Zuber bin Awam
Ibunya adalah Shofiyyah binti Abdul
Muttolib, sedang ayahnya adalah Awam bin Khuwailid. Ini berarti dari ibu Zuber adalah
keponakan Abu Tholib, Abbas dan Hamzah. Sedang dari ayah ia adalah keponakan
Khodijah al Kubro dan Naufal. Kisah keislaman Zuber bermula pada suatu hari
saat dia berkunjung ke rumah bibinya Khodijah dan menyaksikan Ali bin Abi
Tholib sedang sholat.
Karena belum mendengar mengenai Dakwah
Nabi Saw, apa yang dilakukan oleh Ali tersebut membuat Zuber terheran – heran
dan bergumam: “Apa yang dilakukan oleh Ali ini, apa maksud gerakan – gerakan
ruku, sujud dan berdiri ini?” setelah
Ali menyelesaikan sholatnya, Zuber segera bertanya: “Wahai sepupuku, apa
yang barusan kamu lakukan?” Ali menjawab: “Barusan aku sholat kepada Tuhan
semesta alam” dengan suara mengeras Zuber membantah: “Bukankah kamu dulu
sholat kepada tuhan – tuhan kita di Ka’bah?” dengan agak gemetar Ali
menjawab: “Apakah berhala – berhala itu kamu sebut Tuhan?” dengan bingung Zuber menjawab: “Aku tidak
menyebutnya demikian, tetapi yang para orang tua dan nenek moyang kami” Ali
bertanya: “Lalu apakah kamu mengikuti agama nenek moyangmu?” Zuber menjawab:
“Ia, dan kamu wahai Ali, apakah tidak mengikuti agama nenek moyangmu
sepertiku?” dengan marah Ali menjawab: “Sesungguhnya nenek moyang kita
berada dalam kesesatan yang nyata, mereka menyembah batu – batu bisu yang tak
membawa manfaat juga tak bisa membahayakan, bahkan tidak bisa merasa. Kamu juga
bisa melempari wajahnya dengan batu dan ia tak akan pernah membuka mulut, atau
juga bisa kamu injak dan ia tak akan pernah bergerak”. Melihat Zuber yang
ternganga dan melototinya, Ali terus berkata: “Wahai Zuber jika kucing kamu
pukul maka ia akan mengeong dan bila anjing kamu pukul maka dia akan menyalak,
tetapi jika kamu pukul berhala itu dengan tongkat atau kamu lempar dengan batu
maka ia akan dia saja”
Sampai di sini Ali diam, Zuber lalu
bertanya dengan lirih: “Jika begitu, lantas siapa Tuhanmu yang tadi kamu
sholat kepadanya?” Ali menjawab: “Dia Pencipta langit dan bumi, Tuhan
semesta alam” “Terus di mana Dia bisa
ditemukan?” tanya Zuber. Ali menjawab: “Dia bisa ditemukan di segala tempat
dan masa di seluruh dunia, Dia ada dalam roh yang menghidupkanmu” saat itulah Khodijah datang dan menyaksikan
wajah – wajah yang terlibat dalam debat sengit. Khodijah bertanya: Ada apa
wahai Ali dan Zuber? Zuber menjawab: “Sepupuku ini memberitahukan kepadaku
tentang Tuhan Pencipta langit dan bumi, Tuhan semesta alam” Khodijah
berkata: “Benar, wahai keponakanku.
Sungguh kami telah beriman dengan Tuhan itu, dan kami telah masuk ke dalam
agama islam yang turun kepada Muhammab bin Abdillah al Amiin” “Muhammad putera pamanku Abdulloh, Muhammad
yang jujur dan terpercaya?” tanya Zuber setengah menjerit. Selanjutnya Zuber
bertanya: “Lalu apa yang harus saya lakukan untuk masuk ke dalam islam wahai
bibiku? Khodijah menjawab: “Ucapkanlah: “Aku bersaksi tiada Tuhan selain
Alloh dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Alloh”!. Zuber lalu mengucapkan
syhadat dan ketika Nabi Saw datang di rumah pada sore hari, Khodijah membawa
Zuber ke hadapan Beliau, lalu Zuber kembali mengulang mengucap syahadat.
Sesampai di rumah, Shofiyyah melihat aura
wajah anaknya berbeda, ia bertanya: Ada apa denganmu wahai anakku? Zuber balik
bertanya: “Memangnya apa yang engkau lihat wahai ibuku?” Shofiyyah menjawab: Aku melihat ada sinar
cerah di dadamu dan binar kegembiraan di wajahmu. Zuber berkata: “Memang begitulah
Bu, itu adalah cerah islam dan cahaya iman” mendengar ini Shofiyyah kaget dan bertanya
agak keras: Kamu menyebut “Islam” wahai anakku? Zuber menjawab: “Benar wahai
ibuku, sungguh saya telah masuk islam di hadapan Muhammad, sungguh Alloh telah
mengutusnya dengan agama baru yaitu islam, sebuah agama yang menuntun manusia
kepada terang dan kebaikan, mengajak mereka mengenal Alloh Pencipta dunia
seisinya dan menunjukkan mereka jalan lurus serta menjauhkan mereka dari jalan
sesat dan gelap” Shofiyyah terdiam, hatinya seakan menerima dan akalnya pun
tunduk. Beberapa saat keheningan tercipta dan lalu terpecah oleh pertanyaan
Zuber: “Apakah Ibu tidak menyukai islam?” Shofiyyah menjawab: Wahai
anakku, kamu memiliki paman – paman pemimpin dan orang mulia Quresy, mereka,
utamanya Abu Tholib, Abbas dan Hamzah, aku belum mendapat kejelasan bagaimana
sikap mereka terhadap islam, sudah pasti mereka akan mempertimbangkan hal ini
dan akupun akan mengikuti mereka.
Berita keislaman Zuber terdengar dan
menjadi bahan perbincangan penduduk Makkah. Saat orang – orang Quresy sedang
memperbincangkan masalah tersebut di sisi Ka’bah, Naufal bin Khuwailid datang
dan bertanya: Apa yang sedang kalian bicarakan? Abu Jahal menjawab: Kami sedang
membicarakan keislaman keponakanmu Zuber. Terkejut dengan berita ini, Naufal
berkata: “Zuber keponakanku masuk islam, selamanya dia tak akan lepas dari
hukumanku”. Naufal pun berhasil menangkap Zuber, pada suatu hari dia memanggil
Zuber dan ketika Zuber datang maka kemudian dia mengurungnya dan dimulailah
drama penganiayaan. Zuber dikurung di dalam kamar sempit dan gelap, di kamar
itu kemudian Naufal membakar kayu – kayu dan tikar hingga Zuber tercekik oleh
asap. Setelah merasa puas membuat sesak nafas Zuber, Naufal membuka pintu kamar
dan asap pun keluar. Akan tetapi berulang kali Naufal mengulang – ulang
perlakukan tersebut sambil berkata: Wahai Zuber, kamu akan terus menerima
hukuman ini selama islam tidak kamu tinggalkan dan kembali kepada agama nenek
moyang. Zuber menjawab: “Aku tak akan pernah kembali kepada agama kalian,
agama sesat dan kebodohan” dengan marah Naufal membalas kata – kata Zuber
ini: Kalau begitu kamu akan terus mendapat siksaan ini sampai kamu mampus.
Tanpa rasa takut Zuber berkata: “Sungguh indah mati di jalan islam dan iman”
Naufal berkata: Tetapi aku adalah pamanmu yang juga harus kamu taati seperti
ayahmu. Zuber menjawab: “Aku akan taat kepadamu pada sesuatu yang meridhokan
Alloh dan RosulNya”
Perdebatan antara Naufal dan Zuber terus
berlangsung sampai pada titik akhir kesabaran Zuber, anak muda itu secara
mengagetkan dan dengan suara keras berkata di muka pamannya: “Sekarang usiaku
sudah tujuh belas tahun, tak ada kekuasaan apapun bagimu atas diriku, jika kamu
tidak membebaskanku dari siksaan ini maka aku akan melawanmu seakan kamu bukan
pamanku, aku akan membela diri dengan pedang dan kekuatanku, dan jangan anda
lupakan bahwa aku juga memiliki paman – paman pemuka Quresy; Abu Tholib, Hamzah
dan Abbas” Ancaman Zuber ini berhasil membuat Naufal berubah fikiran, pamannya
itu melihat keseriusan melawan dan membalas di wajah sang keponakan hingga
akhirnya Naufal memutuskan melepaskan Zuber.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar