بسم الله الرحمن الرحيم
Persandingan dengan figur-figur yang
shaleh - yang akan selalu meneteskan kepada orang-orang yang bergaul dengan
mereka (nila-nilai) kebaikan, ketaqwaan, kebenaran dalam berucap dan beramal,
terus menambahkan pengertian dalam agama serta fokus pada kebenaran - adalah
sebuah tuntutan syara’. Seorang muslim yang terbina tidak akan pernah merasa
repot melaksanakan tuntutan ini betapapun dirinya telah mencapai ketinggian
derajat, status- mulia, dan posisi
penting. Ini demi mengamalkan firman
Allah; “Dan tabahkanlah dirimu bersama orang-orang yang menyembah Tuhan
mereka di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhoannya; janganlah kedua
matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia;
dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari
mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan (sehingga) keadaannya itu
(selalu) melewati batas “QS l Kahfi:28. Karena itulah Nabi Musa alaihissalam
bergegas berjalan di belakang seorang hamba yang shaleh agar bisa belajar
kepadanya seraya mengatakan dengan penuh ketawadhu’an dan tatakrama; “...bolehkah
saya mengikuti anda supaya anda mengajarkan kepadaku kebenaran yang telah
diajarkan kepada anda “QS al Kafi:66. Dan ketika hamba yang shaleh
tersebut memberikan jawaban: “Sesungguhnya kamu tidak akan pernah sanggup
bersabar bersamaku “QS al Kahfi: 68, maka Nabi Musa alaihissalam dengan
sangat berharap bergumam: “...insya Allah anda akan mendapatkan diriku
sebagai seorang yang sabar, dan saya tidak akan menentang anda dalam urusan
(apapun) “QS al Kahfi: 70.
Persandingan dengan para figur yang shaleh dimulai dengan menyebut/mengingat
mereka, lalu bergabung bersama mereka, selanjutnya berupaya menyerupai
mereka dan berakhlak seperti akhlak mereka. Sungguh telah dikatakan:
- Rangkailah
segala cerita tentang orang-orang shaleh dan sebutkanlah mereka. Dengan
menyebut/mengingat mereka akan tercurah rahmat-rahmat
- Sebab
bergaul dengan orang-orang mulia kamu dianggap bagian dari mereka, maka
sungguh jangan pernah kamu terlihat akrab dengan selain mereka
- Jika
tidak bisa seperti mereka maka berusahalah serupa dengan mereka,
sesungguhnya serupa dengan para tokoh (utama) adalah keberuntungan
- Aku
mencintai orang-orang shaleh meski aku bukan termasuk mereka, (tetapi)
semoga sebab mereka aku mendapatkan syafaat.
Aku membenci orang yang memperdagangkan
kemaksiatan meskipun kami memiliki kesamaan dalam komoditas perdagangan
(Imam Syafii rahimahullah)
Sabda Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam: “Ya Allah,
bersama teman yang mulia” ketika menjelang wafat - seperti diriwayatkan
Imam Bukhari dari Aisyah ra - juga memberikan isyarat akan masalah ini, selaras
dengan firman Allah; “Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan RasulNya,
mereka itu akan bersama-sama dengan
orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi, shiddiqin,
orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang yang shaleh. Dan mereka itulah,
teman yang terbaik. Itulah anugerah dari Allah dan cukuplah Allah sebagai Dzat
yang Maha Mengetahui“QS An Nisa’:69-70, yang juga sekaligus
mengisyaratkan bahwa kebersamaan dengan mereka (orang-orang shaleh) bisa
diperoleh jika memang dibarengi dengan ketaatan dan usaha maksimal untuk bisa
meneladani mereka sebagaimana disabdakan Nabi Muhammad shalatlallahu alaihi
wasallam: “Seseorang bersama orang yang dicintai (nya)”HR Bukhari Muslim.
Jadi kecintaan berlebihan Yahudi dan Nashrani kepada nabi mereka tidak
memberikan manfaat (apapun) karena penyimpangan mereka terhadap Nabinya.
Dan untuk melengkapi faedah dalam topik kita kali ini kami mengingat apa
yang dikatakan oleh Habib Ahmad bin Hasan al Atthas rahimahullah: [Halal
sebelum harta. Tetangga sebelum rumah. Teman sebelum perjalanan]
=الله يتولى
الجميع برعايته=
Tidak ada komentar:
Posting Komentar