Translate

Minggu, 31 Agustus 2014

33 Kiat Menggapai Ketenangan Jiwa



Situasi kesehatan jiwa saat ini ,sebagaimana dinyatakan oleh badan Kesehatan Dunia ( WHO) ,merupakan krisis yang tidak terungkap yang akan semakin buruk di masa-masa yang akan datang.
Di zaman maju ini,betapa banyak orang menderita ketegangan, kecemasan, panik, depresi, tidak puas, disharmoni, gelisah,kecewa,curiga berlebihan, dan lainnya sebagai akibat dari tekanan-tekanan yang mengganggu jiwa atau batinnya. Dengan kenyataan ini, ketenangan jiwa semakin mahal harganya dan akan semakin didamba banyak orang.
Dulu, ada pepatah : “Dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat (men sana in corpora sano),” kini  justru dipercaya kebalikannya, bahwa “ dalam jiwa yang sehat terdapat tubuh yang sehat,” karena ternyata banyak orang yang tubuhnya segar bugar tapi jiwanya sakit, sementara ada orang yang meski tubunya sakit tapi jiwanya tetap sehat.
Keimanan dan ketaqwaan kepada Allah swt. merupakan modal utama mencapai dan menjaga kesehatan jiwa. Penelitian menunjukkan masyarakat yang religius lebih kecil resiko terkena gangguan kejiwaan di banding mereka yang tidak religius dalam kehidupan sehari-harinya.
Berikut ini adalah kiat-kiat untuk menggapai ketenangan jiwa sebagaimana diajarkan atau disemangati oleh agama kita, Islam, yang bersumber dari al Qur’an dan hadits Nabi saw. Dalil-dalilnya terpaksa tidak kami tulis demi kepraktisan.

UMUM

1.       Tidak memaksakan diri diluar batas kemampuan.tidak ada “ takalluf “ ( pemaksaan diri ) dalam agama Islam.Islam justru menyeru bermadya ( al-qosda); berlaku sedang, tengah, dan wajar.
2.       Menghindari dosa. Pelanggaran terhadap aturan agama atau dosa memberikan pengaruh yang tidak baik pada jiwa. Dosa menjadikan kita tidak tenang, takut, dan was-was. Kita takut dosa itu diketahui orang lain.
3.       Dzikir, mengingat Allah swt. Ia menumbuhkan keyakinan diri, mendekatkan komunikasi diri kepada Allah swt., dan menjadikan hati tidak kering. Dzikir bisa berupa sholat, ( paling tidak sholat lima waktu, apalagi bila ditambah tahajjud ), membaca al-Qur’an, membaca doa-doa, dan sebagainya.
4.       Melihat,membaca, menyimak, dan memperhatikan perilaku atau sejarah keteladanan orang-orang shaleh. Pepatah mengatakan, “ saat orang-orang shaleh dituturkan, turunlah rahmat-rahmat.”
5.       Ringan tangan, suka menolong, dan demawan ( sakho’). Tidak melihat diri. Tidak melihat apa yang dia keluarkan bagi orang lain. Bermanfaat bagi orang banyak.
6.       Lapang dada ( salamatus sadhri ). Hatinya dijauhkan dari dengki, iri hati, dendam, takabur, prasangka buruk, dan semacamnya.
7.       Menasehati khalayak ( an-nushu lil ummah ) atau berdakwah atau ta’lim. Alangkah bahagia melihat ilmu yang kita berikan diterima dan diamalkan orang lain. Orang-orang awam menjadi lepas dari kebodohannya. Dikatakan, “ amal yang menyebar manfaatnya kepada khalayak lebih utama daripada amal yang manfaatnya terbatas pada diri sendiri.”
8.       Berlaku santun ( al-hilmu ) dan tidak tergesa-gesa ( al-anah ). Teburu-buru dan reaktif terhadap situasi yang mengelilinginya merupakan tanda ketidak tenangan jiwa. Dengan berfikir jernih, terencana, dan tidak gegabah, jiwa menjadi tenang.
9.       Puasa dalam arti khusus maupun puasa dalam arti umum yaitu menahan diri ( imsak ). Puasa bisa menstabilkan jiwa. Para ulama memaknai sabar dalam al-Qur’an sebagai puasa.

TERKAIT DENGAN KEILMUAN

10.   Menambah ilmu. Wawasan menjadi luas, tidak berpikiran sempit. Kapan dan dimana pun kita adalah tholib ( pencari ilmu ). Tidak meras puas diri ibarat merasa besar di dalam akuarium kecil. Di atas orang yang alim ada yang lebih alim lagi. Betapa tinggi ilmu Nabi Musa as., namun Allah swt, memerintahkannya tetap memburu ilmu dari Nabi Khidlir as.
11.   Memahkotai ilmu yang di miliki dengan akhlak tepuji, meliputi makrifat ( kesadaran ), tawadhu’ ( kerendahan hati ), amal, dan taqwa. Ilmu tidak akan bermanfaat dengan sendirinya. Orang yang berilmu harus sadar diri. Ikhlash. Berilmu tapi sombong dibenci masyarakat. Ilmu tanpa amal, jiwa terasa dikejar-kejar.Dan seandainya ilmu menjadi baik tanpa taqwa, maka makhluk termulia di bumi adalah Iblis.

TERKAIT DENGAN KEKAYAAN / MATERI

12.   Melihat kepada orang/ tingkatan yang berada di bawahnyA.
13.   Menyadari kekayaan yang hakiki dan atau tempat kembali yang hakiki, bahwa harta yang kita makan akan menjadi kotoran dan yang kita pakai akan menjadi rusak,dan begitu kita mati, itu semua menjadi milik ahli waris, sementara yang kekal adalah sedikit harta yang kita sedekahkan untuk perjuangan/ dhuafa’.
14.   Ridho dan puas terhadap pembagian yang diterimannya. Apa yang ada ini dinikmati.

TERKAIT DENGAN UJIAN

15.   Sabar dan tegar menerima ujian, karena semua telah diatur oleh Allah swt.
16.   Ihtisab, yakni mengharap pahala dari Allah swt, atas musibah yang menimpanya.
17.   Menyakini di balik ujian anda pelajari ( hikmah ) dan setelah kesusahan pasti ada kegembiraan.

TERKAIT DENGAN KEHIDUPAN BERUMAH TANGGA

18.   Suami tasamuh ( toleran ) terhadap isteri
19.   Suami taghoful ( melupakan perangai isteri yang tidak disukai) karena dibalik satu hal yang tidak dia sukai masih begitu banyak hal yang dia sukai dari isterinya.
20.   Suami memenuhi hak-hak isteri.
21.   Suami tabah,sabar, dan tahan atas gangguan dari isterinya.
22.   Suami mendidik dan membimbing isteri dengan baik dan lembut, sebab bila pendidikan dilakukan dengan keras niscaya terjadi cerai, sedangkan bila tidak dididik atau dibiarkan sama sekali,isteri akan tetap pada kebengkokannya
23.   Isteri patuh pada suami.
24.   Isteri tidak banyak bicara.
25.   Isteri tekun beribadah.
26.   Isteri menjaga kehormatan dirinya, memelihara kehormatan suami dan hartanya, serta menjaga anak-anaknya.

TERAIT DENGAN KEHIDUPAN BERJAMAAH

27.   Hidup berjamaah dengan suatu misi kebenaran  yang mengikatnya.Indah.Penelitian menyatakan hidup mengisolir diri atau individual  adalah sumber berbagai penyakit kejiwaan. Di setiap jamaah manapun pasti ada konflik. Tapi bila kita pandai mensikapinya, itu akan membuat kita dewasa dan matang. “ seburuk-buruk kehidupan berjamaah lebih baik daripada hidup sendrian”.
28.   Taat pada Murabbi sekaligus pada sistem yang dibina olehnya.Kita bergaul dengan orang-orang yang jujur. Kita mempunyai pembibing. Ada yang meningkatkan begitu kita teledor dan menyimpang. Perhatikanlah orang yang tidak patuh pada komondan/komando, jauh dari murobbi, jiwanya bisa goncang.
29.   Silaturrahim. Memperbanyak teman, melenyapkan permusuhan.
30.   Menghilangkan ghill dan mengedepankan husnuddzon kepada sesama jamaah. Kedengkian dan prasangka buruk adalah belengu dalam jiwa.

UMUM

31.   Tafakkur dan tadabbur alam dalam rangka menyegarkan jiwa yang lelah (refreshing).
32.   Istiqomah dalam arti ulet, tekun, konsisten, teguh memegang prinsip, dan bersungguah-sungguh. Tanguh.
33.   Optimis. Percaya diri. Tidak berputus asa. Patang menyerah. Ibarat dian (pelita) yang  tak kunjung padam. Tentu,setelah kiat-kiat tersebut di atas dilaksanakan. Sebab, optimisme tanpa kerja keras tak ubahnya mimpi.


Wallahu subhanahu wata’ala a’lam


Senin, 25 Agustus 2014

TERNYATA RUMPUT TETANGA TAK LEBIH HIJAU DARI RUMPUT KITA




Hidup bahagia adalah bentuk seni yang mengagumkan, termasuk didalamnya adalah kepuasan diri, kedamaian dan ketenangan jiwa. Kebahagiaan bukan terletak disebelah sana, kanan atau kiri, depan maupun belakang, melainkan di sini, di dalam hati sini. Kebahagiaan adalah kondisi pikiran kita, Kebahagiaan adalah suasana hati, Jika kita ingin bahagia, kapanpun dan di manapun kita bisa bahagia.
Jadi kebahagiaan itu dihasilkan oleh keputusan kita, ide pikiran kita, dan sikap kita. Bukan oleh suatu objek, bukan oleh seseorang dan bukan pula oleh keadaan atau kondisi lingkungan kita. janganlah bahagia karean suatu objek, jangan karena seseorang, jangan juga karena suatu keadaan maupun lingkungan.
Sering kita selalu memandang ke tetangga sebelah kita, mengapa kita selalu beranggapan kalau orang lain lebih bahagia. Tapi pernahkah kita berpikir bahwa mereka yang di sebelah sana melihat kita yang di sebelah sini, juga berpikir demikian, berpikir bahwa kita yang ada di sini lebih bahagia.
Sebenarnya kesukaran dan kesulitan yang ada pada kita, yang selalu menimpa kita adalah akibat opini kita yang salah tentang apa yang terjadi.
Kita sering berpikir “ dengan segala tenaga dan kemampuan sudah aku curahkan, tapi hasilnya selalu mengecewakan. Kita bersikeras, berpikir di sebelah sana lebih bagus dan lebih baik, sambil terus bergantung pada bayang-bayang indah.
Ternyata emang benar apa yang dikatakan orang-orang tua dahulu bahwa “Rumput tetangga lebih hijau dari pada rumput kita” pernahkah kita menyadari akan pepatah tersebut.

Marilah kita sadar diri, Tuhan menciptakan kita dan menempat kita sudah pada posisi yang pas dan benar, kitanya aja yang masih selalu menuruti ego,..

Rabu, 20 Agustus 2014

BERBAGAI ASPEK KEMASJIDAN



       Sabda rasulullah SAW:

(................................................................................)

Hari kiamat tidak akan bangkit sehingga manusia berbangga-banggaan (secara fisik) dalam hal masjid. (H.R Ahmad,Bukhari,Abu Dawud,Nasa'i,dan Ibnu Majah .Nilai hadist berderajat shahih menurut ibnu Khuzaimah)

        Masjid asalnya  bermakna tempat sujud,lalu berkembang menjadi satu istilah yang sangat populer yaitu suatu bangunan ,gedung,atau suatu lingkungan yang berpagar sekelilingnya yang didirikan secara khusus sebagai tempat beribadah kepada Allah SWT ."Rumah Allah "ini menjadi asas penting pembentukan masyarakat muslim.Kepentingan itu di buktikan bahwa sesampai di madinah dalam peristiwa hijrah ,Rasulullah segera mendirikan masjid (masjid nabawi).Beberapa hari sebelumnya saat tiba di quba ,beliau juga mendirikan masjid di kota itu.Kepentingan itu juga tampak dari peristiwa isra' mi'raj .Peristiwa ini di mulai dari satu masjid (Masjidil Harom) ke masjid lainya (Masjidil Aqsa).Dan bertitik tolak dari masjid pula ,Rasulullah SAW naik ke Sidaratul Muntaha.

        Fungsi masjid terkait erat dengan fungsi ubudiyah (pengabdian dan penghambaan)  kepada Allah SWT .Dalam Alqur'an dinyatakan:

(....................................................................)

“Dan sesungguhnya masjid-masjid itu kepunyaan Allah .Maka janganlah kamu menyembah satupun di dalamnya di samping menyembah Allah”  (Q.S AL  Jinn:18)

Ubudiyah yang di utamakan di dalam masjid adalah sholat ,khususnya sholat jum'at dan sholat lima waktu secara berjamaah ,berikut adzan sebagai prasarananya.Di masjid itu sholat lima waktu berjamaah meski di hidup-hidupkan .Dan yang paling berkeharusan untuk itu adalah tetangga-tetangga masjid.Sabda rasulullah SAW:

(...........................................................................)

“Tidak sempurna sholat tetangga masjid kecuali di masjid.” (HR.Thobaroni,Hakim dan Daruquthni)

           Sholat berjamaah di masjid memiliki  sekian banyak keistimewaan .Diantaranya dilipatgandakanya nilai pahala bahkan sampai langkah kaki ,terjalinya semangat pertautan hati kaum muslimin hingga terhapuskan perbedaan-perbedaan status dan atribut sosial menuju persatuan dan persaudaraan ,melatih hidup bergotong royong dan bekerja sama dalam kebaikan,melatih bersikap dalam satu komando ,dan melatih kepemimpinan .Atas dasar ini ,aib bagi penuntut ilmu aktivis dakwah ,dan orang alim manakala tidak melakukan sholat secara berjamaah.

Fungsi masjid berikutnya adalah I’tikaf (berdiam diri di dalam majid untuk konsentrasi ibadah).Alloh berfirman:

“Dan janganlah kamu campuri isteri-isteri kamu itu,sedang kamu beri’tikaf di dalam masjid.” (QS Al Baqoroh: 187)

Masjid juga berfungsi sebagai forum dzikir kepada Alloh swt,bertahlil,bertakbir dan bertasbih.Dalam Al Quran disebutkan:

“Dan masjid-masjid,yang di dalamnya banyak disebut nama Alloh” (QS Al Hajj: 40,QS An Nur 36)

Fungsi masjid yang lain adalah tempat menyelenggarakan majelis-majelis keilmuan.Karena majelis keilmuan termasuk bagian dari dzikir kepada Alloh swt.Jabir bin Abdillah dan Abdulloh bin Rowahah,misalnya,mempunyai halqoh di masjid Nabawi.Al Bukhori dalam shohih-nya menulis  bab duduk bersama secara halqoh (membentuk lingkaran) di masjid,maksudnya boleh duduk secara halqoh di masjid untuk memperlajari ilmu,membaca Al Quran,dzikir dan sebagainya.Dahulu,shuffah (emperan) masjid Nabawi difungsikan sebagai madrasah untuk belajar membaca dan memahami agama.Di Shuffah itu menetap para sahabat yang mulazamah (serius) dalam belajar.

Masyarakat muslim secara umum berkewajiban untuk turut berkhidmah memakmurkan masjid,baik secara fisik seperti aspek  bangunan,kebersihan,keindahan,ketenangan dan administrasi maupun secara ruhiyah yang terkait dengan aspek-aspek spiritual di muka.

Meski begitu,secara khusus harus ada pihak khusus yang menangani,mengatur dan mengelola urusan tersebut secara lebih serius.Secara ruhiyah,untuk penyelenggaraan sholat berjamah,misalnya,harus ada imam rowatib.Idealnya Imam rowatib itu terdiri dari satu orang yang dituakan.Ia bertindak sekaligus sebagai khotib (juru khutbah).Dengan begitu materi khutbah runtut,tidak terjadi pengulangan atau tabrakan informasi antar khotib.Isi khutbah idealnya juga ditekankan pada aspek pembinaan aqidah,penatan hati (manajemen Qolbu),atau hal-hal lain secara insidental yang dirasa penting.Sedang secara fisik,diperlukan perawatan sarana-prasarana,penjagaan aspek kesucian dari najis,kegaduhan,permainan anak-anak kecil,dan pembicaraan yang berorientasi duniawi di dalamnya.Sementara masuk dan keluar masjid saja ditekankan berdoa,melakukan sholat tahiyyatul masjid (penghormatan ) terlebih dahulu,mendahulukan kaki kanan,memendam ludah,dsb

Bila masjid itu berstatus wakaf,maka pengaturan dan pengelolaannya lebih spesifik lagi.Hak pengaturan dan pengelolaan  masjid wakaf sepenuhnya ada ditangan nadzir yang diamanahi oleh pihak wakif (pewakaf) mengelola dan mengatur harta wakafnya.

Hadis di muka menggambarkan lunturnya fungsi masjid yang esensial,yaitu fungsi ruhiyah,ketika masyarakat dominan memandang masjid sekedar dari segi kemegahan bangunan,hiasan,ukiran,arsitektur dan bentuk-bentuk fisik lainnya.Mereka saling membanggakan dan jor-joran masjid hanya dalam segi itu,demi pamrih.Sedang secara ruhiyah kosong.Masjid justru menjadi tempat gaduh dengan suara suara permainan dan urusan duniawi.Masjid tak ubahnya monumen dan tempat wisata.

Fenomena itu menjadi fenomena yang buruk karena dikaitkan dengan tanda-tanda datangnya hari kiamat,sementara mendekati hari kiamat yang muncul secara dominan adalah  fenomena-fenomena yang tidak baik.Hadis Abdulloh bin Mas’ud menyatakan;

“Akan muncul di akhir zaman kaum yang duduk di masjid berhalqoh-halqoh.Orientasi mereka dunia.Hendaklah kamu tidak menemani duduk mereka.Sesungguhnya Alloh tidak memberikan penghargaan sama sekali terhadap aktifitas yang mereka lakukan” ( Menurut Imam Al Iroqi sanad Hadis ini lemah)

Disinilah makna penting mengembalikan masjid kepada fungsi-fungsinya yang asli sebagaimana fungsi-fungsi masjid di zaman Rosululloh saw dan masa sahabat-sahabatnya.


Wallohu A’lam

Selasa, 19 Agustus 2014

Menolak Mafsadah Lebih Didahulukan daripada Menarik Maslahah




                Dakwah amar makruf nahi munkar yang kita ikut serta menggalakkannya harus terus berlangsung. Aktivitas-aktivitas keagamaan tak boleh berhenti. Pendidikan dan pembinaan harus tetap berjalan. Umat islam yang mayoritas di negeri ini membutuhkan dakwah itu di samping dakwah merupakan tuntutan utama keberagamaan dan kejama'ahan kita.
                Para ulama dan ormas-ormas keagamaan yang semestinya menjadi penggerak di bidang ini ternyata banyak terjebak pada kegiatan dukung-mendukung di wilayah politik praktis. Suatu politik yang orientasinya tak lebih dari antara kekuasaan (kursi), materi, dan kepentingan sesaat lainnya. Pesantren menjadi ajang kampanye. Sikap dan pernyataan berubah-ubah laksana "pagi tahu, sore tempe" Umat akhirnya menjadi menjaga jarak  dengan ulama. Dianggapnya yang alim tidak berbeda dengan yang awam.
                Sisi lain, kita perhatikan negeri muslim Irak dan Afghanistan hancur dan dipenuhi konflik berdarah-darah manakala Amerika Serikat (Barat, yahudi, kristen) memasuki negeri itu dan mencengkeramnya. Sekian banyak ulama ditangkap dan wafat. Lembaga-lembaga pendidikan porak-poranda. Kegiatan dakwah sulit. Dan masyarakat diliputi rasa tidak aman. Alloh swt. berfirman:

قَالَتْ إِنَّ الْمُلُوكَ إِذَا دَخَلُوا قَرْيَةً أَفْسَدُوهَا وَجَعَلُوا أَعِزَّةَ أَهْلِهَا أَذِلَّةً وَكَذَلِكَ يَفْعَلُونَ
"Sesungguhnya raja-raja apabila memasuki suatu negeri niscaya mereka membinasakannya, dan menjadikan penduduknya yang mulia jadi hina." (QS. An-Naml: 34)

                Demikianlah Al Qur'an menggambarkan. Di Indonesia yang belum secara nyata Amerika Serikat (AS) memasukinya saja, potensi untuk menuju kerusakan begitu tampak dengan ditangkapinya ulama-ulama atas tuduhan terorisme. Bagaimana kedaannya khususnya di bidang dakwah Islam bila AS sudah memasuki dan menancapkan kukunya di negeri ini? Wallahu a'lam.
                Pada pemilu presiden tahap kedua tanggal 20 September mendatang, kita disuguhi dua pasang calon presiden. Bagaimana kita bersikap nantinya? Hal ini sesungguhnya menjadi pilihan yang dilematis, karena dua calon presiden tampak sama-sama mengandung mafsadah dan dhoror. Kepribadian/tingkat keislaman mereka. Keberpihakan mereka pada Islam. Siapa bithonah-bithonah mereka. Jawaban-jawabannya senantiasa mengandung mafsadah dan dhoror. Dan bagaimana tidak mengandung mafsadah dan dhoror, sedang kedua calon itu dan kita semua ternyata masih berada pada sistem kufur. Firman Alloh swt :
وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ
 Dan barangsiapa tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Alloh, maka mereka itu adalah orang-orang kafir. (QS Al-Maidah : 44)
                Siapapun yang memimpin dan atau akan memimpin negeri ini selama masih dengan sistem yang ada saat ini tentu tidak lepas dari predikat kufur. Tetapi kufur yang bagaimana, perlu ditelaah. Sahabat Abdulloh bin Abbas ra. ketika ditanya mengenai kategori "Al-Kafiruun" pada ayat ini, beliau menajwab: "Mereka orang-orang kufur (kafarah) tetapi bukan seperti orang-orang yang kufur terhadap Allah dan hari akhir." (Ash Shagharji, Al Hubbu fillah wa Al Bughdu fillah:20)
                Kufur dengan demikian terbagi menjadi dua macam, yakni kufur yang mengeluarkan seseorang dari agama islam (kufur hakiki) dan ada kufur yang tidak mengeluarkan seseorang dari agama Islam (kufur majazi), akan tetapi termasuk kategori fujur (menyimpang dari kebenaran) atau ma'shiat (durhaka) pada Alloh swt.
                Rasululloh saw menyatakan perlunya memberikan penghargaan tersendiri atas pengakuan keislaman seseorang, betapapun sehari-hari katakanlah dia fujur dan ma'shiat. Sabda beliau:

Barangsiapa yang sholat sebagaimana sholat kita dan menghadap kiblat kita serta memakan sembelihan kita, maka dia adalah muslim yang baginya tanggungan Alloh dan tanggungan RasulNya. Maka, janganlah tidak menepati janji kepada Alloh di dalam tanggunganNya. (HR. Bukhari jilid 1/102)
                Seorang pemimpin atau calon pemimpin kategori fujur dan ma'shiat bisa jadi dia mengganggu atau setidaknya menghambat perkembangan dakwah islam, namun bisa jadi pula (terbuka kemungkinan) dia akan menyokong atau setidak-tidaknya tidak mengganggu aktivitas dakwah Islam, betapapun dia fujur dan ma'shiat.
                Kemungkinan kedua ini ada (terbuka) karena rasululloh saw menyebutkan bahwa bisa jadi agama ini mendapatkan ta'yid´ (sokongan atau dukungan) dari seseorang yang termasuk kategori fujur (al imam al fajir) dan ma'shiat. Sabda beliau:
Sesungguhnya Alloh (bisa jadi) menyokong agama ini dengan seorang yang fajir. (HR. Thobarani)
                Sekarang mari kita cermati dan kita analisis dua pasang calon presiden yang ada itu. Sama-sama fujur dan ma'shiat, sipakah diantara keduanya yang lebih berpeluang memberikan ta'yid atas perkembangan dakwah di negeri ini. Sama-sama dhoror, siapakah yang lingkup kedhororannya diyakini lebih minim. Kaidah fiqh menyatakan:
Jika ada dua dhoror berkumpul, maka dipeliharalah salah satunya yang lebih ringan.
                Satu pasangan calon presiden dalam platformnya jelas-jelas menganggap sistem barat lebih unggul dari sistem islam. Dia memiliki komitmen yang kuat dnegan Amerika Serikat. Amerika Serikat sendiri berupaya keras (ngebet) memenangkannya. AC Manulang (seorang aktifis intelejen) dan Reza Sihabuddin (Peneliti LIPI) menyatakan bahwa SBY memiliki komitmen (al wala') dengan AS. Dia menyatakan di depan para pendeta niat meninjau hubungan diplomatik negara ini kelak dengan Israel. Bila calon presiden ini menang tentunya peluang masuknya AS ke negeri ini besar sekali. Dan kembali kita ingat bagaimana kondisi suatu negeri manakala AS sudah memasuki negeri itu. Apalagi calon presiden yang menang di tahap pertama ini sejak awal telah diliputi bithonah-bithonah yang buruk dari kalangan non-Islam.
                Sementara satu pasangan calon presiden dalam kebijakannya selama ini tampak beranjak mengambil jarak dengan AS. Ini dapat dilihat dari kebijakannya memutus hubungan dengan IMF dan pilihan membeli pensenjataan dari rusia  daripada AS. Di sisi lain dia menyetujui penerapan Syariat Islam di Aceh. Dakwah dan cita-cita menegakkan syariat islam pun tampak mendapatkan kebebasan.
                Kini jelaslah siapa yang lebih berpeluang memberikan sokongan terhadap dakwah dan siapa yang lebih berpeluang membatasi gerak AS di negeri ini dan itulah dia yang akan kita pilih.
                Sikap golput tidak akan efektif dan bisa jadi justru berpotensi memenangkan satu calon yang memiliki komitmen dengan AS karena calon itu telah meraih suara terbanyak pada tahap pertama lalu.
                Kalau dikatakan kita perlu perubahan kepemimpinan saat ini, karena pemimpin yang baru akan bisa menegakkan keadilan hukum dan pemberantasan korupsi. Ini memang harapan kita semua. Ini maslahah. Tapi maslahah ini baru sebatas  harapan, belum teruji dan belum terbukti (ghoiru muhaqqoqoh). Siapa menjamin bahwa pemimpin yang baru nanti bisa memenuhi hal tersebut? Masih disangsikan. Sementara dhoror besar dari pemimpin yang selalu mengkampanyekan perubahan itu tampak jelas dan diyakini, yaitu komitmennya yang kuat dengan AS.
                Kita diperintahkan meninggalkan hal yang masih disangsikan beralih kepada hal yang meyakinkan. Sabda Rasulululloh saw:
Tinggalkanlah apa yang meragukanmu menuju hal yang tidak meragukanmu.
 (HR. Tirmidzi dan nasai. Hadits ke-11 dari Arbain Nawawi)

                Kaidah fiqh juga menyatakan didahulukannya sikap menolak mafsadah daripada usaha-usaha menggaet maslahah:
Menolak mafsadah lebih didahulukan daripada mengggaet maslahah.

                Soal jenis kelamin wanita. Hukumnya memang jelas dalam syara' bahwa dalam sistem pemerintahan Islam (khilafah) tidak dibolehkan pemimpin wanita sebagai al-imam al-a'dhom. Tapi kita berbicara dalam konteks Indonesia, sebuah negara yang bukan khilafah, undang-undang dasar yang mengatur hal itu disini belum ada, sementara kepemimpinan bukanlah masalah pribadi ataupun kelompok tapi masalah arang banyak (kolektif). Kalau banyak orang masih mendukung si wanita itu kenapa? Kita bukan berbicara soal hukum, namun kita berbicara soal meletakkan hukum pada posisinya.
                Dengan demikian, kita akan memilih calon presiden yang memungkinkan dakwah Islam bisa terus berlangsung dan bebas, dan capres itu tidak membuka peluang AS dan sekutunya makin menancapkan kukunya di negeri ini.
                Inilah sikap kita terhadap realitas politik kontemporer, sebagai sebuah hasil ijtihad, karena dalam hal apapun apalagi dalam masalah yang penting, seorang muslim harus memiliki sikap yang tumbuh dari nash-nash syara'. Bukan sekedar menuruti kata hati, ikut-ikutan yang sumbernya tak jelas, terpesona penampilan lahiriah, atau atas dasar kepentingan yang sesaat. Kita berikhtiar, sementara soal menang kalahnya kekuasaan nanti adalah kewenangan Alloh swt. Mudah-mudahan Alloh swt memberikan taufiq kepada kita semuanya.
                Sikap ini sebatas sebuah sikap memilih capres-cawapres. Lebih dari itu, seperti dukung-mendukung dengan berkampanye, penggalangan massa, atau unjuk kekuatan (show of force) dan semacamnya tidak perlu kita lakukan. Zaman ini penuh fitanh. Tidak menonjolkan keberpihakan kepada sana dan sini (al hirman) merupakan jalan yang aman. Sementara kita memiliki tugas yang besar, yaitu pendidikan dan pembinaan kader masyarakat yang tak boleh mati, dan yang untuk itu dibutuhkan perhatian lebih serius dan energi yang lebih besar lagi.
                Sahabat Abdulloh bin umar ra meriwayatkan : "Suatu hari, Rasululloh saw menuturkan soal fitnah-fitnah dengan segala karakteristiknya, dan bersabda:
"Jika kamu melihat manusia (masyarakat) sifat memenuhi janjinya telah kacau (rusak) dan amanatnya telah menipis (lemah), dan lalu mereka seperti ini (beliau mentasybik antara jari-jari tangan beliau [sebagai pertanda keadaan kacau-balau]). "Aku (Abdulloh bin umar ra) bertanya: "Apa yang Engkau perintahkan kepadaku?" Beliau bersabda "Tetapilah Rumahmu..." (al-hadits) (HR. Al Hakim. Jami'us Shaghir I : 1/41)
                Dan pepatah mengatakan:
"barangsiapa memaklumatkan "al-hirman" (netral; tidak memihak sana dan sini) kepda manusia maka manusia seluruhnya akan sama senang (lega/puas) kepadanya. (Ibnu Qudamah, Mukhtasar Minhajul Qashidin:114)
                Tansiq jamaah dakwah ini dengan demikian menetapkan memilih salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden  pada pilpres putaran kedua nanti, dengan didasari niat untuk menghadang pasangan calon yang diyakini mudhorrotnya lebih besar bagi perkembangan dakwah Islam di masa yang akan datang, yaitu pasangan calon yang memiliki komitmen dengan Amerika Serikat, Israel, dan sekutunya.


Wallahu Subhanahu wata'ala a'lam

Kamis, 14 Agustus 2014

AR-RUH



                Masalah yang maha penting tentang manusia adalah tentang ruh atau roh . Tubuh manusia sekalipun susunannya demikian hebat, penuh dengan rahasia di balik rahasia, tetapi bila dibanding dengan ruh, maka ruh jauh lebih hebat, lebih rahasia, dan lebih penting. Karena itu, keberadaan ruh menjadi lebih penting untuk diperhatikan dan direnungkan .

Ruh Sebagai Rahasia Kehidupan

 Firman Allah subhanahu wata`ala dalam Al-Qur`an surat Al-Isra` ayat 85; “Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh . Katakanlah:”Ruh itu termasuk perintah Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi ilmu pengetahuan melainkan hanya sedikit saja.”
                Makna dari “arruh min amri rabbi” adalah “arruh makhluqatun bi amrin minallah”, yakni bahwa ruh itu diciptakan dengan suatu perintah dari Allah swt .
        Keberadaan ruh sebagai suatu perintah dari Allah swt . ini dapat dibuktikan antara lain :
(1)    Diciptakan Nabi Adam as. Dari tanah. Setelah telah itu disempurnakan kejadiannya, maka pada saat itu, ditiupkan ruh pada tanah itu. Dalam A-Qur`an disebutkan : (Ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku menciptakan seorang manusia dari tanah . Maka apabila Aku telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Ku , maka tundulah kamu kepadanya dengan bersujud.”(Q.S. Shaad:71-72)
        Ruh yang ditiupkan oleh Allah swt. Pada tanah (asal kejadian Adam as.) itu adalah ruh ciptaan Allah swt. Ruh itu bukanlah bagian dari Zat Allah swt. Kata “min ruuhi” maknanya adalah “ruuhan min khalqi” yakni suatu ruh yang berasal dari ciptan Allah swt. Ruh di sini berarti makhluk. Ditiupkannya ruh pada Adam berarti Allah swt. Memerintahkan kepadanya untuk hidup .
(2)    Proses kejadian manusia pada umumnya. Empat bulan setelah terjadinya proses ( talqih ), yaitu pertemuan sperma laki – laki dengan ovum perempuan, Allah swt. Mengutus malaikat untuk meniupkan ruh pada janin, seperti di terangkan pada sebuah hadis shahih, maka sejak itu hiduplah manusia dengan adanya ruh tersebut. Dia lalu lahir, tumbuh, dan berkembang menjadi manusia yang sempurna setelah menggalami sekian banyak fase. Begitu pula kehidupan makhluk selain manusia.
(3)    Proses kejadian Nabi Isa as. Allah swt. Meniupkan ruh pada putera Maryam ini tanpa proses Perkawinan (talqih), yaitu ketika Allah swt. Memerintahkan ruh untuk berdiam pada jiwanya spontanitas. Allah swt dengan perintah –Nya menitipkan ruh pada Isa as. dari yang asalnya tidak ada, sebagaimana Allah swt.menitipkan ruh pada tanah yang dari tanah itu di ciptakan Nabi Adam as.
Firman Allah swt:
Sesungguhnya missal (penciptaan) Isa disisih Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah.(Q.S.Ali Imran:59)
                Manusia tidak sangup memahami dan mengindera hakikat dari ruh tersebut. Namun,mereka memahami dan mempercayai keberadaan (eksitensi) ruh itu, karena mereka dapat merasakan fenomena dan indikasi dari keberadaan ruh, seperti bergerak,berkembang,bersaing,dan sebagainya, yang semuanya menunjukan eksitensi dari ruh. Selama manusia bisa bergarak,berkambang dan bersaing,di katakan lah bahwa manusia itu hidup. Ada ruh didalam nya. Sementara bila frnomena dan indikasi itu tidak ada pada diri manusia,maka dikatakan dia adalah mati, tidak memiliki ruh.
                Dari sini, ruh adalah suatu rahasia kehidupan . ia merupakan suatu perintah dari Allah swt. Kepada jasad untuk hidup. Dia berhak meletakan ruh itu pada manusia, sekaligus berhak mencabutnya. Di sinilah peran malaikat Izrail sebagai petugas Allah swt .

Opini Umum Manusia Terbentuk dari Jasad dan Ruh

                Opini umum yang berkembang menyatakan bahwa manusia terbentuk dari jasad dan ruh. Opini ini agaknya dipengaruhi oleh falsafah Yunani .
                Bangsa Yunani memiliki persangkaan bahwa ruh merupakan bagian dari manusia. Mereka katakan bahwa manusia terbentuk dari jasad dan ruh; bahwa ruh berasal dari limpahan Zat Allah; bahwa bila ruh bisa mengalahkan materi maka luhurlah manusia dan perilakunya mendekati kesempurnaan ilahiah, sebaliknya bila materi mengalahkan ruh maka terpuruklah perilaku manusia .
                Opini ini perlu diluruskan, pertama, karena alasan-alasan yang telah disebutkan di muka . Kedua, ruh yang disangka mereka seperti itu faktanya adalah tidak ada, karena fakta menyatakan bahwa manusia terbentuk hanya dari materi belaka. Ketiga, persangkaan itu membatalkan ruh sebagai rahasia kehidupan, karena sesungguhnya rahasia kehidupan tidaklah bisa bertambah dan berkurang disebabkan terpuruk atau luhurnya manusia .

Makna Lain dari Ruh, yaitu :

          Ruh di sini adalah suatu sifat yang datang dan baru yang untuk meraihnya harus diupayakan oleh manusia dalam rangka mempengaruhi perilakunya. Dengan ruh ini manusia bisa menjadi luhur dalam memenuhi naluri-naluri dan kebutuhan-kebutuhan anggota badannya .
Sifat ini tidak akan datang pada manusia kecuali manusia bisa menguasai amal perbuatannya sehingga sesuai dengan aturan atau kekuatan yang lebih tinggi dari manuia, yaitu allah swt. Ini hanya bisa terjadi bila manusia beriman kepada Allah swt. dan selalu menjalin shilah (hubungan) dengan-Nya. Dengan demikian ruh yang penting untuk dicari yang bisa menjadikan manusia luhur bukanlah suatu rahasia kehidupan, melainkan adanya shilah billah ( hubungan dengan Allah swt )
Sementara itu, shilah billah pada diri manusia tidak akan terwujud sehingga manusia mengimani bahwa di balik alam semesta ( makhluk ) ini ada Pencipta yang menciptakan sekaligus mengerti ada hubungan antara makhluk itu dengan Pencipta. Jika manusia melihat bulan misalnya dan ia memahami bahwa bulan itu di ciptakan oleh Allah swt, maka pemahaman inilah yang di namakan ruh pada diri manusia. Jika ia tidak memahami hubungan ini maka jadilah dia tidak memiliki ruh.

     
Orang Kafir Tidak Memiliki Ruh
                                                                                                                                                                              Oleh karena orang – orang kafir tidak beriman, tidak memahami bahwa ada keterkaitan alam  semesta ini dengan Allah swt. Maka mereka di dalam Al – Qur`an di sebut sebagai al-Mauta ( orang – orang yang mati ), di anggap tidak memiliki ruh meski hidup.
  Firman Allah swt :                                                                                                                          Sesungguhnya kamu tidak dapat menjadikan orang – orang yang mati itu mendengar dan ( tidak pula ) menjadikan orang – orang yang tuli mendengar panggilan, apabila mereka telah berpaling membelakang. ( Q. S. An – Naml : 80 )
                Di samakannya orang kafir dengan orang mati, karena orang mati tidak mempunyai ruh sebagai Sirrul Hayah, sementara orang kafir tidak mempunyai ruh dalam arti shilah billah.

Ruhaniah dan Ruhiyah

                Berangkat dari shilah billah ini, manusia akan merasakan kebesaran, kekuasaan, dan ilmu Pencipta yang tiada tara. Perasaan ini disebut ruhaniah. Perasaan ini bila berlanggsung terus-menerus pada diri manusia, maka manusia akan hidup dalam nuansa dan suasana keimanan, yang bisa membantunya untuk terikat dengan segala perintah dan larangan allah secara teguh dan legawa.
                Selain ruhaniah, ada juga istilah yang disebut sisi-sisi ruhiah (nahiyah ruhiyah) sesuatu, yakni bahwa segala sesuatu diciptakan oleh Pencipta. Sisi ruhiyah gunung, bintang, atau manusia adalah bahwa adanya makhluk-makhluk itu diciptakan oleh Allah swt. Sisi ruhiyah ini hanya bisa dipahami orang yang beriman kepada wujudnya Allah swt.

Panduan Islam

                Pertama, al-Islam menekankan manusia memahami sisi-sisi ruhiyah sesuatu dan sisi-sisi ruhiyah dirinya sendiri. Hal ini dalam rangka memperkuat ruh (taqwiyatur ruh) yang berarti memahami adanya shilah semua makhluk dengan allah swt.
Firman-Nya dalam A-Qur`an:
Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan . Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi, bagaimana ia dihamparkan? (Q.S. al-Ghasyiyah:17-20)
                Segera setelah rangkaian ayat-ayat ini, allah swt. Memerintahkan Rasulullah saw. Untuk memberi perigatan manusia akan adanya shilah antara Allah dan semua makhluk. Ini dalam rangka memperkuat ruh pada jiwa mereka .
Maka berilah perigatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan. (Q.S. al-Ghasyiyah:21)
                Aktivitas kita sehari-hari, sholat, misalnya, puasa, zakat, dakwa, infaq, dan lainnya, dengan demikian haruslah dicari sisi-sisi ruhiyahnya, agar tercapai keluhuran, bisa menunaikan ruhus sholah, ruhus shiyam, ruhur jihad, dll.
                Selain memahami ruhiyah sesuatu, a-Islam juga menekankan perlunya memahami sisi-sisi ruhiyah diri manusia sendiri. Allah swt. Berfirman:
Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu Yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. (Q.S. Al- Alaq:1-2)

                Kedua, memadukan materi dan ruh. Al-Islam menyeru kita berupaya memadukan antara materi dan ruh, sekali lagi ruh yang dimaksudkan di sini adalah shilah billah, dengan cara mengikatkan diri pada perintah dan larangan Allah swt. Firman Allah swt:
Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. (Q.S. al-A`raaf: 3)
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak pula bagi perempuan yang mukmin, apabila allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. (Q.S. al-Ahzaab:36)
                Allah swt. Telah menjelaskan hukum perbuatan dan hukum sesuatu pada kita secara lengkap.
Firman-Nya:
Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk. (Q.S. al-A`raaf:157)
                Terikat dengan hukum pada saat melakukan suatu amal perbuatan adalah bentuk memadukan ruh dengan materi, karena orang yang terikat dengan hukum pada saat melakukan suatu amal perbuatan, dia berarti memahami shilahnya dengan Allah swt. Di samping melaksanakan adab-adabnya, yang kemudian menjadikannya orang yang bertakwa kepada Allah swt.
Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baiknya bekal adalah takwa. (Q.S. Al-Baqarah:197)



Ususut Tahaabub Fillah



(Dasar-Dasar Saling Mencintai karena Alloh)

                Dalam memberikan tarbiyah untuk jiwa seorang muslim, manhaj Islam berlandaskan  kepada rasa saling mencintai, saling mengasihi, bersikap lemah,dan saling menyambung satu sama lain. Oleh karena inilah, Islam memberantas sikap saling membenci, iri hati, berpaling, memutuskan hubungan, menjauhi, mendzolimi, menghina, merendahkan, meneliti keburukan, dan sikap berlomba serta saling berbangga dan berburuk sangka seperti sabda Rosululloh Sahllallohu 'Alaihi Wasallam:

Dan jadilah kalian para hamba Alloh yang bersaudara. (H.R. Muslim)

                Bagaimana mungkin slaah satu dari karakter negative tersebut bisa berada dalam hidup seorang muslim yang terbina, sementara ia mengerti bahwa keberadaan tersebut merusak amal, menyia-nyiakan pahala dan melebur kebaikan, kalau bukan karena penyakit dalam hatinya, kekolotan dalam watak, dan pelencengan dalam karakter aslinya. Karena itulah, Rosululloh Shollallohu 'Alaihi Wasallam menegaskan bahwa dua orang yang betul-betul saling mencintai tidak akan pernah bisa terpisahkan oleh halangan dan rintangan apapun. Sebab tali cinta karena Alloh sangat kuat dan tidak akan terputus hanya karena permulaan dosa yang dilakukan salah seorang diantara keduanya. Beliau bersabda:

Tiada dua orang saling mencintai karena Alloh 'azza wa jallla atau karena Islam lalu mereka akan dipisahkan oleh permulaan dosa yang dilakukan salah seorang diantara keduanya. (H.R. Bukhori dalam Al Adab Al Mufrod)

                Dari sinilah kemudian bisa dimengerti adanya ancaman keras bagi mereka yang kaku dan keras kepala serta menyimpang dari jalur lurus moralitas Islam dan tertutup dari keramahan serta kemurahan Islam. Di akherat mereka di ancam dengan halangan dari ampunan dan kasih sayang Alloh. Pintu-pintu surga tertutup bagi mereka seperti disebut dalam sabda Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wasallam:

Pintu-pintu surga dibuka pada hari senin dan kamis lalu diberikan ampunan kepada seluruh hamba yang tidak menyekutukan apapun dengan Alloh, kecuali seseorangn yang diantaranya dan saudaranya ada kebencian. Lalu di ucapkan 'Tunggulah dua orang ini sampai mereka berdamai. Tunggulah dua orang ini sampai mereka berdamai. Tunggulah dua orang ini sampia mereka berdamai." (H.R. Muslim)

                Abu Darda' RA berkata, "Maukah ku beri tahukan kepada kalian sesuatu yang lebih baik bagi kalian daripada sedekah dan puasa? (yaitu) mendamaikan antara dua orang yang saling berseteru. Dan sungguh kebencian adalah pencukur (yang menghapus pahala)." (Diriwayatkan Imam Bukhori dalam Al Adab Al Mufrod)
                Seorang muslim yang terbina tentu akan menahan kemarahan terhadap saudaranya, tidak mendongkol, serta tidak enggan untuk segera memberikan maaf dan menutup mata dari kesalahan saudaranya yang dengan begitu ia termasuk orang-orang yang berbuat ihsan. Ia senantiasa menyambut saudaranya dengan wajah penuh senyum karena hal demikian ini merupakan cerminan hati yang bersih dan jernih. Ia juga selalu memberikan nasehat kepada saudaranya, kepada Alloh, kitab, dan Rosul-Nya, serta umat Islam pada umumnya sebagai realisasi prinsip nasihat dalam agama ini.
                Demi memuliakan tali persaduaraan dan pertemanan maka seorang muslim yang terbina juga memiliki watak setia kepada saudaranya. Memberikan pertolongan kepadanya dalam kondisi ketika berlaku dholim atau di dholimi. Pada waktu berbuat dholim maka ia mencegah dan saat di dholimi maka ia melakukan pembelaan. Ini semua sebagai bukti dan realisasi ajaran islam yang berupa mencintai saudara seperti mencintai diri sendiri.
                Muslim yang terbina akan bersikap lemah lembut kepada saudaranya karena kelembutan menjadi hiasan sesuatu dan apabila ditinggalkan oleh kelembutan maka sesuatu itu menjadi tidak terlihat elok. Ia juga bersikap pemurah kepada saudaranya yang akhirnya kemurahan dan kelembutan tersebut akan menumbuhkan cinta untuknya dalam hati manusia yang hal ini menjadi tanda keridhoan, ampunan, dan kasih sayang Alloh. Ia juga menjaga saudaranya dalam kondisi sedang tidak bersamanya dalam arti tidak menggunjingnya karena mengerti bahwa mengunjungi hukumnya haram dan juga karena enggan memakan daging saudaranya serta menjaga diri agar tidak dijerumuskan lisan ke neraka.
                Muslim yang terbina akan selalu menjauhkan diri dari terlibat dalam perdebatan tiada guna dengan saudaranya. Ia tidak mudah tersayat hati atau merasa berat dengan gurauan saudaranya yang pada suatu saat mungkin menyakitkan. Ia juga tidak melanggar janji kepada saudaranya. Hal ini karena perdebatan sama sekali tidak akan membuahkan kebaikan. Gurauan yang menyakitkan akan memunculkan keengganan, perasaan benci, dan menjatuhkan kewibawaan. Sedang melanggar janji menyebabkan hati kecewa dan hilang rasa cinta.
                Muslim yang terbina selalu mendahulukan saudaranya karena sifat pemurah, dermawan, dan pemberian menjadikan pemiliknya terlihat indah dan mulia sehingga dekat dan dicintai oleh manusia. Jika bertemu maka ia mengucapkan salam. Memenuhi undangannya. Berdoa untuknya (tasymit) jika bersin. Membesuknya bila sakit. Menghadiri dan mengantar jenazah. Mendoakannya dari jauh, karena hal ini semakin mengokohkan bukti kecintaan kepadanya serta meneguhkan tali persaudaraan. Doa sepeti inilah yang semakin cepat dikabulkan karena penuh keihlasan dan kesungguhan.
                Semua hal tersebut adalah percikan arahan-arahan Islam terkait dorongan terhadap budi pekerti mulia dalam rangka menyebar luaskan cinta, persaduaraan, kasih sayang dan saling memberikan perhatian. Sungguh Rosululloh Sholalllohu 'Alaihi Wasallam senantiasa mengembangkan ruh kebersamaan dan mengobarkan perasaan peduli kepada orang lain. Dalam setiap kesempatan beliau selalu mengarahkan mereka kepada rasa persaudaraan secara total sehingga tidak tersisa dalam diri seorang muslim sifat egois dan hanya memikirkan diri sendiri yang hal ini menjadikan mata tertutup dan hati terkunci dan jiwa menjadi keruh.

                Inilah dasar-dasar saling mencintai karena Alloh seperti diinginkan Islam.

Rabu, 13 Agustus 2014

Butuh Pelayanan?


Alloh Tabaaroka  wa Ta’aalaa berfirman:  “ ....dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan. ” QS al Hajj :  77.

Sungguh seorang muslim yang terbina niscaya selalu bergegas melakukan kebajikan, memiliki semangat luar biasa agar bisa memberi manfaat kepada orang lain  dalam komunitasnya.  Jika melihat ada kesempatan melakukan hal itu maka ia tidak betah jika tidak segera menjarahnya karena ia mengerti bahwa berbuat kebajikan bisa mendatangkan keberuntungan. Sementara pintu – pintu kebaikan itu terbuka di depannya dan bisa dimasuki kapanpun ia menginginkan seraya berharap turunnya rohmat  Alloh yang luas dan memperkaya diri dengan pahalaNya yang agung dan anugerahNya yang melimpah sebagai upah dari sedekah – sedekah tersebut. .(  lihat Kasyful Ghummah  fi Ishthina’il Ma’ruuf wa Rohmatul Ummah  milik Abuya Sayyid Muhammad bin Alawi al Maliki al Hasani bab Fadhlus Sa’yi fi Naf’il Ibaad wa Qodhoi Hawaa’ijihim )  sehingga berbuat kebajikan itu menjadi kebiasaannya dalam berkhidmah / melayani saudara – saudaranya. Nabi Shollallohu alaihi wasallam bersabda: ”  Alloh senantiasa ada dalam hajat seorang hamba selama hamba itu ada dalam hajat saudaranya   ” HR Thobaroni.  ”  Segala perbuatan baik adalah sedekah   ” Muttafaq alaih.   ” Jangan pernah menghina perbuatan baik sedikitpun, meski kamu hanya berjumpa dengan saudaramu dengan wajah yang ramah   ” HR Muslim.

Arahan Nabawi ( Taujih Nabawi ) ini semakin heboh dalam menyebarkan jiwa saling tolong menolong ( Ruh Ta’awun ) ketika Taujih Nabawi ini menjadikan perjalanan seseorang ( langkah usaha ) dalam memenuhi kebutuhan saudaranya lebih baik dibandingkan dengan I’tikaaf panjang ( sepuluh tahun ) seperti diriwayatkan Imam ath Thobaroni  dalam al Ausath dan seperti dikatakan: ” Yang menjalar lebih utama daripada yang terbatas ”
Taujih Nabawi juga menjadikan rasa bosan ( Tabarrum ) di saat mampu melayani orang lain  sebagai ancaman akan hilangnya nikmat – nikmat seperti disabdakan Rosululloh Shollallohu alaihi wasallam: “ Tiada hamba yang diberikan nikmat oleh Alloh lalu menyempurnakan nikmat itu atasnya kemudian Dia Menjadikan kebutuhan – kebutuhan orang lain kepadanya lalu ia merasa bosan maka sungguh ia telah memaparkan nikmat – nikmat itu kepada kesirnaan “ HR Thobaroni.
Sungguh Alloh telah memberikan pujian Itsaar  kepada para sahabat  Rosululloh Shollallohu alaihi wasallam karena kecintaan mereka dalam melayani orang lain ( Ikhwan mereka ). Dia berfirman: “... dan mereka mengutamakan (orang-orang muhajirin), atas diri mereka sendiri, Sekalipun mereka dalam kesusahan....” QS al Hasyr : 9. Ikrimah bin Abi Jahal, Suhail bin Amar, Harits bin Hisyam dan beberapa orang dari Bani Mughiroh wafat sebagai syahid dalam perang Yarmuk. ( Sebelum itu ) diberikan air kepada mereka saat dalam keadaan tergelatak di atas tanah.  Merekapun saling menolak sehingga mereka mati dan belum sempat mencicipinya Rohimahulmulloh.
Dari sini bisa kita mengerti keutamaan dan kepentingan berkhidmah seperti dikatakan: ” Ilmu bisa disusul sementara Khidmah tidak bisa disusul  ” lebih utama dari itu semua adalah apabila Khidmah ada di jalan Alloh. Adiyy bin Hatim at Tho’i bertanya kepada Rosululloh Shollallohu alaihi wasallam: Sedekah apakah yang paling utama? Beliau Shollallohu alaihi wasallam bersabda: ” Khidmah seorang hamba di jalan Alloh...  ” HR Turmudzi. (   Tuhfatul Ahwadzi  5 / 254 ). Penyair berkata:

( Kamu melihat wajahnya berseri –seri saat kamu mendatanginya, seolah – olah kamu akan memberinya sesuatu yang justru kamu meminta darinya )

- والله يتولى الجميع برعايته -