagaman,keterbukaan ,kebebasan dan hak asasi manusia. Memang,siapapapun yang mengakui Alloh sebagai Tuhan,membenarkan setiap kewajiban serta memahami halal-haram sebatas kata-kata dilisan tetap patut dianggap muslim.Akan tetapi,pengakuan Alloh sebagai Tuhan itu hakikatnya merupakan kunci pembuka baginya tegaknya syari’at Islam dan berdirinya komunitas masyarakat muslim yang harus diikuti kehendak menjadikan aspek-aspek hukum seluruhnya mengacu hanya kepada Alloh swt. Negeri ini,belakangan dilanda krisis multidimensi yang tak kunjung berakhir.Kriminalitas meningkat.Moralitas merosot.Kerusakan alam.Ancaman disintegrasi.Korupsi menjadi-jadi.Pengangguran.Kebodohan.Kemiskinan.Kesenjangan dan sebagainya.Itu semua membutuhkan solusi alternatif,sementara ideologi yang disodorkan selama ini telah terbukti gagal.37 tahun setelah merdeka bukan maju tetapi malah mundur.Tidak tinggal landas,malah “landasannya tertinggal”. Solusi alternatif yang anggun dan mengesankan adalah kembali kepada Syari’at Islam sebagaimana hukum-hukum Alloh swt dan Rosululloh saw ini dahulu pernah ditegakkan dalam pemerintahan negri Pasai,Buton,Banten,Demak,Banjar,Betawi,Bima,Ternate,Makasar dsb. Cita mulia ini niscaya membutuhkan perjuangan yang keras dan tegas.Memang ada seruan lunak dalam bersikap.Namun untuk hal yang prinsipil dan tidak bisa ditawar,harus ada sikap tegas,teguh dan kokoh.Bersemangat tinggi.Bila tidak,niscaya akan diperas dan diperah.Diinjak.Didikte.Dan kaum muslimin akan kembali menjadi korban dari toleransi.Mereka harus terasing (teralienasi) di rumah sendiri.dalam hal ini sikap lembek merupakan pertanda al-wahn (lemah spiritual).Dalam pepatah dikatakan: “Jangan kamu kaku sebab kamu akan dipatahkan dan jangan pula lembek karena kamu akan diperas” Ketegaran dan ketabahan dalam menempuh jalan ini memang dibutuhkan.Sebab trend (arus besar) dunia saat ini cenderung memisahkan agama dari negara (sekularisasi),ditambah stigma (cap buruk) pada kalangan yang bergerak dalam hal itu sebagai teroris,radikal,fundamental,eksklusif,ekstrim dan sebagainya.Mantan presiden Amerika serikat Richard Nixon,misalnya,menyebut lima ciri kaum “fundamentalis Islam”: (1) Mereka yang digerakkan oleh kebencian yang besar terhadap barat,(2) mereka yang bersikeras mengembalikan peradaban Islam masa lalu dengan membangkitkan masa lalu itu,(3) mereka yang bertujuan mengaplikasikan Syari’at Islam,(4) mereka yang mempropagandakan bahwa Islam adalah agama dan negara,dan (5) mereka yang menjadikan masa lalu itu sebagai penuntun bagi masa depan.(Imarah,1999,hal 35) Di negri ini (Jawa Hokokai) menjelang kemerdekaan tahun 1945 dahulu,ada 52.000 pucuk surat dari ulama dan tokoh Islam seluruh Indonesia yang isinya berupa saran tentang dasar negara yang mesti diperjuangkan.Isinya sudah dapat diduga ialah tuntutan akan adanya negara berdasar syari’at Islam.Hal ini diungkapkan oleh Jendral A.H. Nasution pada suatu kesempatan tahun 1963.(KH.Firdaus AN,1999,hal 83) Sejarah mencatat bahwa kalangan ulama dan kyai yang tergabung dalam NU melalui KH.A Wahid Hasyim dalam persidangan BPUPKI dan PPKI telah ikut memperjuangkan negara berdasar syari’at Islam.Upaya ini gagal.Lalu dicapailah jalan tengah berupa Piagam Jakarta.Tetapi kesepakatan ini kemudian dibatalkan sehari setelah kemerdekaan.Tetapi NU sebagai partai politik ikut memperjuangkan di Majelis Konstituante.Upaya ini juga gagal.Selanjutnya pada tahun 1949 PBNU berupaya meyakinkan Bung Karno bahwa aspirasi ummat Islam tentang piagam Jakarta perlu diperhatikan kalau UUD 1945 diberlakukan kembali.Piagam Jakarta lalu ditempatkan sebagai konsideran (keterangan pendahuluan / sebagai dasar keputusan) dalam dekrit pemberlakuan kembali UUD 1945 itu.Dalam menggolkan UU yang pro-Syari’at Islam,kader-kader NU dahulu juga sangat getol. (SholahuddinWahid,2001,hal 25) Pada tanggal 4 Februari 1953,PBNU mengeluarkan surat protes atas pernyataan Bung Karno di Amuntai,Kalsel,”Kalau kita dirikan negara berdasarkan Islam,banyak daerah yang penduduknya tidak beragama Islam akan melepaskan diri,misalnya Maluku,,Bali,Flores,Timor,Kai dan juga irian Barat.”Dalam surat PBNU yang ditanda tangani oleh KH A. Wahid Hasyim (Ayahanda Gusdur) dan ditujukan kepada Presiden Soekarno itu ditegaskan,”Pernyataan bahwa pemerintahan Islam tidak akan dapat memelihara persatuan bangsa dan akan menjauhkan Irian,menurut pandangan hukum Islam adalah pernyataan yang mungkar dan tidak dapat dibenarkan Syari’at Islam dan wajib bagi tiap-tiap muslim ingkar atau tidak setujunya”.(Anshari,1997,hal,69) Kini,para pemuka agama Islam yang notabene berilmu luas seperti merubah haluan.Apakah karena merasa perjuangan lewat jalur undang-undang dasar tersebut tidak efektif lalu menempuh jalan lain yang dirasa efektif yaitu melalui legislasi undang-undang? Ataukah pilihan itu dilandasi sikap melunak dan toleransi tinggi terhadap fakta keberagamaan dan kemajemukan? Ataukah pesimis (mental kalah sebelum bertanding) Ataukah takut resiko,khawatir dihantui teror Amerika Serikat,pertimbangan membawa massa yang banyak,atau prasangka negara berlandaskan Syari’at Islam tidak lebih baik dari negara yang berideologi Plural? Wallohu A’lam.Dalam Pepatah dikatakan: “Ilmu tanpa dilandasi semangat yang bergelora maka ia serasa beku,mati dan statis” Dr.Setia Budi (Douwes Dekker) menyatakan,”Kalau tidak ada semangat Islam di Indonesia,sudah lama kebangsaan yang sebenarnya lenyap dari Indonesia” (Sholahuddin Wahid,2001,hal 93) Ayat tersebut di muka membuka mata bahwa orang-orang yang beriman kepada Alloh swt dan Rosululloh saw justru mengadopsi hukum-hukum thoghut yang mungkar,padahal itu tidak patut dan terlarang.Sementara ,mendapati sikap ini setan memberikan dukungan yang luar biasa.Secara tersirat,ayat dimuka memberikan peringatan agar sikap semacam itu dihindari jauh-jauh. Maka di tengah krisis multidimensi ini,solusi alternatif harus segera dicermati.Solusi yang paling elegan dalam hal ini adalah kembali Kepada Syari’at Islam.atau krisis ini akan terus berlanjut dan dari hari ke hari semakin parah,bahkan menjadi bumerang di kemudian hari? Jaminan Alloh swt: “Jikalau sekiranya penduduk negri-negri beriman dan bertaqwa,pastilah akan Kami limpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi” (QS. Al A’rof: 96) Perjuangan ini pasti membutuhkan kerja keras kita semua,sebagai ungkapan terimakasih kita atas karunia Alloh swt yang kita terima.Pujangga Mesir,Syauqi Bek dalam syairnya berpesan: “Bangkitalah engkau berjuang membela pendirian.Sesungguhnya hidup ini keyakinan dan perjuangan” Tegaknya Syari’at Islam di negri Madinah kiranya dapat dibuat ibroh.12 orang merintis perjuangan itu melalui Baiah Aqobah 1.Setahun kemudian dapat digaet 73 orang dalam Baiah Aqobah 2.Berikutnya ratusan-ribuan orang,hingga berdiri sistem Islam dinegri metropolitan ini.Hanya dengan seorang dai awalnya: Sahabat Mush’ab in Umair ra.Namun para perintis itu memang kader-kader pilihan atas dasar kesediaannya berjanji setia (baiat) dihadapan Rosululloh saw.Pelajaran yang bisa dipetik ialah selama visi menegakkan syari’at Islam itu kuat,betapapun rintangan menghadang,dipadu dengan semangat yang menyala-nyala,suatu keniscayaan bahwa syari’at Islam bisa tegak berdiri di suatu negri.Tinggal persoalan waktu,dekat atau jauh. Wallohu A’lam

Tidak ada komentar: