Utsman bin Affan
Dua orang lelaki sedang bercengkrama di
samping Ka’bah. Orang pertama bertanya: “Apakah kamu telah mendengar berita
penting yang sekarang banyak dibicarakan oleh penduduk Makkah?” orang kedua
menjawab: “Ia, aku mendengar Muhammad mengumumkan kepada seluruh orang bahwa
dirinya adalah utusan Allah untuk menunjukkan bangsa Arab dan mengentas mereka
dari sesat kekafiran menuju cahaya keimanan” orang pertama bertanya: “Lalu
bagaimana menurutmu?” “Demi Allah,
Muhammad pasti jujur, sungguh dia sebaik - baik pemuda Quresy serta sudah
dikenal dengan sifat amanahnya” jawab orang kedua.
Saat kedua orang itu asyik berbicara,
tiba - tiba semerbak bau harum tercium. Mereka lalu menoleh ke arah datangnya
bau harum tersebut dan mata mereka pun segera menemukan seorang pemuda dengan
penampilan indah, penuh ketenangan dan tampak sekali bahwa pemuda bertubuh
sedang itu adalah orang kaya raya dan terhormat. Salah seorang dari mereka
bertanya: “Siapa pemuda berwibawa itu?” temannya menjawab: “Apakah kamu belum
mengenalnya? dia adalah Utsman bin Affan, tokoh pemuda Quresy yang terkenal
sangat dermawan” mendengar ini, si penanya dengan tersenyum - senyum berkata:
“Ia, ia, aku pernah mendengar tentangnya, tetapi baru kali ini aku melihatnya” temannya bertanya: “Lalu apalagi yang kamu
dengar tentangnya? “ Si penanya menjawab: “Aku mendengar bahwa pemuda itu
selalu memuliakan tamu, menolong orang yang membutuhkan, membantu orang miskin,
gemar sekali meringankan beban orang yang kesusahan, dan rumahnya menjadi
tempat tujuan para pengembara serta tempat istirahat para tamu. Sungguh pemuda
itu suka memberi dengan rahasia dan tak pernah bangga dengan apa yang telah dia
berikan”
Begitulah Utsman bin Affan sebelum
islam, dia pemuda yang terpandang dan kaya raya. Perdagangannya meluas merambah
Jazirah Arabia dari mulai Syam, Yaman hingga Iraq dengan angkutan ratusan unta.
Pada ketika itu Utsman adalah konglomerat papan atas suku Quresy. Meski
demikian, Utsman tetaplah pemuda yang pemalu dan suka merendah. Sampai pada
akhirnya sifat pemalu ini harus dibayarnya mahal dengan perasaan, dengan
hasratnya sebagai pemuda yang mendamba seorang dara jelita.
Ruqayyah,
demikian nama gadis berparas elok dan indah tersebut. Maklum ayahnya adalah
Muhammad Saw dan ibundanya adalah Khadijah. Semua pemuda Quresy bermimpi bisa
menyuntingnya sebagai isteri, termasuk pemuda kaya raya Utsman bin Affan. Akan
tetapi rasa malu menjadikan Utsman surut langkah, lidahnya keluh untuk berkata
mengungkapkan hasrat keinginannya. Sampai akhirnya putaran waktu membawa Ruqayyah
menjadi isteri Utbah bin Abu Lahab. Kabar pernikahan Ruqayyah tentu saja sangat memukul Utsman. Hatinya
sangat sedih dan kecewa. Kenyataan ini terus saja menghantui dan mengusik
ketenangannya hingga ia datang mengeluh kepada bibinya yang bernama Su’daa,
wanita yang selama ini dikenal sebagai pemilik firasat jitu dan apa yang ia
ucapkan senantiasa benar.
Kepada saudara ibundanya itu, Utsman
menumpahkan kesedihannya: “Wahai bibiku, sejak lama saya merindukan bisa
memperistri Ruqayyah, tetapi justru dia
kini menjadi isteri orang lain. Apa yang harus saya lakukan? “ Sang bibi balik
bertanya: “Lalu kenapa kamu tidak datang melamar Ruqayyah kepada ayahnya
sebelum Utbah menikahinya?”Utsman menjawab: “Bibi telah mengerti bahwa saya
sangat pemalu, tak mungkin ada keberanian muncul untuk datang kepada ayahnya,
seorang yang sangat mulia dan berwibawa” Su’da berkata: “Jangan sedih Utsman,
suatu hari nanti Ruqayyah pasti menjadi milikmu” dengan penuh ragu Utsman
bertanya: “Bagaimana bisa, Utbah telah menyuntingnya” Su’da menjawab: “Wahai
Utsman, ayah Ruqayyah adalah manusia agung, kelak nanti akan terjadi suatu hal
besar, dunia akan berubah sebab ayah Ruqayyah, dan Ruqayyah akan menjadi
isterimu”
Beberapa hari berlalu sedang kata - kata
Su’da masih terngiang di telinga. Utsman terus bertanya: “Terjadi ini terjadi itu, lalu apa
hubungannya dengan diriku yang akan bisa memiliki Ruqayyah, sementara kenyataannya
wanita rupawan itu telah menjadi milik orang?” Sampai pada suatu hari Utsman
bertemu dengan Abu Bakar yang sejak lama menjadi kawan karibnya. Kepada Abu
Bakar, Utsman menceritakan perihal perkataan Su’daa.Mendengar cerita Utsman,
Abu Bakar menegaskan: “Bibimu benar, Muhammad adalah Utusan Allah, dia mengajak
kepada RisalahNya dengan rahasia. Maukah kamu datang menghadap kepadanya
bersamaku?” ajakan ini langsung disambut Utsman dengan gembira hati berbunga.
Mereka beduapun segera datang kepada Nabi Saw. Nabi Saw bersabda: “Wahai
Utsman, patuhilah Allah, sungguh aku adalah utusanNya kepadamu dan seluruh
manusia!” Utsman menjawab: “Ia, wahai Rasulullah, saya bersaksi tiada Tuhan
selain Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah utusanNya “
Setelah menyatakan diri masuk islam di
rumah Arqam bin al Arqam tersebut, Utsman beberapa hari tidak muncul hingga
membuat hati Abu Bakar tercekam resah. Akhirnya pada suatu saat ketika Abu
Bakar sedang membaca Alqur’an di rumahnya, Utsman datang dengan raut muka
seperti kelelahan. Abu Bakar segera menyambutnya dengan sangat senang. “Di mana
kamu wahai Utsman, kenapa lama tidak kelihatan. Aku khawatir kesusahan
menimpamu. Kiranya ada apa, tolong ceritakan!”
Utsman pun bercerita:
Setelah mengetahui keislamanku, Hakam
bin al Ash pamanku bertanya: “Apakah kamu meninggalkan tuhan - tuhan kami dan
mengikuti agama baru yang belum pernah dikenal oleh nenek moyang kita?” Aku
menjawab: “Wahai paman, tuhan - tuhan kalian itu hanyalah bebatuan bisu yang
tidak bisa memberi manfaat atau menolak bahaya. Sebaiknya engkau meninggalkannya
dan mengikuti agama Muhammad, agama kebenaran dan keadilan. Mendengar ini paman
memukulku dan kemudian mengurungku di kamar gelap tanpa sama sekali memberiku
makan dan minum. Aku bersabar dan mengatakan kepada paman bahwa aku tak akan
meninggalkan agama Muhammad meski dia membunuhku. Melihat keteguhanku, dengan
kemarahan masih meluap paman akhirnya melepaskanku. Aku berkata kepadanya: Saya
sama sekali tidak peduli dengan kemarahan dan kerelaanmu. Hal terpenting bagiku
adalah mendapat ridha Allah dan RasulNya”.
Setelah Rasulullah Saw berdakwah dengan
terang - terangan maka tekanan orang - orang kafir semakin menjadi. Salah satu
wujud tekanan itu adalah dengan memutuskan hubungan besan dengan Nabi Saw. Isteri
Abu Lahab, Ummu Jamil datang kepada Nabi Saw dan berkata: “Aku mengembalikan
puterimu Ruqayyah isteri anakkku Utbah, dan Ummu Kultsum istri anakku Utaibah” Ummu
Jamil melanjutkan: “Kami tak sudi punya besan sepertimu yang membodohkan agama
kami dan menghinan berhala - berhala kami” Akhirnya apa yang dulu dikatakan
oleh Su’daa menjadi kenyataan. Ruqayyah kemudian diperistri oleh Utsman setelah
diceraikan oleh Utbah. Dalam Sirah Ibnu Hisyam disebutkan bahwa Ruqayyah belum
sempat tersentuh oleh Utbah. Setelah menceraikan Ruqayyah, Utbah lalu menikahi
puteri Said bin al Ash.