Translate

Selasa, 08 Juli 2014

RAMADHAN




Allah  SWT menganugerahkan keistimewaan yang berlimpah kepada umat Islam berkat kemuliaan Nabinya, yaitu Nabi MUHAMMAD SAW. Dari keistimewaan yang berlimpah itu, ada keistimewaan agung yang dianugerahkan-Nya kepada mereka, yaitu bulan Ramadhan, sebuah bulan yang penuh hikmah, nikmat, dan barakah. Rasulullah saw menggambarkan bulan Ramadhan sebagai berikut:
Permulaannya adalah rahmat, pertengahannya adalah maghfirah, dan penghujungnya adalah pembebasan dari api neraka
Di bulan itu, seluruh kaum muslimin diwajibkan untuk melaksanakan ibadah puasa selama satu bulan penuh, yang sekaligus termasuk rukun islam yang ketiga. Yang menjadi nilai istimewa bagi umat Islam adalah bukan keberadaannya ibadah puasa itu sendiri, tapi hakikat bulan Ramadhan itu sendiri. Karena ibadah puasa merupakan ibadah yang sudah sejak dahulu disyariatkan kepada umat-umat sebelumnya. Dalam surah Al Baqarah ayat 183, Allah SWT berfirman:
(يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ)
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,"
Jadi, ibadah puasa sudah ada sejak era Nabi-Nabi terdahulu. Namun, keberadaan Ramadhan sebagai bulan dilaksanakannya ibadah puasa merupakan keistimewaan tersendiri bagi umat ini. Allah memilihkan bulan Ramadhan sebagai bulan untuk berpuasa, karena bulan ini memiliki kemuliaan dan keberkahan yang tidak dimiliki oleh bulan-bulan yang lain.

Sementara Ramadhan itu sendiri diambil dari kata dasar (ramadha) yang artinya panas atau membakar. Bulan ini dinamakan demikian, karena bulan ini dapat membakar dosa-dosa manusia, sekaligus membakar musuh-musuh Allah SWT yang ingin menggoda para kekasih-Nya yang sedang menjalankan Ibadah suci.

Sabtu, 05 Juli 2014

Tetangga Sebelum Rumah




بسم الله الرحمن الرحيم


Persandingan dengan  figur-figur yang shaleh - yang akan selalu meneteskan kepada orang-orang yang bergaul dengan mereka (nila-nilai) kebaikan, ketaqwaan, kebenaran dalam berucap dan beramal, terus menambahkan pengertian dalam agama serta fokus pada kebenaran - adalah sebuah tuntutan syara’. Seorang muslim yang terbina tidak akan pernah merasa repot melaksanakan tuntutan ini betapapun dirinya telah mencapai ketinggian derajat,  status- mulia, dan posisi penting. Ini demi  mengamalkan firman Allah; “Dan tabahkanlah dirimu bersama orang-orang yang menyembah Tuhan mereka di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhoannya; janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan (sehingga) keadaannya itu (selalu) melewati batasQS l Kahfi:28. Karena itulah Nabi Musa alaihissalam bergegas berjalan di belakang seorang hamba yang shaleh agar bisa belajar kepadanya seraya mengatakan dengan penuh ketawadhu’an dan tatakrama; “...bolehkah saya mengikuti anda supaya anda mengajarkan kepadaku kebenaran yang telah diajarkan kepada andaQS al Kafi:66. Dan ketika hamba yang shaleh tersebut memberikan jawaban: “Sesungguhnya kamu tidak akan pernah sanggup bersabar bersamakuQS al Kahfi: 68, maka Nabi Musa alaihissalam dengan sangat berharap bergumam: “...insya Allah anda akan mendapatkan diriku sebagai seorang yang sabar, dan saya tidak akan menentang anda dalam urusan (apapun)QS al Kahfi: 70.
Persandingan dengan para figur yang shaleh dimulai dengan menyebut/mengingat mereka, lalu bergabung bersama mereka, selanjutnya berupaya menyerupai mereka dan berakhlak seperti akhlak mereka. Sungguh telah dikatakan:

  1. Rangkailah segala cerita tentang orang-orang shaleh dan sebutkanlah mereka. Dengan menyebut/mengingat mereka akan tercurah rahmat-rahmat
  2. Sebab bergaul dengan orang-orang mulia kamu dianggap bagian dari mereka, maka sungguh jangan pernah kamu terlihat akrab dengan  selain mereka
  3. Jika tidak bisa seperti mereka maka berusahalah serupa dengan mereka, sesungguhnya serupa dengan para tokoh (utama) adalah keberuntungan
  4. Aku mencintai orang-orang shaleh meski aku bukan termasuk mereka, (tetapi) semoga sebab mereka aku mendapatkan syafaat.
Aku membenci orang yang memperdagangkan kemaksiatan meskipun kami memiliki kesamaan dalam komoditas perdagangan
(Imam Syafii rahimahullah)

Sabda Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam: “Ya Allah, bersama teman yang mulia” ketika menjelang wafat - seperti diriwayatkan Imam Bukhari dari Aisyah ra - juga memberikan isyarat akan masalah ini, selaras dengan firman Allah; “Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan RasulNya, mereka itu akan  bersama-sama dengan orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi, shiddiqin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang yang shaleh. Dan mereka itulah, teman yang terbaik. Itulah anugerah dari Allah dan cukuplah Allah sebagai Dzat yang Maha MengetahuiQS An Nisa’:69-70, yang juga sekaligus mengisyaratkan bahwa kebersamaan dengan mereka (orang-orang shaleh) bisa diperoleh jika memang dibarengi dengan ketaatan dan usaha maksimal untuk bisa meneladani mereka sebagaimana disabdakan Nabi Muhammad shalatlallahu alaihi wasallam: “Seseorang bersama orang yang dicintai (nya)”HR Bukhari Muslim. Jadi kecintaan berlebihan Yahudi dan Nashrani kepada nabi mereka tidak memberikan manfaat (apapun) karena penyimpangan mereka terhadap Nabinya.
Dan untuk melengkapi faedah dalam topik kita kali ini kami mengingat apa yang dikatakan oleh Habib Ahmad bin Hasan al Atthas rahimahullah: [Halal sebelum harta. Tetangga sebelum rumah. Teman sebelum perjalanan]

=الله يتولى الجميع برعايته=

Selasa, 01 Juli 2014

SIAPA MAHRAMKU ??




Mahram (perempuan-perempuan yang haram dinikahi) ada dua macam, yaitu : Mahram 'ala ta'bid (haram dinikahi selamanya), mereka ada 18 perempuan, terbagi dalam 3 sebab : Pertama: sebab senasab, ada 7 perempuan, yaitu : ibu kandung ke atas (nenek, ibu nenek seterusnya), anak perempuan kandung ke bawah (cucu, anak cucu seterusnya), saudara perempuan baik sekandung, sebapak atau seibu, saudara perempuan bapak, saudara perempuan ibu, anak perempuan saudara laki-laki dan anak perempuan saudara perempuan. Kedua : sebab persusuan, ada 7 perempuan sama pembahasannya seperti pada sebab senasab. Ketiga : sebab perkawinan, ada 4 perempuan, yaitu : ibu istri (mertua), anak perempuan istri (anak tiri) jika terjadi hubungan badan dengan ibunya, istri ayah (ibu tiri) dan istri anak (menantu). Selain mereka haram untuk dinikahi, bersentuhan dengan mereka tidak membatalkan wudhu, juga boleh untuk saling bertatap muka. Mahram bil jam'i (haram dinikahi karena sebab penggabungan), yaitu dua orang perempuan yang terdapat hubungan senasab atau sepersusuan. Gambarannya : jika salah satu diantara keduanya menjadi laki- laki, maka haram baginya menikahi yang lainnya, contoh : dua perempuan bersaudara, jika salah satu diantara keduanya digambarkan lelaki, maka haram untuk menikahi saudaranya. Demikian pula seorang perempuan dengan saudari bapak atau saudara ibu (bibi dari ibu dan bapak). Oleh karena itu, haram bagi seorang untuk menggabung dalam perkawinan antara dua bersaudara atau antara keponakan dan bibinya kecuali setelah mentalak ba'in istrinya atau sepeninggal istrinya atau setelah habis masa iddahnya. Mahram bil jam'i di atas, haram untuk dinikahi karena sebab penggabungan seperti keterangan di atas, namun bersentuhan dengannya tetap membatalkan wudhu serta haram untuk saling bertatap muka.


 المفتاح لباب النكاح /24-25
 المحرمات على التأبيد ثمان عشرة، سبع من النسب مذكورات في قوله تعالى " حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالَاتُكُمْ وَبَنَاتُ الْأَخِ وَبَنَاتُ الْأُخْتِ " ، وسبع من الرضاع وهن : الأم والبنت والأخت والعمة والخالة وبنت الأخ وبنت الأخت من الرضاع. واربع بالمصاهرة وهن : ام الزوجة وبنت الزوجة اذا دخل بالأم وزوجة الأب وزوجة الإبن. المحرمات بالجمع كل امرأتين بينهما نسب او رضاع لو فرضت احداهما ذكرا مع كون اللأخرى انثى حرم تناكحهما كالأختين وكالمرأة وعمتها والمرأة وخالتها، فمن تزوج حرم عليه نكاح نحو اختها حتى تبين منه الأولى كأن تموت او يطلقها طلاقا بائنا او رجعيا وتنقضي عدتها بالنسبة للطلاق الرجعي حاشية الجمل - (ج 17 / ص 20). (وَحَرُمَ ) ابْتِدَاءً وَدَوَامًا ( جَمْعُ امْرَأَتَيْنِ بَيْنَهُمَا نَسَبٌ أَوْ رَضَاعٌ لَوْ فُرِضَتْ إحْدَاهُمَا ذَكَرًا حَرُمَ تَنَاكُحُهُمَا كَامْرَأَةٍ وَأُخْتِهَا أَوْ خَالَتِهَا ) بِوَاسِطَةٍ أَوْ بِغَيْرِهَا قَالَ تَعَالَى { وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الْأُخْتَيْنِ } وَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ { لَا تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ عَلَى عَمَّتِهَا وَلَا الْعَمَّةُ عَلَى بِنْتِ أَخِيهَا وَلَا الْمَرْأَةُ عَلَى خَالَتِهَا وَلَا الْخَالَةُ عَلَى بِنْتِ أُخْتِهَا لَا الْكُبْرَى عَلَى الصُّغْرَى وَلَا الصُّغْرَى عَلَى الْكُبْرَى } رَوَاهُ أَبُو دَاوُد وَغَيْرُهُ وَقَالَ التِّرْمِذِيُّ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَذَكَرَ الضَّابِطَ الْمَذْكُورَ مَعَ جَعْلِ مَا بَعْدَهُ مِثَالًا لَهُ أَوْلَى مِمَّا عَبَّرَ بِهِ وَخَرَجَ بِالنَّسَبِ وَالرَّضَاعِ الْمَرْأَةُ وَأَمَتُهَا فَيَجُوزُ جَمْعُهُمَا وَإِنْ حَرُمَ تَنَاكُحُهُمَا لَوْ فُرِضَتْ إحْدَاهُمَا ذَكَرًا وَالْمُصَاهَرَةُ فَيَجُوزُ الْجَمْعُ بَيْنَ امْرَأَةٍ وَأُمِّ زَوْجِهَا أَوْ بِنْتِ زَوْجِهَا وَإِنْ حَرُمَ تَنَاكُحُهُمَا لَوْ فُرِضَتْ إحْدَاهُمَا ذَكَرًا ( فَإِنْ جَمَعَ ) بَيْنَهُمَا ( بِعَقْدٍ بَطَلَ ) فِيهِمَا إذْ لَا أَوْلَوِيَّةَ لِإِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَى ( أَوْ بِعَقْدَيْنِ فَكَتَزَوُّجٍ ) لِلْمَرْأَةِ ( مِنْ اثْنَتَيْنِ ) فَإِنْ عُرِفَتْ السَّابِقَةُ وَلَمْ تُنْسَ بَطَلَ الثَّانِي أَوْ نُسِيَتْ وَجَبَ التَّوَقُّفُ حَتَّى يَتَبَيَّنَ وَإِنْ وَقَعَا مَعًا أَوْ عُرِفَ سَبْقٌ وَلَمْ تَتَعَيَّنْ سَابِقَةٌ وَلَمْ يُرْجَ مَعْرِفَتُهَا لَوْ جُهِلَ السَّبْقُ وَالْمَعِيَّةُ بَطَلَا وَبِذَلِكَ عُلِمَ أَنَّ تَعْبِيرِي بِذَلِكَ أَوْلَى مِنْ قَوْلِهِ أَوْ مُرَتَّبًا فَالثَّانِي حاشيتا قليوبي - وعميرة - (ج 1 / ص 141) قَ وْلُهُ : ( مَنْ حَرُمَ نِكَاحُهَا إلَخْ ) فَتَنْقُضُ بِنْتُ الزَّوْجَةِ قَبْلَ الدُّخُولِ بِأُمِّهَا ، وَتَنْقُضُ أُخْتُهَا وَعَمَّتُهَا مُطْلَقًا ، وَكَذَا تَنْقُضُ أُمُّ الْمَوْطُوءَةِ بِشُبْهَةٍ وَبِنْتُهَا وَإِنْ حُرِّمَتَا أَبَدًا عَلَيْهِ ، لِأَنَّ وَطْءَ الشُّبْهَةِ لَا يَتَّصِفُ بِحِلٍّ وَلَا حُرْمَةٍ ، فَلَا تَثْبُتُ بِهِ الْمَحْرَمِيَّةُ ، بِخِلَافِ النِّكَاحِ وَمِلْكِ الْيَمِينِ ، وَهُمَا الْمُرَادُ بِالسَّبَبِ الْمَذْكُورِ فِي الضَّابِطِ الْآتِي ، وَيَنْقُضُ زَوْجَاتُ الْأَنْبِيَاءِ عَلَيْهِمْ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ ، وَلِذَلِكَ ضَبَطُوا الْمَحْرَمَ بِمَنْ حَرُمَ نِكَاحُهَا عَلَى التَّأْيِيدِ بِسَبَبٍ مُبَاحٍ لِحُرْمَتِهَا. نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج - (ج 1 / ص  355)

 Oleh : Mas Aka